Kisah Pendeta Menafsirkan Mimpi Abu Bakar sebelum Masuk Islam
Sabtu, 12 Februari 2022 - 08:49 WIB
Pada saat Muhammad SAW diangkat menjadi rasul dan 3 tahun masa-masa periode dakwah pertama, Abu Bakar --kala itu dia dipanggil Atiq--tidak berada di Mekkah. Ia sedang melakukan perjalanan dagang ke Suriah. Selama di sana, ia bersahabat dengan rahib-rahib dan pendeta-pendeta yang masih memegang keyakinan agama Ibrahim AS .
Khalid Muhammad Khalid dalam bukunya berjudul "Mengenal Pola Kepemimpinan Umat dari Karakteristik Perihidup Khalifah Rasulullah" (1984) memaparkan dari mereka, Abu Bakar mendapat berita-berita mengenai akan datangnya seorang nabi.
Abu Bakar mendengar berita dari para Ahli Kitab ini, baik yang di Mekkah maupun yang di Suriah, bahwa seorang nabi akan muncul di Mekkah, yaitu sebuah negeri yang terdapat Kakbah di dalamnya.
Suatu malam di Suriah, ketika urusan dagangnya sudah selesai, beberapa hari menjelang kepulangannya ke Mekkah Abu Bakar bermimpi. Dilihatnya bulan telah meninggalkan tempatnya di ufuk tinggi turun di Mekkah, kemudian ia terpecah-pecah, tersebar ke seluruh bangunan dan rumah-rumah. Kepingan-kepingan tadi kemudian bersatu kembali dan menjadi utuh seperti semula, kemudian bertengger di bilik rumah Abu Bakar.
Abu Bakar segera terbangun dari mimpinya, dan mimpi itu terus mengusik pikirannya. Maka ditemuinyalah salah seorang pendeta suci yang telah dikenalnya dengan baik dan dia menceritakan mimpi ini kepadanya.
Wajah pendeta itu tampak berseri-seri, lalu dia berkata kepada Abu Bakar, “Rupanya telah datang saatnya baginya!”
“Siapakah yang engkau maksudkan?” tanya Abu Bakar, “Apakah Nabi yang sedang kita tunggu-tunggu itu?”
“Benar,” ujar sang Pendeta, “dan engkau akan beriman kepadanya dan akan menjadi orang yang paling berbahagia karenanya.”
Akhirnya pada waktu yang ditetapkan, pada waktu Subuh rombongan Abu Bakar melakukan perjalanan pulang ke Mekkah. Setelah sekian lama melakukan perjalanan, mereka tiba di Mekkah. Di daerah perbatasan, Abu Bakar melihat orang-orang yang sedang berkumpul di ketinggian, rupanya mereka hendak menyambutnya setelah melihat rombongannya datang dari kejauhan.
Semakin Abu Bakar mendekat, semakin dia mendengar bahwa orang-orang itu sedang gaduh dan riuh membicarakan sesuatu. Ada apa gerangan? Abu Bakar bertanya-tanya di dalam hatinya. Perubahan apa saja yang terjadi di Mekkah setelah sekian lama dia pergi?
Setelah sampai, orang-orang itu menyambut Abu Bakar, mereka kemudian saling berpelukkan, sampai akhirnya salah satu dari mereka berkata, “Tidakkah tuan-tuan tahu? Semenjak tuan-tuan pergi, orang-orang Quraisy tak dapat memejamkan matanya di waktu malam!”
Abu Bakar bertanya, “Quraisy yang malang, apa yang telah terjadi dengan kalian?”
Dia menjawab, “Muhammad telah menaruh bara api di atas hidung mereka.”
“Bara api? Kenapa? Apa yang telah terjadi?” Abu Bakar bertanya kembali.
“Katanya Allah telah mengutusnya agar kita hanya menyembah-Nya dan meninggalkan tuhan-tuhan kita.”
Mungkin karena waktu itu dakwah Nabi masih belum dianggap terlalu mengancam, salah seorang di antara mereka yang suka berkelakar menimpali, “Biarkanlah dia menghancurkannya! Memang, telah lama sekali patung-patung itu berebut makanan dengan kita.”
Mereka menjadi semakin riuh dan gaduh kembali. Abu Bakar kemudian meninggalkan mereka untuk memasuki kota Mekkah.
Di Mekkah, rombongan Abu Bakar disambut sekelompok kecil orang-orang yang dipimpin oleh Amr bin Hisyam, atau lebih dikenal dengan sebutan Abu Jahal. Mereka saling berpelukan, Abu Jahal kemudian membuka pembicaraan, “Apakah mereka telah menceritakan kepadamu mengenai sahabatmu, wahai Atiq?”
Khalid Muhammad Khalid dalam bukunya berjudul "Mengenal Pola Kepemimpinan Umat dari Karakteristik Perihidup Khalifah Rasulullah" (1984) memaparkan dari mereka, Abu Bakar mendapat berita-berita mengenai akan datangnya seorang nabi.
Abu Bakar mendengar berita dari para Ahli Kitab ini, baik yang di Mekkah maupun yang di Suriah, bahwa seorang nabi akan muncul di Mekkah, yaitu sebuah negeri yang terdapat Kakbah di dalamnya.
Suatu malam di Suriah, ketika urusan dagangnya sudah selesai, beberapa hari menjelang kepulangannya ke Mekkah Abu Bakar bermimpi. Dilihatnya bulan telah meninggalkan tempatnya di ufuk tinggi turun di Mekkah, kemudian ia terpecah-pecah, tersebar ke seluruh bangunan dan rumah-rumah. Kepingan-kepingan tadi kemudian bersatu kembali dan menjadi utuh seperti semula, kemudian bertengger di bilik rumah Abu Bakar.
Abu Bakar segera terbangun dari mimpinya, dan mimpi itu terus mengusik pikirannya. Maka ditemuinyalah salah seorang pendeta suci yang telah dikenalnya dengan baik dan dia menceritakan mimpi ini kepadanya.
Wajah pendeta itu tampak berseri-seri, lalu dia berkata kepada Abu Bakar, “Rupanya telah datang saatnya baginya!”
“Siapakah yang engkau maksudkan?” tanya Abu Bakar, “Apakah Nabi yang sedang kita tunggu-tunggu itu?”
“Benar,” ujar sang Pendeta, “dan engkau akan beriman kepadanya dan akan menjadi orang yang paling berbahagia karenanya.”
Akhirnya pada waktu yang ditetapkan, pada waktu Subuh rombongan Abu Bakar melakukan perjalanan pulang ke Mekkah. Setelah sekian lama melakukan perjalanan, mereka tiba di Mekkah. Di daerah perbatasan, Abu Bakar melihat orang-orang yang sedang berkumpul di ketinggian, rupanya mereka hendak menyambutnya setelah melihat rombongannya datang dari kejauhan.
Semakin Abu Bakar mendekat, semakin dia mendengar bahwa orang-orang itu sedang gaduh dan riuh membicarakan sesuatu. Ada apa gerangan? Abu Bakar bertanya-tanya di dalam hatinya. Perubahan apa saja yang terjadi di Mekkah setelah sekian lama dia pergi?
Setelah sampai, orang-orang itu menyambut Abu Bakar, mereka kemudian saling berpelukkan, sampai akhirnya salah satu dari mereka berkata, “Tidakkah tuan-tuan tahu? Semenjak tuan-tuan pergi, orang-orang Quraisy tak dapat memejamkan matanya di waktu malam!”
Abu Bakar bertanya, “Quraisy yang malang, apa yang telah terjadi dengan kalian?”
Dia menjawab, “Muhammad telah menaruh bara api di atas hidung mereka.”
“Bara api? Kenapa? Apa yang telah terjadi?” Abu Bakar bertanya kembali.
“Katanya Allah telah mengutusnya agar kita hanya menyembah-Nya dan meninggalkan tuhan-tuhan kita.”
Baca Juga
Mungkin karena waktu itu dakwah Nabi masih belum dianggap terlalu mengancam, salah seorang di antara mereka yang suka berkelakar menimpali, “Biarkanlah dia menghancurkannya! Memang, telah lama sekali patung-patung itu berebut makanan dengan kita.”
Mereka menjadi semakin riuh dan gaduh kembali. Abu Bakar kemudian meninggalkan mereka untuk memasuki kota Mekkah.
Di Mekkah, rombongan Abu Bakar disambut sekelompok kecil orang-orang yang dipimpin oleh Amr bin Hisyam, atau lebih dikenal dengan sebutan Abu Jahal. Mereka saling berpelukan, Abu Jahal kemudian membuka pembicaraan, “Apakah mereka telah menceritakan kepadamu mengenai sahabatmu, wahai Atiq?”