Kapan Lebaran? Ini Dalil Mengapa NU Selalu Ikuti Keputusan Pemerintah

Selasa, 26 April 2022 - 14:52 WIB
Berpartisipasi dalam Sidang Itsbat

Hasil penyelenggaraan rukyatul hilal di lapangan dilaporkan kepada PBNU. Dari laporan-laporan itu sesungguhnya NU sudah dapat mengambil keputusan tentang penentuan awal bulan, tetapi tidak segera diumumkan melainkan dilaporkan lebih dulu ke sidang itsbat, dengan tujuan agar keputusan itu berlaku bagi umat Islam di seluruh Indonesia.

Ketika para sahabat berhasil melihat hilal, tidak serta-merta mereka menetapkannya dan mengumumkan kepada masyarakat mendahului penetapan Rasulullah SAW.

Hasil rukyat dilaporkan kepada Rasulullah SAW. Selanjutnya beliau sebagai Rasul Allah maupun sebagai kepala negara menetapkannya. Sebagaimana tersebut dalam hadits:

“Dari Abdullah bin Umar ia berkata: orang-orang berusaha melihat hilal (melakukan rukyatulhilal) lalu saya memberitahu kepada Rasulullah SAW bahwa sesungguhnya saya telah melihat hilal, maka beliau berpuasa dan memerintahkan orang-orang agar supaya berpuasa”. (HR Abu Dawud, Daruquthni, dan Ibnu Hibban)



Hadits ini menunjukkan: 1. Tingginya semangat melaksanakan rukyat di kalangan para sahabat. 2. Para sahabat tidak memutuskan sendiri dan tidak mau mendahului Rasulullah SAW. 3. Itsbat sepenuhnya ada di tangan Rasulullah SAW, baik sebagai Rasul Allah, maupun sebagai kepala negara. 4. Itsbat Rasulullah SAW berlaku bagi semua kaum Muslimin dan mengatasi perbedaan yang mungkin timbul di kalangan sahabat Itsbat suatu terminologi fiqh untuk suatu penetapan negara tentang awal bulan Ramadhan, awal bulan Syawal, dan awal bulan Dzulhijjah.

Ahmad Ghazalie Masroeri mengatakan di Indonesia wewenang itsbat didelegasikan kepada Menteri Agama RI.

Menurut fiqh, katanya, itsbat harus didasarkan dalil rajih, yakni rukyatul hilal. Dalam mengambil itsbat, Menteri Agama RI menyelenggarakan sidang itsbat pada hari telah diselenggarakan rukyatul hilal, dan dihadiri anggota BHR, wakil-wakil Ormas Islam, pejabat-pejabat terkait, dan para duta dari negara-negara sahabat.

Dalam kesempatan ini, NU melaporkan hasil penyelenggaraan rukyatul hilal dan perhitungan hisabnya sebagai bentuk partisipasi dalam rangka itsbat. Menteri Agama RI dalam itsbatnya didasarkan atas dasar rukyatul hilal dan hisab.

Itsbat yang dikeluarkan oleh Menteri Agama RI berlaku bagi seluruh ummat Islam di seluruh NKRI tanpa terkecuali. Perbedaan yang mungkin terjadi harus sudah selesai ketika itsbat dikeluarkan, sesuai dengan tuntunan Rasulullah SAW dan para sahabat.

Ikhbar (Pemberitahuan)

Setelah dikeluarkan itsbat, maka NU mengeluarkan ikhbar tentang sikap NU mengenai penentuan awal bulan Ramadlan, awal bulan Syawal, dan awal bulan Dzulhijjah atas dasar rukyatul hilal yang didukung dengan hisab yang akurat sesuai dengan kriteria imkanur rukyat.

Ikhbar akan mempunyai daya dukung terhadap itsbat, jika Menteri Agama RI memutuskan atas dasar dalil rajih. Sebaliknya ikhbar berfungsi sebagai kritik atas itsbat yang tidak didasarkan pada dalil rajih.

Menurut Ahmad Ghazalie Masroeri, ikhbar adalah hak PBNU untuk menetapkan hasil rukyat yang dikeluarkan setelah itsbat, dan merupakan bimbingan terhadap warga NU, yang secara jam’iyyah (kelembagaan) harus dilaksanakan.



Dari paparan tersebut, Ahmad Ghazalie Masroeri menyimpulkan dapat dipahami bahwa penentuan awal bulan Qamariah, khususnya awal bulan Ramadhan, awal bulan Syawal, dan awal bulan Dzulhijjah dengan memperhatikan 4 aspek, yaitu: 1. Aspek Syar’i, dalam bentuk pelaksanaan rukyatul hilal. 2. Aspek Astronomis, dalam bentuk memperhatikan kriteria-kriteria imkanur rukyat tentang dzuhurul hilal (penampakan bulan sabit). 3. Aspek Geografis, dalam bentuk menerima rukyat nasional. 4. Aspek Politis, yakni aspek intervensi negara dalam bentuk itsbat dalam kerangka wawasan NKRI dan mengatasi perbedaan.
Dapatkan berita terbaru, follow WhatsApp Channel SINDOnews sekarang juga!
(mhy)
Halaman :
Hadits of The Day
Dari Handlalah bin Ali bahwa Mihjan bin Al Adra' telah menceritakan kepadanya, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam masuk ke dalam masjid, lalu beliau mendapati seorang laki-laki membaca tasyahud seusai shalat yang mengucapkan: Allahumma inni as'aluka Ya Allah Al Ahad As Shamad alladzii lam yalid wa lam yuulad walam yakul lahuu kufuwan ahad antaghfira lii dzunuubi innaka antal ghafuurur rakhiim (Ya Allah, sesungguhnya aku memohon kepada-Mu, Dzat yang Maha Esa, Dzat yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu, tiada beranak dan tidak pula diperanakkan dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia, semoga Engkau mengampuni dosa-dosaku, sesungguhnya Engkau adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.  Maka beliau bersabda: Sungguh dosa-dosanya telah di ampuni, Sungguh dosa-dosanya telah di ampuni, Sungguh dosa-dosanya telah di ampuni.

(HR. Sunan Abu Dawud No. 835)
Artikel Terkait
Al-Qur'an, Bacalah!
Rekomendasi
Terpopuler
Artikel Terkini More