Memasuki Ramadhan, Pesan Haedar: Puasa Harus Jadi Mi’raj Rohani

Jum'at, 24 April 2020 - 15:13 WIB
Insya’Allah dengan penghayatan rohani yang mendalam puasa kita akan sampai pada tangga takwa. Foto/m.muhammadiyah
JAKARTA - Ketua Umum PP Muhammadiyah, Haedar Nashir, mengingatkan puasa adalah perjalanan rohaniah yang tertingi, bagi setiap muslim yang berpuasa. Puasa bukan sekadar menahan makan, minum, dan pemenuhan nafsu biologis sebagaimana menjadi rukun syariat.

"Lebih dari itu puasa harus punya makna al-imsak dalam makna yang sesungguhnya, yakni menahan diri dari segala godaan duniawai sehingga kita menjadi orang-orang yang washatiyah, orang yang secukupnya dalam hidup," ujarnya, dalam pesan Ramadhan yang dipublikasikan di laman resmi Muhammadiyah, Jumat (24/4/2020).

Haedar mengatakan berpuasa merupakan suatu kewajiban sebagaimana perintah Allah, Yaa ayyuhaa alladziina aamanuu kutiba ‘alaykumu alshshiyaamu kamaa kutiba ‘alaa alladziina min qablikum la’allakum tattaquuna”,(Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan kepadamu berpuasa sebagaimana telah diwajibkan bagi umat sebelummu agar engkau menjadi orang-orang yang bertaqwa, QS. Al-Baqarah: 183).

Orang yang berpuasa disebutkan La’allakum tattaquun, agar engkau semakin bertakwa. Takwa adalah wiqoyah (kewaspadaan) lahir dan batin untuk selalu khasyah kepada Allah, takut kepada Allah, menjalankan segala perintahnya, menjauhi segala larangannya dan tentu lebih jauh lagi kita ingin dijaga dari siksa neraka.

Dalam situasi tahun ini ketika wabah Covid-19 melanda dunia, termasuk Indonesia, menurut Haedar, ada rukhsah bagi kaum muslimin untuk menjalankan puasa. "Secara umum bagi mereka yang mampu tunaikanlah puasa itu sebagaimana mestinya. Tapi bagi mereka yang sakit atau yang tidak mampu atau tidak kuat, sebagaimana yang diajarkan dalam Al-Qur’an, boleh untuk mengganti dihari lain atau fidyah," ujarnya.

Bagi umat Islam, puasa harus betul-betul menjadi mi’raj rohani, yang pertama harus selalu taqarrub ilallah, semakin membuat kita dekat kepada-Nya. Orang berpuasa adalah orang yang tauhidnya kuat, karena siapa yang tahu orang yang berpuasa dia bisa batal karena sesuatu yang orang tidak mengetahuinya, tetapi orang yang berpuasa dengan tauhid yang kuat dia tidak akan melakukannya.

Dengan taqarrub ilallah kita punya jiwa muroqobah selalu merasa dekat dan diawasi Allah sehingga dampak positif dari orang yang berpuasa dia akan selalu lurus hidupnya, selalu berbuat baik dan menjauhi hal-hal yang menyimpang dan dilarang hatta (bahkan) disaat dia punya kesempatan. Karena orang yang berpuasa adalah orang yang pertalian rohaninya selalu langsung kepada Allah.

Kedua, orang-orang yang berpuasa adalah orang yang mampu menaklukan hawa nafsu yang ada dalam dirinya. Al-imsak itu maknanya adalah menahan diri. Menahan diri dari makan, minum, dan pemenuhan nafsu biologis adalah simbol dari manusia yang berpuasa, Ia mampu mengkrangkeng hawa nafsunya menyalurkannya dengan cara yang baik dan tidak membiarkannya liar.

Hawa nafsu kata Jalaludin Rumi, seorang sufi ternama adalah ibu dari semua berhala. Orang yang akan mampu menaklukan hawa nafsunya dialah yang berjihad akbar. Jika seseorang sudah bisa mengendalikan hawa nafsunya dia akan mampu mengendalikan kehidupan.

Ketiga, puasa Ramadan dalam situasi apapaun termasuk dalam suasana wabah Corona harus selalu menumbuhkan amal sholeh. Orang yang berpuasa adalah orang yang selalu berbanding lurus sikap hidupnya untuk berbuat kebajikan bagi orang banyak. Amal sholeh harus lahir dari orang yang berpuasa.

Suatu kali ada orang yang sedang memaki-maki hamba sahayanya lalu Nabi menyuruh orang itu untuk membatalkan puasanya. Dia berkata kepada Nabi, “Aku sedang berpuasa ya Rasul”. Lalu Rasul menjawab: Rub shoimin laisa min shiyamihi illal ju' wal 'ats,banyak orang yang berpuasa tapi tidak ada hasilnya kecuali lapar dan dahaga.

Puasa orang itu, ketika dia memaki-maki orang lain tidak membekas di dalam jiwa ruhaninya. Orang yang berpuasa dengan beramal saleh dia akan memberi manfaat untuk orang banyak, sehingga puasanya tidak cukup untuk dirinya tetapi memberi kemaslahatan bagi sesama.

Keempat, puasa tentu juga tetap menumbuhkan semangat berilmu bagi kaum muslimin, tidak ada alasan orang yang berpuasa berhenti untuk mencari ilmu. Wahyu pertama risalah sebagai penanda pertama Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menerima wahyu adalah Iqra. “Iqro’ bismirobbikalladzii kholaq, kholaqol insaana min ‘alaq, iqro’ warobbukal akrom, alladzii ‘allama bil qolam, 'allamal insana ma lam ya’lam..”.Hampir semua mufasir mengatakan bahwa wahyu pertama turun di bulan Ramadhan sampai umat Islam kemudian memperingatinya dalam Nuzulul Qur’an.

"Maknanya adalah kita umat Islam harus menjadi insan-insan berilmu yang punya tradisi Iqra’ dan bulan Ramadhan mari kita jadikan sebagai bulan untuk terus mengasah diri kita dengan ilmu, kecerdasan untuk membangun peradaban yang utama," katanya.

Maka dalam suasana apapun termasuk dan lebih-lebih di saat kita menghadapi musibah, ujar Haedar, jadikan Ramadhan sebagai bulan untuk muhasabah. Bulan untuk muroqobah dan bulan untuk mujahadah. "Muhasabah selalu introspeksi diri kita, refleksi diri kita, siapa tahu kita dalam perjalanan hidup ini banyak berbuat kesalahan dan sedikit amal kebajikan. Muroqobah selalu dekat dengan Allah dan merasa diawasi Allah dan mujahadah selalu bersungguh-sungguh di dalam kehidupan," katanya.

Insya’Allah dengan penghayatan rohani yang mendalam seperti itu puasa kita akan sampai pada tangga takwa, La’allakum tattaquun.
(mhy)
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
cover top ayah
مَا قُلۡتُ لَهُمۡ اِلَّا مَاۤ اَمَرۡتَنِىۡ بِهٖۤ اَنِ اعۡبُدُوا اللّٰهَ رَبِّىۡ وَرَبَّكُمۡ‌ۚ وَكُنۡتُ عَلَيۡهِمۡ شَهِيۡدًا مَّا دُمۡتُ فِيۡهِمۡ‌ۚ فَلَمَّا تَوَفَّيۡتَنِىۡ كُنۡتَ اَنۡتَ الرَّقِيۡبَ عَلَيۡهِمۡ‌ؕ وَاَنۡتَ عَلٰى كُلِّ شَىۡءٍ شَهِيۡدٌ‏ (١١٧) اِنۡ تُعَذِّبۡهُمۡ فَاِنَّهُمۡ عِبَادُكَ‌ۚ وَاِنۡ تَغۡفِرۡ لَهُمۡ فَاِنَّكَ اَنۡتَ الۡعَزِيۡزُ الۡحَكِيۡمُ (١١٨)
Aku (Isa) tidak pernah mengatakan kepada mereka kecuali apa yang Engkau perintahkan kepadaku (yaitu), Sembahlah Allah, Tuhanku dan Tuhanmu, dan aku menjadi saksi terhadap mereka, selama aku berada di tengah-tengah mereka. Maka setelah Engkau mewafatkan aku, Engkaulah yang mengawasi mereka. Dan Engkaulah Yang Maha Menyaksikan atas segala sesuatu. Jika Engkau menyiksa mereka, maka sesungguhnya mereka adalah hamba-hamba-Mu, dan jika Engkau mengampuni mereka, sesungguhnya Engkaulah Yang Mahaperkasa, Mahabijaksana.

(QS. Al-Maidah Ayat 117-118)
cover bottom ayah
Artikel Terkait
Al-Qur'an, Bacalah!
Rekomendasi
Terpopuler
Artikel Terkini More