Bolehkah Meminta Memindahkan Hujan dengan Cara Bertawasul?
Kamis, 24 Maret 2022 - 14:32 WIB
Tg DR Miftah el-Banjary MA
Pakar Ilmu Linguistik Arab,
Pimpinan Majelis Dalail Khairat Indonesia-Malaysia
Persoalan meminta agar diturunkan hujan memang jelas hukum kebolehannya di dalam Islam. Bahkan, Nabi shallallahu 'alaihi wasallam (SAW) sendiri mengajarkan cara dan doanya, di antaranya dengan sholat Istisqa; sholat sunnah khusus meminta hujan.
Akan tetapi persoalannya, bahwa dalam meminta hujan tersebut apakah boleh meminta dengan cara bertawasul meminta doakan pada seseorang atau harus berdoa langsung pada Allah?
Dalam pandangan Ahlus Sunnah wal Jama'ah, tentu menyepakati dalil bolehnya bertawasul, baik bertawasul dengan amal ibadah atau melalui perantara doa orang saleh, sebagaimana firman Allah:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَابْتَغُوا إِلَيْهِ الْوَسِيلَةَ وَجَاهِدُوا فِي سَبِيلِهِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ. (المائدة: ٣٥)
Artinya: "Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan carilah jalan atau wasilah yang mendekatkan diri kepada-Nya, dan berjihadlah pada jalan-Nya, supaya kamu mendapat keberuntungan." (QS. Al Maidah: 35)
Menurut Imam Ibn Katsir dalam Kitab "Tafsir al Qur'an al Azhim (II/52) dan Imam Fakhrudin ar-Razi dalam at Tafsir al Kabir (Jilid VI, 11/173), arti wasilah dalam ayat tersebut adalah:
هي التي يتوصل بها إلى تحصيل المقصود
"Suatu perkara atau media yang dengannya orang bisa mendapatkan apa yang dituju."
Adapun orang yang menggunakan suatu media atau wasilah agar dekat kepada Allah, maka disebut mutawassil (orang yang bertawasul). Sayyid Muhammad bin Alawi bin Abbas al Maliki al Makki dalam kitabnya Mafahim Yajib 'an Tushahah (126) menyatakan bahwa wasilah dalam ayat tersebut bersifat 'Aam atau umum, meliputi tawasul baik dengan dzat, amal kebaikan, dan selainnya, sebagaimana diterangkan:
ولفظ الوسيلة عام في الأية كما ترى فهو شامل للتوسل بالذوات الفاضلة من الأنبياء والصالحين في الحياة وبعد الممات وبالأعمال الصالحة
"Lafal wasilah dalam ayat tersebut bersifat 'Aam sebagaimna kalian lihat, dan itu mencakup tawasul dengan Dzat-dzat yang mulia, seperti tawasul dengan para Nabi dan orang-orang shaleh baik saat mereka hidup ataupun sudah wafat, dan (juga mencakup tawasul) dengan amal-amal saleh."
Tawasul terhadap orang-orang saleh yang masih hidup maupun telah wafat pun diperbolehkan, sebab kewafatan orang shaleh pada hakikatnya mereka masih hidup, sebagaimana firman Allah pada Surat Al-Baqarah Ayat 154:
وَلَا تَقُولُوا لِمَن يُقْتَلُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ أَمْوَاتٌ ۚ بَلْ أَحْيَاءٌ وَلَٰكِن لَّا تَشْعُرُونَ
"Janganlah kamu katakan mereka yang diwafatkan di jalan Allah itu mereka mati, bahkan mereka hidup, sementara kalian tidak menyadarinya." (QS Al-Baqarah: 154)
Kembali pada persoalan antara kebolehan meminta hujan atau memindahkan hujan dengan cara bertawasul melalui doa orang shaleh yang masih hidup apakah ada contohnya di zaman Nabi?
Pada zaman Rasulullah pernah terjadi kemarau panjang, kemudian datanglah seorang Arab Badui menemui Nabi seraya berkata: "Wahai Rasulullah, sungguh mati hewan-hewan ternak kami, disebabkan tidak ada turunnya hujan, mintakanlah pada Rabb-mu agar menurunkan hujan."
Lantas Rasulullah SAW mengangkat kedua tangannya dan berdoa. Seketika awan mendung dan hujan pun turun dengan derasnya. Kota Madinah diguyur hujan selama kurang lebih satu pekan.
Pakar Ilmu Linguistik Arab,
Pimpinan Majelis Dalail Khairat Indonesia-Malaysia
Persoalan meminta agar diturunkan hujan memang jelas hukum kebolehannya di dalam Islam. Bahkan, Nabi shallallahu 'alaihi wasallam (SAW) sendiri mengajarkan cara dan doanya, di antaranya dengan sholat Istisqa; sholat sunnah khusus meminta hujan.
Akan tetapi persoalannya, bahwa dalam meminta hujan tersebut apakah boleh meminta dengan cara bertawasul meminta doakan pada seseorang atau harus berdoa langsung pada Allah?
Dalam pandangan Ahlus Sunnah wal Jama'ah, tentu menyepakati dalil bolehnya bertawasul, baik bertawasul dengan amal ibadah atau melalui perantara doa orang saleh, sebagaimana firman Allah:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَابْتَغُوا إِلَيْهِ الْوَسِيلَةَ وَجَاهِدُوا فِي سَبِيلِهِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ. (المائدة: ٣٥)
Artinya: "Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan carilah jalan atau wasilah yang mendekatkan diri kepada-Nya, dan berjihadlah pada jalan-Nya, supaya kamu mendapat keberuntungan." (QS. Al Maidah: 35)
Menurut Imam Ibn Katsir dalam Kitab "Tafsir al Qur'an al Azhim (II/52) dan Imam Fakhrudin ar-Razi dalam at Tafsir al Kabir (Jilid VI, 11/173), arti wasilah dalam ayat tersebut adalah:
هي التي يتوصل بها إلى تحصيل المقصود
"Suatu perkara atau media yang dengannya orang bisa mendapatkan apa yang dituju."
Adapun orang yang menggunakan suatu media atau wasilah agar dekat kepada Allah, maka disebut mutawassil (orang yang bertawasul). Sayyid Muhammad bin Alawi bin Abbas al Maliki al Makki dalam kitabnya Mafahim Yajib 'an Tushahah (126) menyatakan bahwa wasilah dalam ayat tersebut bersifat 'Aam atau umum, meliputi tawasul baik dengan dzat, amal kebaikan, dan selainnya, sebagaimana diterangkan:
ولفظ الوسيلة عام في الأية كما ترى فهو شامل للتوسل بالذوات الفاضلة من الأنبياء والصالحين في الحياة وبعد الممات وبالأعمال الصالحة
"Lafal wasilah dalam ayat tersebut bersifat 'Aam sebagaimna kalian lihat, dan itu mencakup tawasul dengan Dzat-dzat yang mulia, seperti tawasul dengan para Nabi dan orang-orang shaleh baik saat mereka hidup ataupun sudah wafat, dan (juga mencakup tawasul) dengan amal-amal saleh."
Tawasul terhadap orang-orang saleh yang masih hidup maupun telah wafat pun diperbolehkan, sebab kewafatan orang shaleh pada hakikatnya mereka masih hidup, sebagaimana firman Allah pada Surat Al-Baqarah Ayat 154:
وَلَا تَقُولُوا لِمَن يُقْتَلُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ أَمْوَاتٌ ۚ بَلْ أَحْيَاءٌ وَلَٰكِن لَّا تَشْعُرُونَ
"Janganlah kamu katakan mereka yang diwafatkan di jalan Allah itu mereka mati, bahkan mereka hidup, sementara kalian tidak menyadarinya." (QS Al-Baqarah: 154)
Kembali pada persoalan antara kebolehan meminta hujan atau memindahkan hujan dengan cara bertawasul melalui doa orang shaleh yang masih hidup apakah ada contohnya di zaman Nabi?
Pada zaman Rasulullah pernah terjadi kemarau panjang, kemudian datanglah seorang Arab Badui menemui Nabi seraya berkata: "Wahai Rasulullah, sungguh mati hewan-hewan ternak kami, disebabkan tidak ada turunnya hujan, mintakanlah pada Rabb-mu agar menurunkan hujan."
Lantas Rasulullah SAW mengangkat kedua tangannya dan berdoa. Seketika awan mendung dan hujan pun turun dengan derasnya. Kota Madinah diguyur hujan selama kurang lebih satu pekan.