Zakat Profesi dalam Bingkai Sejarah Islam

Kamis, 07 April 2022 - 10:35 WIB
Zakat profesi tergolong jenis baru dalam kategorisasi harta yang wajib dikeluarkan zakatnya. Foto ilustrasi/Dok dompet dhuafa
Zakat bersinonim dengan sedekah wajib. Dalam Al-Qur’an katasedekahdalam berbagai bentuk dan derivasinya disebutkan sebanyak 154 kali. Dengan kata lain, zakat adalah sama dengan sedekah wajib (Q.S.At-Taubah:60).

Dalam ayat tersebut zakat diungkapkan dengan kata
إِنَّمَا الصَّدَقَاتُ
yang artinya adalah zakat.

Ustaz Dr. Muhandis Zuhri, dai yang berkhidmat di Dompet Dhuafa menguraikannya tentang zakat profesi ini sebagai berikut:

Sebagian ulama fiqh mengatakan bahwa sadaqah wajib dinamakan zakat , sedang sadaqah sunnah dinamakan infaq. Sebagian yang lain mengatakan infaq wajib dinamakan zakat, sedangkan infaq sunnah dinamakan shadaqah.





Zakat profesi tergolong jenis baru dalam kategorisasi harta yang wajib dikeluarkan zakatnya. Istilahprofesidalam terminologi Arab tidak ditemukan padanan katanya secara eksplisit. Hal ini terjadi karena bahasa Arab adalah bahasa yang sangat sedikit menyerap bahasa asing. Di negara Arab modern, istilahprofesiditerjemahkan dan dipopulerkan dengan dua kosakata bahasa Arab.

Pertama,al-mihnah
المهنة.
Kata ini sering dipakai untuk menunjuk pekerjaan yang lebih mengandalkan kinerja otak. Karena itu, kaum profesional disebutal-mihaniyyun
المهنيون
atauashab al-mihnah
أصحاب المهنة
.Misalnya, pengacara, penulis, dokter, konsultan hukum, pekerja kantoran, danlain sebagainya.

Kedua,al-hirfah
الحرفة
.Kata ini lebih sering dipakai untuk menunjuk jenis pekerjaan yang mengandalkan tangan atau tenaga otot. Misalnya, para pengrajin, tukang pandai besi, tukang jahit pada konveksi, buruh bangunan, dan lain sebagainya. Mereka disebutashab al-hirfah
أصحاب الحرفة


a. Zakat Profesi di kalangan Sahabat

Disebutkan bahwa Abu Ubaid dari Ibn Abbas tentang seorang laki-laki yang peroleh penghasilan “Ia mengeluarkan zakatnya pada hari ia memperolehnya”. Demikian pula diriwayatkan oleh Ibn Abi Syaibah. Hadis tersebut sahih dari Ibn Abbas. Dalam catatan lain bahwa Hurairah mengatakan bahwa Ibn Mas’ud mengeluarkan zakat pemberian yang ia terima sebesar duapuluh lima (25) dari seribu (1000).

Dalam al-Muwat-tho’ Imam Malik meriwayatkan dari Ibnu Syaib bahwa orang yang pertama kali mengenakan zakat dari pemberian adalah Mu’awiyah ibn Abi Sufyan. Sebagaimana kita ketahui beliau adalah khalifah dan penguasa umat Islam pada zaman penuh dengan kumpulan sahabat yang terhormat, yang apabila Mu’awiyah melanggar hadis Nabi atau Ijma’ yang dapat dipertanggungjawabkan, para sahabat tidak begitu saja akan mau diam. Sedang Abu Ubaid menyebutkan bahwa bila Umar memberikan gaji seseorang ia memungut zakatnya. Dengan demikian upah(‘ratib) adalah sesuatu yang diterima seseorang karena kerjanya, seperti gaji pegawai dan karyawan pada masa sekarang.

Imam Ahmad bin Hanbal, misalnya, dikisahkan pernah menghidupi dirinya dengan menyewakan rumahnya. Karena itu ia berpendapat bahwa seorang muslim yang menyewakan rumahnya dan nilai sewa mencapai nisab, maka ia harus mengeluarkan zakat tanpa perlu menunggu syarathaul(satu tahun). Menyewakan rumah di sini dapat dianalogikan dengan menyewakan tenaga atau keahlian. Sebab, menekuni profesi tertentu pada hakikatnya adalah menyewakan keahlian.

Jadi zakat profesi adalah zakat yang dipungut/diperolehdari upah/gaji/honorarium karyawan dan usaha profesional seperti penghasilan seorang dokter, insinyur, guru, advokat, seniman, penjahit dan lain-lain yang telah mencapai nisab.

b.Legitimasi Doktrinal

Jenis-jenis pendapatan frofesi harus dibayarkan zakatnya berdasarkan beberapa ayat, antara lain;

من طيبات ما كسبتمأنفقواآمنواالذينأيهايا
(QS.Al-Baqarah:268).

Kalimat
كسبتمما
bersifat umum mencakup seluruh penghasilan baik dari perdagangan, gaji maupun profesi lainnya. Berdasarkan ayat ini para ulama menetapkan zakat perniagaan(zakat‘arudh al-tijarah).

Karena itu, sangat relevan dan kontekstual kalau berdasarkan ayat ini juga ditetapkan zakat pendapatan berupa gaji maupun lainnya. Sedangkan barang-barang yang dizakati seperti disebutkan di dalam sunnah tidak lain merupakan praktek faktual yang dilakukan oleh Rasulullah dan kaum muslim generasi awal. Namun barang-barang yang wajib dizakati akan selalu berkembang, sejalan dengan dinamika peradaban muslim baik itu karena efek dari perluasan wilayah Islamtempo dulu, maupun efek dari kemoderenan zaman.

Ayat tersebut didukung oleh sejumlah hadis, antara lain:
Dapatkan berita terbaru, follow WhatsApp Channel SINDOnews sekarang juga!
Halaman :
Hadits of The Day
Dari Zaid bin Khalid Al Juhaini bahwasanya dia berkata, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam memimpin kami shalat Shubuh di Hudaibiyyah pada suatu malam sehabis turun hujan. Setelah selesai Beliau menghadapkan wajahnya kepada orang banyak lalu bersabda: Tahukah kalian apa yang sudah difirmankan oleh Rabb kalian? Orang-orang menjawab, Allah dan rasul-Nya lebih mengetahui. Beliau bersabda: Allah berfirman: Di pagi ini ada hamba-hamba Ku yang beriman kepada-Ku dan ada yang kafir, orang yang berkata bahwa Hujan turun kepada kita karena karunia Allah subhanahu wa ta'ala dan rahmat-Nya, maka dia adalah yang beriman kepada-Ku dan kafir kepada bintang-bintang. Adapun yang berkata bahwa Hujan turun disebabkan bintang ini atau itu, maka dia telah kafir kepada-Ku dan beriman kepada bintang-bintang.

(HR. Bukhari No. 801)
Artikel Terkait
Al-Qur'an, Bacalah!
Rekomendasi
Terpopuler
Artikel Terkini More