Hukum Bercerai Saat Hamil Tidak Dilarang, Begini Penjelasannya
Selasa, 25 Januari 2022 - 18:22 WIB
Hukum bercerai saat hamil tidaklah dilarang. Adapun anggapan yang tersebar di tengah masyarakat awam, bahwa wanita hamil tidak sah dicerai, adalah anggapan yang keliru.
Menurut pendapat mayoritas ulama, termasuk di antaranya adalah ulama dari mazhab Syafi’i , melakukan perceraian ketika istri dalam kondisi hamil tidak melanggar aturan agama.
Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Muslim diceritakan bahwa Abdullah bin Umar RA menalak istrinya dalam kondisi haid. Kejadian itu kemudian diceritakan oleh Umar bin Khatthab RA kepada Rasulullah SAW .
Mendengar cerita tersebut lantas Rasulullah SAW meminta Umar bin Khattab RA agar memerintahkan putranya untuk kembali kepada istrinya. Baru kemudian jika ia tetap ingin menceraikannya, maka ceraikan ketika dalam kondisi suci atau hamil.
Artinya, “Dari Ibnu Umar RA bahwa ia pernah menalak istrinya dalam keadaan haid. Kemudian Umar bin Khattab RA menceritakan kejadian tersebut kepada Nabi. Lantas beliau pun berkata kepada Umar bin Khattab RA, ‘Perintah kepada dia (Ibnu Umar RA) untuk kembali kepada istrinya, baru kemudian talaklah dia dalam keadaan suci atau hamil,” (HR Muslim).
Perintah Rasulullah SAW kepada Ibnu Umar RA melalui ayahnya, yaitu Umar bin Khattab RA itu setidaknya mengadung dua hal penting.
Pertama, larangan untuk menalak wanita dalam keadaan haid. Kedua, kebolehan menalak wanita dalam keadaan suci atau hamil.
Senada dengan hal ini Muhyidin Syaraf An-Nawawi dalam Syarah Muslim-nya menjelaskan bahwa kandungan hadits tersebut menunjukkan kebolehan menalak wanita yang sedang hamil yang jelas kehamilannya.
Menurutnya, ini adalah pandangan Madzhab Syafi‘i. Lebih lanjut, menurut Ibnul Mundzir, pandangan Madzhab Syafi‘i ini adalah pendapat mayoritas ulama.
Ibnul Mundzir berkata, pandangan ini juga dianut oleh mayoritas ulama, antara lain Thawus, Al-Hasan, Ibnu Sirin, Rabiah, Hammad bin Abi Sulaiman, Malik, Ahmad, Ishaq, Abu Tsaur, dan Abu Ubaid.
Ibnul Mundzir juga mengamini pendapat yang menyatakan kebolehan menalak wanita yang dalam kondisi hamil. Demikian juga sebagian ulama dari kalangan Mazhab Maliki. Namun ada juga sebagian ulama Mazhab Maliki yang mengharamkannya.
Sedangkan riwayat lain mengatakan, Al-Hasan berpendapat bahwa menalak wanita yang sedang hamil adalah makruh.
Ibnul Mundzir berkata, "Saya juga berpendapat demikian. Begitu juga dengan sebagian ulama dari kalangan Mazhab Maliki. Sedang sebagian yang lain menyatakan haram."
Ibnul Mundzir juga meriwayatkan riwayat jalur lain dari Al-Hasan. Menurut riwayat jalur ini, Al-Hasan berpendapat bahwa menalak wanita yang sedang hamil adalah makruh.” (Lihat Muhyiddin Syaraf An-Nawawi, Shahih Muslim bi Syarhin Nawawi, juz V, halaman 325).
Laman resmi Nahdlatul Ulama menyampaikan bahwa berangkat dari penjelasan di atas, maka kita dapat menarik kesimpulan bahwa mayoritas ulama memperbolehkan penalakan wanita yang sedang hamil kendati ada yang menyatakan bahwa makruh dan haram. Namun pendapat yang dianggap kuat adalah pendapat mayoritas ulama yang memperbolehkan penalakan wanita yang sedang hamil. Dan iddah bagi wanita hamil yang ditalak adalah sampai ia melahirkan kandungannya sebagaimana firman Allah SWT berikut ini:
Artinya, “Wanita-wanita yang hamil waktu iddah mereka adalah sampai melahirkan kandungan,” ( QS At-Thalaq [65]: 4).
Dua Macam
Cerai (talak) dalam Islam terbagi dua macam, yakni talak Sunni, yaitu talak yang dilakukan sesuai prosedur syariat dan talak Bid’i, yaitu talak yang tidak sesuai prosedur syariat.
Ulama fikih, Syekh Prof Khalid Al Musyaiqih berpendapat menalak istri saat hamil tidak tergolong talak bid’i. Bahkan itu tergolong talak yang syar’i (talak sunni) sampai pun dilakukan setelah suami menyetubuhinya.
Para ulama juga sepakat, boleh mencerai istri saat kondisinya hamil. Bahkan suatu talak disebut sunni, manakala terjadi pada dua kondisi:
Pertama, dilakukan saat wanita sedang hamil. Kedua, dilakukan saat wanita berada dalam kondisi suci (tidak sedang haid atau nifas), sebelum disetubuhi.
Dalil yang mendasari ini adalah firman Allah ta’ala,
Wahai Nabi! Apabila kamu menceraikan istri-istrimu maka hendaklah kamu ceraikan mereka pada waktu mereka dapat (menghadapi) idahnya. ( QS. At-Thalaq : 1)
Allah memerintahkan jika memang cerai adalah pilihan tepat karena menimbang maslahat yang kuat, maka silahkan lakukan cerai itu saat wanita sedang berada dalam masa ‘iddah. Hamil adalah salah satu waktu iddah untuk wanita yang dicerai, berakhir saat wanita tersebut melahirkan. Menunjukkan, talak yang terjadi saat wanita hamil, adalah talak sunni.
Syekh Ibnu Baz mengatakan para ulama menerangkan, “Makna ayat (At-Thalaq ayat 1) adalah, lakukanlah cerai saat wanita sedang suci dan belum disetubuhi. Inilah makna mencerai wanita saat berada dalam masa iddah, yakni mencerai istri saat suci belum disetubuhi, atau mencerainya saat sedang hamil dan telah tampak kehamilannya. Inilah yang disebut talak sunni.
Adapun talak disebut bid’i, manakala dilakukan pada empat keadaan:
Pertama, saat wanita haid. Kedua, saat nifas. Ketiga, saat suci namun setelah disetubuhi. Keempat, cerai tiga sekaligus dengan sekali ucapan.
Kesimpulannya, mencerai saat istri sedang hamil, jika karena pertimbangan maslahat yang kuat, hukumnya boleh dan sah.
Menurut pendapat mayoritas ulama, termasuk di antaranya adalah ulama dari mazhab Syafi’i , melakukan perceraian ketika istri dalam kondisi hamil tidak melanggar aturan agama.
Baca Juga
Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Muslim diceritakan bahwa Abdullah bin Umar RA menalak istrinya dalam kondisi haid. Kejadian itu kemudian diceritakan oleh Umar bin Khatthab RA kepada Rasulullah SAW .
Mendengar cerita tersebut lantas Rasulullah SAW meminta Umar bin Khattab RA agar memerintahkan putranya untuk kembali kepada istrinya. Baru kemudian jika ia tetap ingin menceraikannya, maka ceraikan ketika dalam kondisi suci atau hamil.
عَنْ ابْنِ عُمَرَ أَنَّهُ طَلَّقَ امْرَأَتَهُ وَهِيَ حَائِضٌ فَذَكَرَ ذَلِكَ عُمَرُ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ مُرْهُ فَلْيُرَاجِعْهَا ثُمَّ لِيُطَلِّقْهَا طَاهِرًا أَوْ حَامِلًا
Artinya, “Dari Ibnu Umar RA bahwa ia pernah menalak istrinya dalam keadaan haid. Kemudian Umar bin Khattab RA menceritakan kejadian tersebut kepada Nabi. Lantas beliau pun berkata kepada Umar bin Khattab RA, ‘Perintah kepada dia (Ibnu Umar RA) untuk kembali kepada istrinya, baru kemudian talaklah dia dalam keadaan suci atau hamil,” (HR Muslim).
Perintah Rasulullah SAW kepada Ibnu Umar RA melalui ayahnya, yaitu Umar bin Khattab RA itu setidaknya mengadung dua hal penting.
Pertama, larangan untuk menalak wanita dalam keadaan haid. Kedua, kebolehan menalak wanita dalam keadaan suci atau hamil.
Senada dengan hal ini Muhyidin Syaraf An-Nawawi dalam Syarah Muslim-nya menjelaskan bahwa kandungan hadits tersebut menunjukkan kebolehan menalak wanita yang sedang hamil yang jelas kehamilannya.
Menurutnya, ini adalah pandangan Madzhab Syafi‘i. Lebih lanjut, menurut Ibnul Mundzir, pandangan Madzhab Syafi‘i ini adalah pendapat mayoritas ulama.
Baca Juga
Ibnul Mundzir berkata, pandangan ini juga dianut oleh mayoritas ulama, antara lain Thawus, Al-Hasan, Ibnu Sirin, Rabiah, Hammad bin Abi Sulaiman, Malik, Ahmad, Ishaq, Abu Tsaur, dan Abu Ubaid.
Ibnul Mundzir juga mengamini pendapat yang menyatakan kebolehan menalak wanita yang dalam kondisi hamil. Demikian juga sebagian ulama dari kalangan Mazhab Maliki. Namun ada juga sebagian ulama Mazhab Maliki yang mengharamkannya.
Sedangkan riwayat lain mengatakan, Al-Hasan berpendapat bahwa menalak wanita yang sedang hamil adalah makruh.
Ibnul Mundzir berkata, "Saya juga berpendapat demikian. Begitu juga dengan sebagian ulama dari kalangan Mazhab Maliki. Sedang sebagian yang lain menyatakan haram."
Ibnul Mundzir juga meriwayatkan riwayat jalur lain dari Al-Hasan. Menurut riwayat jalur ini, Al-Hasan berpendapat bahwa menalak wanita yang sedang hamil adalah makruh.” (Lihat Muhyiddin Syaraf An-Nawawi, Shahih Muslim bi Syarhin Nawawi, juz V, halaman 325).
Laman resmi Nahdlatul Ulama menyampaikan bahwa berangkat dari penjelasan di atas, maka kita dapat menarik kesimpulan bahwa mayoritas ulama memperbolehkan penalakan wanita yang sedang hamil kendati ada yang menyatakan bahwa makruh dan haram. Namun pendapat yang dianggap kuat adalah pendapat mayoritas ulama yang memperbolehkan penalakan wanita yang sedang hamil. Dan iddah bagi wanita hamil yang ditalak adalah sampai ia melahirkan kandungannya sebagaimana firman Allah SWT berikut ini:
وَأُولاتُ الأحْمَالِ أَجَلُهُنَّ أَنْ يَضَعْنَ حَمْلَهُنَّ
Artinya, “Wanita-wanita yang hamil waktu iddah mereka adalah sampai melahirkan kandungan,” ( QS At-Thalaq [65]: 4).
Dua Macam
Cerai (talak) dalam Islam terbagi dua macam, yakni talak Sunni, yaitu talak yang dilakukan sesuai prosedur syariat dan talak Bid’i, yaitu talak yang tidak sesuai prosedur syariat.
Ulama fikih, Syekh Prof Khalid Al Musyaiqih berpendapat menalak istri saat hamil tidak tergolong talak bid’i. Bahkan itu tergolong talak yang syar’i (talak sunni) sampai pun dilakukan setelah suami menyetubuhinya.
Para ulama juga sepakat, boleh mencerai istri saat kondisinya hamil. Bahkan suatu talak disebut sunni, manakala terjadi pada dua kondisi:
Pertama, dilakukan saat wanita sedang hamil. Kedua, dilakukan saat wanita berada dalam kondisi suci (tidak sedang haid atau nifas), sebelum disetubuhi.
Dalil yang mendasari ini adalah firman Allah ta’ala,
يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّبِيُّ إِذَا طَلَّقۡتُمُ ٱلنِّسَآءَ فَطَلِّقُوهُنَّ لِعِدَّتِهِنَّ
Wahai Nabi! Apabila kamu menceraikan istri-istrimu maka hendaklah kamu ceraikan mereka pada waktu mereka dapat (menghadapi) idahnya. ( QS. At-Thalaq : 1)
Allah memerintahkan jika memang cerai adalah pilihan tepat karena menimbang maslahat yang kuat, maka silahkan lakukan cerai itu saat wanita sedang berada dalam masa ‘iddah. Hamil adalah salah satu waktu iddah untuk wanita yang dicerai, berakhir saat wanita tersebut melahirkan. Menunjukkan, talak yang terjadi saat wanita hamil, adalah talak sunni.
Syekh Ibnu Baz mengatakan para ulama menerangkan, “Makna ayat (At-Thalaq ayat 1) adalah, lakukanlah cerai saat wanita sedang suci dan belum disetubuhi. Inilah makna mencerai wanita saat berada dalam masa iddah, yakni mencerai istri saat suci belum disetubuhi, atau mencerainya saat sedang hamil dan telah tampak kehamilannya. Inilah yang disebut talak sunni.
Adapun talak disebut bid’i, manakala dilakukan pada empat keadaan:
Pertama, saat wanita haid. Kedua, saat nifas. Ketiga, saat suci namun setelah disetubuhi. Keempat, cerai tiga sekaligus dengan sekali ucapan.
Kesimpulannya, mencerai saat istri sedang hamil, jika karena pertimbangan maslahat yang kuat, hukumnya boleh dan sah.
(mhy)
Lihat Juga :