Nabi Adam Turun ke Bumi, 40 Tahun Tidak Makan dan 500 Tahun Terpisah dengan Hawa

Selasa, 25 Januari 2022 - 05:15 WIB
Jabal Rahman: Di tempat ini Nabi Adam dan Siti Hawa dipertemukan. (Foto/Ilustrasi : Ist)
Selama 40 tahun semenjak terusir dari surga dan tinggal di bumi, Nabi Adam tidak pernah makan. Ia tidak tahu harus makan apa. Nabi Adam juga telanjang sampai kemudian malaikat Jibril memberi kain woll hasil tenunan Hawa, yang kala itu, belum berjumpa dengan Adam. Adam dan Hawa terpisah selama 500 tahun.



Sejarawan Mesir, Syaikh Muhammad bin Ahmad bin Iyas dalam bukunya yang diterjemahkan oleh Abdul Halim berjudul “Kisah Penciptaan dan Tokoh-tokoh Sepanjang Zaman” mengatakan saat turun ke bumi Adam dan Hawa dalam kondisi telanjang.

Hawa diturunkan di dekat pantai laut asin di Jeddah. Sedangkan Adam di daratan India. Allah berfirman: “Turunlah kamu sekalian; sebagian kamu menjadi musuh bagi sebagian yang lain. Dan kamu mempunyai tempat kediaman dan kesenangan (tempat mencari kehidupan) di muka bumi sampai waktu yang telah ditentukan.” ( QS Al-A’raaf : 24).

Setelah matahari terbit menunjukkan siang, Adam melihat matahari berputar di atas ufuk. Dia merasa kagum atasnya. Ketika matahari mulai meninggi, sinarnya membakar Adam karena dia telanjang dan tidak berpenutup kepala.

Jibril menghampirinya dan Adam mengadukan hal itu kepadanya. Maka, Jibril mengusap-usap kepala Adam dengan tangannya; maka tingginya berkurang kira-kira 35 siku.

Qatadah mengatakan, “Apabila Adam merasakan haus, dia minum dari air yang ada di awan.”

Diriwayatkan bahwa ketika rambut Adam mulai tumbuh di kepalanya dan kuku-kukunya mulai memanjang, Jibril datang kepadanya seraya memotong rambut dan kukunya, kemudian rambut dan kukunya dikubur di dalam tanah.

Dari timbunan tersebut, Allah menumbuhkan kurma. Oleh karena itu, dikatakan, “Muliakanlah paman-pamanmu, kurma.”

Ibnu ‘Abbas mengatakan, “Adam tinggal di bumi selama 300 tahun dalam keadaan belum pernah mengangkat kepalanya ke langit karena malu kepada Allah. Dia terus-menerus menangis selama 200 tahun. Dari air matanya, tumbuh menjadi rerumputan dan menjadi minuman burung-burung dan binatang-binatang liar.

Kemudian Adam mengadu kepada Jibril tentang persoalan telanjang dan panasnya matahari. Lalu Jibril pergi menemui Hawa dengan membawa kibas dari surga. Dia potong bulunya, kemudian dia serahkan bulu tersebut kepada Hawa.

Dia ajarkan Hawa bagaimana cara memintal wol. Setelah melihatnya, Hawa bisa memintalnya. Lalu Jibril mengajarkan kepada Hawa bagaimana cara menenunnya. Ditenunnya wol itu menjadi sebuah mantel. Hasil mantelnya dibawa oleh Jibril pergi kepada Adam dan dipakaikan kepadanya untuk menutup badannya.

Jibril tidak mengatakan bahwa mantel tersebut buatan Hawa. Berikutnya, Adam mengadu karena lapar. Sebab, dia telah tinggal selama 40 tahun belum pernah makan dan minum.

Jibril pergi dan datang lagi dengan membawa dua kerbau dari surga. Yang satu berwarna hitam; satunya lagi berwarna merah. Jibril mengajarkan kepadanya bagaimana cara mengolah tanah. Setelah diajari, mulailah Adam membajak.

Kemudian Jibril membawakan segenggam benih gandum dan mengajarkan bagaimana cara menanamnya. Setelah tahu, mulailah Adam menanamnya. Ketika Adam sedang sibuk membajak tanah, tiba-tiba salah satu dari dua kerbau itu diam. Adam memukulnya dengan pecut yang ada di genggaman tangannya.



Allah menjadikan kerbau itu bisa berbicara sehingga ia berbicara kepada Adam, “Mengapa engkau memukulku?”

Adam menjawab, “Karena engkau membangkang kepadaku.”

Dengan tenang, kerbau itu berkata kepada Adam, “Betapa lembutnya Allah kepadamu karena Dia tidak memukulmu ketika engkau membangkang kepada-Nya.”

Akibat omongan kerbau ini, Adam menangis seraya berkata, “Wahai Tuhanku, semua benda mengejekku hingga binatang-binatang sekalipun.”

Atas kejadian ini, Allah menyuruh Jibril untuk mengusap lisan binatang agar tidak bisa berbicara. Dahulunya, sebelum Adam diturunkan ke bumi, binatang-binatang bisa berbicara.

Setelah Adam menanam, seketika itu juga gandum itu tumbuh, bertangkai, dan pada hari itu juga berbuah. Kemudian Adam diajari bagaimana cara memanen. Setelah tahu, dia mulai memanen, menebah, dan menampi di udara.

Adam berkata kepada Jibril, “Apakah aku sudah bisa makan?”

Jibril menjawab, “Sabar.”

Kemudian Jibril mengambil dua buah batu dari gunung; kemudian dipakainya batu itu untuk menggiling sampai gandum itu menjadi tepung. Adam berkata kepada Jibril, “Apakah aku sudah bisa makan?”

Jibril menjawab, “Sabar.”

Lalu Jibril pergi dan membawakan sepercik api dari neraka Jahannam setelah merendamnya di dalam air sebanyak tujuh kali. Sebab, kalau tidak, tentu percikan api itu membakar bumi dan makhluk yang ada di sana.

Kemudian Jibril mengajarkan kepada Adam cara membuat roti. Setelah tahu, mulailah Adam membuat roti. Lalu Adam berkata kepada Jibril, “Apakah aku sudah bisa makan?”

Jibril menjawab, “Sabar hingga matahari terbenam; sempurnakanlah puasamu.”

Dengan demikian, Adam adalah orang pertama yang berpuasa di muka bumi ini. Setelah matahari terbenam, Adam meletakkan roti di antara dua tangannya. Dia ulurkan tangannya untuk memotong roti. Ternyata roti itu terlempar dari antara dua tangannya dan jatuh dari puncak gunung ke bawah.

Adam mengikutinya; kemudian dia mengambilnya. Maka, Jibril berkata kepadanya, “Seandainya engkau bersabar, tentu roti akan datang kepadamu tanpa engkau menghampirinya.”

Diriwayatkan bahwa setelah Adam memakan beberapa potong dari roti tersebut, dia menyimpan potongan roti untuk malam berikutnya. Jibril berkata kepadanya, “Seandainya engkau tidak melakukan hal itu, tentu tidak akan ada anak cucumu yang menyimpan (sesuatu untuk waktu yang akan datang).”

Karena Adam melakukannya, maka hal itu menjadi kebiasaan anak cucu Adam.

Menurut sebuah riwayat, setelah Adam memakan roti tersebut, dia merasa haus, dan kemudian diberi minum air. Kemudian dalam badannya dia merasakan sesuatu yang aneh yang belum pernah terjadi sebelumnya.

Setelah Jibril datang kepadanya, dia mengadukan hal itu. Kemudian Jibril membuat sobekan dari dubur dan kubulnya. Seketika itu juga Adam buang air besar dan air kecil.



Ibnu ‘Abbas ra mengatakan, apabila Adam lapar, dia lupa kepada Hawa; dan apabila kenyang, dia mengingatnya.

Suatu hari, dia berkata kepada Jibril, “Wahai Jibril, apakah Hawa masih hidup ataukah sudah mati?”

Jibril menjawab, “Dia masih hidup dan keadaannya lebih baik daripada engkau. Sebab, dia berada di pinggir laut (pantai), dia bisa mencari ikan dan memakannya.”

Adam berkata, “Hai Jibril, aku melihatnya dalam mimpiku malam tadi.”

Jibril berkata, “Wahai Adam, bergembiralah! Allah memperlihatkan Hawa kepadamu semata-mata karena hal itu menunjukkan sebentar lagi engkau bakal berkumpul bersamanya.’”

Ibnu ‘Abbas ra mengatakan, setelah hari-hari ujian untuk Adam as telah berakhir dan dia telah bertaubat, Allah menerima taubatnya. Itulah firman Allah:

"Kemudian Adam menerima beberapa kalimat dari Tuhannya, maka Allah menerima taubatnya. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang". (QS Al-Baqarah : 37)

Sebagian ulama mengatakan, Adam diberi ilham oleh Allah untuk mengatakan: “Wahai Tuhan kami, kami telah menganiaya diri kami sendiri, dan jika Engkau tidak mengampuni kami dan memberi rahmat kepada kami, niscaya pastilah kami termasuk orang-orang yang merugi.” (QS Al-A’raaf : 23).

Menurut sebuah riwayat, Adam berkata, “Wahai Tuhanku, dengan hak Muhammad, ampunilah kesalahanku.”

Allah berfirman kepadanya, “Bagaimana engkau mengetahui Muhammad, padahal Aku belum menciptakannya?”

Adam menjawab, “Setelah Engkau menciptakanku, aku mengangkat kepalaku; lalu aku melihat tertulis di atas penyangga-penyangga Arasy, ‘Laa ilaaha illallaah Muhammadur Rasuulullaah’ (tidak ada Tuhan kecuali Allah dan Muhammad adalah utusan Allah). Maka, aku yakin bahwa Engkau tidak akan menyandingkan nama-Mu kecuali dengan nama makhluk yang paling Engkau cintai.”

Allah berfirman, “Hai Adam, engkau benar, dan Aku telah memaafkan kesalahan-kesalahanmu karena engkau meminta ampun kepada-Ku dengan hak Muhammad.”

Selama 300 tahun Adam memanjatkan doa tanpa henti demi memohon ampunan. “Ya Allah, ampunilah kami, demi menjunjung tinggi cahaya Muhammad yang kami tanggungkan.”



Permohonan ini dijawab oleh Allah, “Hai Adam, siapakah yang mengajarimu tentang nilai cahaya yang kau tanggungkan itu?”

Adam as menjawab, “Ya Allah, setelah Engkau memberiku ruh dan mengajariku tentang seluruh nama dan panggilan, ke arah mana pun aku menyaksikan bahwa nama dan panggilan wujud tersebut ada di samping Asma dari Substansi Diri-Mu Yang Mahasuci. Sehingga aku sadar bahwa dialah alasan penciptaan dunia ini. Dialah pemberi syafaat mutlak. Dengan demikian, aku tahu bahwa cahaya yang kubawa serta adalah cahaya Muhammad yang mulia dan Engkau cintai. Karena dia adalah rahmat bagi semesta alam, maka Muhammad adalah rahmat untukku juga. Itulah mengapa aku mohon kiranya Engkau berkenan mengampuni kami, demi menjunjung tinggi cahaya itu.”

Sebagai penegasan kemudian Adam as mendengar Allah swt berfirman kepadanya, “Walaupun dosa seseorang itu sebanyak butir-butir pasir di seluruh bumi ini, walaupun sebesar gelombang di samudera, dan sebanyak atom di alam semesta ini, Aku akan mengampuninya meskipun dia adalah orang paling rendah di antara hamba-hamba-Ku dan bukan nabi sebagaimana engkau, asal saja dia memohon ampunan-Ku demi menjunjung tinggi Muhammad-Ku dan memohon syafaat dari dia yang Aku cintai. Aku akan mengangkat hamba yang paling rendah.”

Perjumpaan Adam dan Hawa

Ats-Tsa’labi mengatakan, “Kemudian Allah mewahyukan kepada Adam, ‘Pindahlah dari negeri Hindi (India) ke Mekkah; thawaf-lah di sekitar tempat Baitullah dan mintalah pengampunan dari-Ku, tentu Aku akan mengampuni kesalahanmu.’”

Diriwayatkan bahwa Allah Ta’ala menurunkan yakut merah dari surga; besarnya sebesar Kakbah. Jatuhnya di tempat batu karang putih yang menjadi sumber memanjangnya bumi. Di dalamnya ada lilin-lilin yang menyinarkan cahaya.

Kemudian Allah mengutus seorang malaikat kepada Adam untuk menuntun dan menunjukkan ke jalan menuju Mekkah; bersamaan dengan itu, untuknya Dia menurunkan tongkat dari pohon kayu As, salah satu jenis pepohonan di surga yang panjangnya 20 siku.

Adam berjalan dan bumi dilipatkan untuknya. Setiap tempat yang terinjak oleh kakinya menjadi sebuah kampung. Dan setelah Adam memasuki Mekkah, Allah mewahyukan kepadanya untuk thawaf di tempat yang akan menjadi Baitullah tersebut.

Dia mengerjakan thawaf sebanyak 7 kali tanpa memakai penutup kepala dan bertelanjang. Itulah sunnahnya ibadah haji. Setelah Adam mengerjakan itu, Allah mengampuni kesalahannya dan menerima tobatnya. Thawafnya menjadi pelebur dosa.

Rasulullah SAW bersabda, Iblis terlaknat berkata, “Wahai Tuhanku, sesungguhnya hamba-hamba-Mu itu mengherankan. Mereka mencintai-Mu dan bermaksiat kepada-Mu; mereka benci kepadaku dan menaatiku.”

Maka Allah berfirman kepadanya, “Demi keagungan dan kemuliaan-Ku, pasti Aku jadikan kecintaan mereka terhadap-Ku sebagai pelebur ketaatan terhadapmu, dan kebencian mereka terhadapmu sebagai pelebur kemasiatan terhadap-Ku.”

Setelah Adam bertobat, dia disuruh Allah untuk pergi ke Arafah. Adam pun pergi ke Arafah dan berdiam di sana. Tiba-tiba Hawa berjalan ke arah Adam. Mereka berkumpul di gunung tersebut.



Sejak saat itu, diam (wuquf) di gunung tersebut dijadikan salah satu bagian dari ritus ibadah. Tempat tersebut diberi nama Arafah karena Adam dan Hawa saling kenal di tempat itu.

Kemudian Adam tinggal sebentar di Mekkah, dan kemudian pergi ke tanah Hindi (India) bersama Hawa.

Menurut sebuah riwayat, perpisahan antara Adam dan Hawa terjadi selama 500 tahun. Diriwayatkan, setelah Adam terusir dari surga, dia memakai penutup dengan daun surga. Setelah tinggal di bumi, daun tersebut mengering dan bertebaran di atas bumi. Jadi, semua wewangian yang ada di tanah Hindi (India) penyebabnya adalah tebaran daun tersebut.

Diriwayatkan bahwa Allah menurunkan kepada Adam delapan binatang yang berpasangan, sepasang dari domba dan sepasang dari kambing. Dia disuruh untuk minum dari susu-susunya dan membuat pakaian dari bulu-bulunya.
(mhy)
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Hadits of The Day
Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: Yang pertama kali yang dihisab (dihitung) dari perbuatan seorang hamba pada hari Kiamat adalah shalatnya. Jika sempurna ia beruntung dan jika tidak sempurna, maka Allah Azza wa Jalla berfirman, Lihatlah apakah hamba-Ku mempunyai amalan shalat sunnah? Bila didapati ia memiliki amalan shalat sunnah, maka Dia berfirman Lengkapilah shalat wajibnya yang kurang dengan shalat sunnahnya

(HR. Nasa'i No. 463)
Artikel Terkait
Al-Qur'an, Bacalah!
Rekomendasi
Terpopuler
Artikel Terkini More