KH Cholil Nafis: Jangan Sampai Ada Tetangga Tak Bisa Berbuka Puasa
Jum'at, 24 April 2020 - 17:11 WIB
Hari ini umat muslim di dunia termasuk Indonesia mulai menjalani puasa Ramadhan 1441 Hijriyah. Namun, tahun ini terasa berbeda karena berada di tengah pandemik Covid-19.
Pemerintah dan lembaga keagamaan seperti MUI, Nahdlatul Ulama (NU), Muhammadiyah dan organisasi keagamaan lainnya telah menganjurkan agar tradisi keagamaan di bulan Ramadhan dapat dilakukan di rumah. Biasanya, umat Islam memilih salat tarawih dan tadarus Qur'an di masjid atau mushalla, kini harus dilakukan di rumah bersama keluarga.
Ketua Komisi Dakwah dan Pengembangan Masyarakat Majelis Ulama Indonesia (MUI), KH Muchamad Cholil Nafis mengemukakan, momentum puasa di tengah wabah ini dapat dimanfaatkan untuk membangun keakraban dengan keluarga. "Hendaklah menjadi sarana membangun keakraban keluarga inti dan pendidikan lebih intensif dalam keluarga," tutur Kiai Cholil, Jumat (24/4/2020).
Namun demikian, kata Kiyai Cholil, bukan berarti keakraban dengan keluarga mengabaikan kesalehan sosial kepada orang lain. Kiyai Cholil menyatakan, banyak cara dan amalan yang bisa dilakukan umat Islam dalam berbagi di bulan Suci Ramadhan ini.
"Gerakan peduli tetangga (ikramul jaar). Jangan sampe ada tetangga yang tak bisa buka puasa," ungkapnya.
Sebelumnya, Kiyai Cholil dalam kajian daring dengan SINDOnews, menyerukan agar umat Islam menyambut Ramadhan dengan suka cita dan bahagia, meski berada di tengah wabah Corona. Bahkan, kata Kiyai, Nabi Muhammad diriwayatkan menyambut bulan suci ini dua bulan sebelumnya.
"Dari kata Rohaba artinya menyambut, makannya kalau orang Arab selalu mengucapkan Marhaban atau selamat datang (kepada tamunya)," ujar Kiyai Cholil.
Kemudian makna dari tarhib itu sendiri adalah menyambut suka cita kedatangan Ramadhan, karena Nabi Muhammad SAW pun menyambut datangnya bulan suci tersebut sejak dua bulan sebelumnya.
"Nabi sudah menyambut (Ramadhan) dua bulan sebelumnya. Iya, misalnya kita kedatangan orang yang kita cinta pasti akan disambut," ujarnya
Lebih lanjut, kata Kiai Cholil, yang dapat menyambut datangnya Ramadhan hanya orang-orang yang beriman karena merasa bahagia telah dipertemukan kembali dengan bulan suci. Namun, lain halnya jika seseorang merasa kurang senang, jika Ramadhan tiba.
Pemerintah dan lembaga keagamaan seperti MUI, Nahdlatul Ulama (NU), Muhammadiyah dan organisasi keagamaan lainnya telah menganjurkan agar tradisi keagamaan di bulan Ramadhan dapat dilakukan di rumah. Biasanya, umat Islam memilih salat tarawih dan tadarus Qur'an di masjid atau mushalla, kini harus dilakukan di rumah bersama keluarga.
Ketua Komisi Dakwah dan Pengembangan Masyarakat Majelis Ulama Indonesia (MUI), KH Muchamad Cholil Nafis mengemukakan, momentum puasa di tengah wabah ini dapat dimanfaatkan untuk membangun keakraban dengan keluarga. "Hendaklah menjadi sarana membangun keakraban keluarga inti dan pendidikan lebih intensif dalam keluarga," tutur Kiai Cholil, Jumat (24/4/2020).
Namun demikian, kata Kiyai Cholil, bukan berarti keakraban dengan keluarga mengabaikan kesalehan sosial kepada orang lain. Kiyai Cholil menyatakan, banyak cara dan amalan yang bisa dilakukan umat Islam dalam berbagi di bulan Suci Ramadhan ini.
"Gerakan peduli tetangga (ikramul jaar). Jangan sampe ada tetangga yang tak bisa buka puasa," ungkapnya.
Sebelumnya, Kiyai Cholil dalam kajian daring dengan SINDOnews, menyerukan agar umat Islam menyambut Ramadhan dengan suka cita dan bahagia, meski berada di tengah wabah Corona. Bahkan, kata Kiyai, Nabi Muhammad diriwayatkan menyambut bulan suci ini dua bulan sebelumnya.
"Dari kata Rohaba artinya menyambut, makannya kalau orang Arab selalu mengucapkan Marhaban atau selamat datang (kepada tamunya)," ujar Kiyai Cholil.
Kemudian makna dari tarhib itu sendiri adalah menyambut suka cita kedatangan Ramadhan, karena Nabi Muhammad SAW pun menyambut datangnya bulan suci tersebut sejak dua bulan sebelumnya.
"Nabi sudah menyambut (Ramadhan) dua bulan sebelumnya. Iya, misalnya kita kedatangan orang yang kita cinta pasti akan disambut," ujarnya
Lebih lanjut, kata Kiai Cholil, yang dapat menyambut datangnya Ramadhan hanya orang-orang yang beriman karena merasa bahagia telah dipertemukan kembali dengan bulan suci. Namun, lain halnya jika seseorang merasa kurang senang, jika Ramadhan tiba.
(rhs)