Ini Lokasi Kaum Nabi Musa yang Dikutuk Menjadi Kera
Jum'at, 04 Maret 2022 - 18:00 WIB
Lokasi kaum Nabi Musa as atau kaum Sabat yang mendapat kutukan menjadi kera adalah di Kota Aylah. Hal ini sebagaimana dijelaskan sebuah hadis dari Imam Baqir yang menyebut kota tempat kaum Sabat tersebut bernama Aylah. Sementara menurut Allamah Thabathabai, Madyan dan Tabariyya juga disebut sebagai kota tempat tinggal kaum Sabat.
Ibnu Katsir dalam tafsirnya berpendapat, mereka adalah penduduk Elat (Ailah, Elia) merupakan sebuah desa yang berada di antara Madyan dan Ath-Thur (eltor), di dekat Teluk Aqabah dan pesisir Laut Merah.
Daerah ini adalah negeri yang subur dengan kurma dan hasil laut berupa ikan yang berlimpah. Kota ini merupakan batas pertama wilayah Hijaz. Penduduknya terdiri dari berbagai ras. Kota ini termasuk batas kerajaan Romawi zaman dahulu.
Dahulu, Allah memerintahkan mereka mencurahkan tenaga, pikiran dan waktu untuk hari Jumat. Tapi mereka mengatakan: “Kami akan berusaha untuk hari Sabtu, karena Allah selesai mencipta pada hari Sabtu.”
Akhirnya ditetapkanlah bagi mereka hari Sabtu.
Konon, mereka masih berpegang dengan ajaran Taurat dalam menghormati hari Sabtu di masa itu. Waktu itu, mereka diharamkan melakukan usaha dalam bentuk apa pun.
Pada hari itu, ikan-ikan banyak berenang dari laut ke tempat mereka dengan tenang dan aman tanpa diganggu sedikitpun. Tapi pada selain hari Sabtu, ikan-ikan itu tidak pernah datang lagi.
Melihat hal ini, merekapun melakukan tipu muslihat agar dapat menangkap ikan-ikan tersebut. Mereka memasang tali, jaring dan perangkap serta menggali lubang ke arah tempat air yang sudah mereka buat untuk menampung ikan-ikan yang dihanyutkan oleh air laut. Sehingga kalau ikan-ikan itu sudah berada di dalam lubang itu, mereka tidak dapat keluar lagi untuk kembali ke laut.
Mereka pun memasangnya pada hari Jumat. Ketika ikan-ikan datang dan terperangkap pada hari Sabtu, mereka menutup jalur menuju laut sehingga ikan-ikan itu terperangkap. Setelah lewat hari Sabtu, mereka mengambil ikan-ikan tersebut.
Akhirnya Allah Taala murka dan melaknat mereka karena perbuatan yang mereka lakukan untuk melanggar perintah-Nya serta apa yang diharamkan-Nya dengan sebuah tipu muslihat (hiyal).
Secara kasat mata, seolah-olah mereka tidak berbuat apa-apa, padahal mereka telah melakukannya.
Kisah Ashab al-Sabt ini diabadikan dalam Al-Qur-an.
''Dan, tanyakanlah kepada Bani Israil tentang negeri yang terletak di dekat laut ketika mereka melanggar aturan pada hari Sabtu, di waktu datang kepada mereka ikan-ikan (yang berada di sekitar) mereka terapung-apung di permukaan air, dan di hari-hari yang bukan Sabtu, ikan-ikan itu tidak datang kepada mereka. Demikianlah Kami mencoba mereka disebabkan mereka berlaku fasik.'' ( QS Al-A'raaf : 163)
Kefasikan merekalah yang menyebabkan mereka diuji Allah. Seandainya mereka tidak melanggar ketaatan kepada Allah niscaya Allah maafkan mereka, tidak menghadapkan mereka kepada bala dan kejelekan.
Akhirnya, mereka melakukan tipu muslihat untuk menangkapnya. Setelah ada sebagian dari mereka menangkap ikan-ikan tersebut, terpecahlah mereka menjadi tiga; sebagian melakukannya, sebagian lagi mengingkari perbuatan mereka itu, dan yang lain tidak mengerjakan, tidak pula mencegah, tapi mereka mengingkari perbuatan tersebut.
Allah berfirman dengan menjelaskan azab yang menimpa mereka.
Ibnu Katsir dalam tafsirnya berpendapat, mereka adalah penduduk Elat (Ailah, Elia) merupakan sebuah desa yang berada di antara Madyan dan Ath-Thur (eltor), di dekat Teluk Aqabah dan pesisir Laut Merah.
Daerah ini adalah negeri yang subur dengan kurma dan hasil laut berupa ikan yang berlimpah. Kota ini merupakan batas pertama wilayah Hijaz. Penduduknya terdiri dari berbagai ras. Kota ini termasuk batas kerajaan Romawi zaman dahulu.
Dahulu, Allah memerintahkan mereka mencurahkan tenaga, pikiran dan waktu untuk hari Jumat. Tapi mereka mengatakan: “Kami akan berusaha untuk hari Sabtu, karena Allah selesai mencipta pada hari Sabtu.”
Akhirnya ditetapkanlah bagi mereka hari Sabtu.
Konon, mereka masih berpegang dengan ajaran Taurat dalam menghormati hari Sabtu di masa itu. Waktu itu, mereka diharamkan melakukan usaha dalam bentuk apa pun.
Pada hari itu, ikan-ikan banyak berenang dari laut ke tempat mereka dengan tenang dan aman tanpa diganggu sedikitpun. Tapi pada selain hari Sabtu, ikan-ikan itu tidak pernah datang lagi.
Melihat hal ini, merekapun melakukan tipu muslihat agar dapat menangkap ikan-ikan tersebut. Mereka memasang tali, jaring dan perangkap serta menggali lubang ke arah tempat air yang sudah mereka buat untuk menampung ikan-ikan yang dihanyutkan oleh air laut. Sehingga kalau ikan-ikan itu sudah berada di dalam lubang itu, mereka tidak dapat keluar lagi untuk kembali ke laut.
Mereka pun memasangnya pada hari Jumat. Ketika ikan-ikan datang dan terperangkap pada hari Sabtu, mereka menutup jalur menuju laut sehingga ikan-ikan itu terperangkap. Setelah lewat hari Sabtu, mereka mengambil ikan-ikan tersebut.
Akhirnya Allah Taala murka dan melaknat mereka karena perbuatan yang mereka lakukan untuk melanggar perintah-Nya serta apa yang diharamkan-Nya dengan sebuah tipu muslihat (hiyal).
Secara kasat mata, seolah-olah mereka tidak berbuat apa-apa, padahal mereka telah melakukannya.
Kisah Ashab al-Sabt ini diabadikan dalam Al-Qur-an.
وَسْـَٔلْهُمْ عَنِ ٱلْقَرْيَةِ ٱلَّتِى كَانَتْ حَاضِرَةَ ٱلْبَحْرِ إِذْ يَعْدُونَ فِى ٱلسَّبْتِ إِذْ تَأْتِيهِمْ حِيتَانُهُمْ يَوْمَ سَبْتِهِمْ شُرَّعًا وَيَوْمَ لَا يَسْبِتُونَ ۙ لَا تَأْتِيهِمْ ۚ كَذَٰلِكَ نَبْلُوهُم بِمَا كَانُوا۟ يَفْسُقُونَ
''Dan, tanyakanlah kepada Bani Israil tentang negeri yang terletak di dekat laut ketika mereka melanggar aturan pada hari Sabtu, di waktu datang kepada mereka ikan-ikan (yang berada di sekitar) mereka terapung-apung di permukaan air, dan di hari-hari yang bukan Sabtu, ikan-ikan itu tidak datang kepada mereka. Demikianlah Kami mencoba mereka disebabkan mereka berlaku fasik.'' ( QS Al-A'raaf : 163)
Kefasikan merekalah yang menyebabkan mereka diuji Allah. Seandainya mereka tidak melanggar ketaatan kepada Allah niscaya Allah maafkan mereka, tidak menghadapkan mereka kepada bala dan kejelekan.
Akhirnya, mereka melakukan tipu muslihat untuk menangkapnya. Setelah ada sebagian dari mereka menangkap ikan-ikan tersebut, terpecahlah mereka menjadi tiga; sebagian melakukannya, sebagian lagi mengingkari perbuatan mereka itu, dan yang lain tidak mengerjakan, tidak pula mencegah, tapi mereka mengingkari perbuatan tersebut.
Allah berfirman dengan menjelaskan azab yang menimpa mereka.
{وَإِذْ قَالَتْ أُمَّةٌ مِنْهُمْ لِمَ تَعِظُونَ قَوْمًا اللَّهُ مُهْلِكُهُمْ أَوْ مُعَذِّبُهُمْ عَذَابًا شَدِيدًا قَالُوا مَعْذِرَةً إِلَى رَبِّكُمْ وَلَعَلَّهُمْ يَتَّقُونَ (164) فَلَمَّا نَسُوا مَا ذُكِّرُوا بِهِ أَنْجَيْنَا الَّذِينَ يَنْهَوْنَ عَنِ السُّوءِ وَأَخَذْنَا الَّذِينَ ظَلَمُوا بِعَذَابٍ بَئِيسٍ بِمَا كَانُوا يَفْسُقُونَ (165) فَلَمَّا عَتَوْا عَنْ مَا نُهُوا عَنْهُ قُلْنَا لَهُمْ كُونُوا قِرَدَةً خَاسِئِينَ (166) }
Lihat Juga :