Tak Ada Sholat Qabliyah dan Bakdiyah Sebelum dan Setelah Sholat Id
Minggu, 01 Mei 2022 - 19:36 WIB
Biasanya, pada sholat berjamaah memang ada azan dan iqamat berkumandang, sebagai pemberitahuan bahwa telah masuk waktu shalat. Namun tidak dengan shalat Id . "Dalam sholat idul fitri tidak ada azan dan iqamah. Juga tanpa shalat qabliyah dan ba’diyah," ujar Muhammad Saiyid Mahadhir dalam buku "Bekal Ramadhan dan Idul Fithri".
Sejak malam Id takbir sudah dikumandangkan berulang-ulang, semua bersuka cita menyambut datangnya hari raya Idul Fitri.
Demikian juga yang dilakukan di masa Rasulullah SAW , bahwa sholat Id memang dilaksanakan tanpa azan dan iqamah. Sebagaimana diriwayatkan dalam sebuah hadis riwayat Imam Muslim berikut ini
وعن جابر بن سمرة ” شهدت مع النبي صلى الله عليه وسلم العيدين غير مرة ولا مرتين بغير أذان ولا إقامة ” رواه مسلم
Dari sahabat Jabir bin Samrah berkata, ‘Aku menyaksikan dua hari raya (Idulfitri & Adha) bersama Nabi Muhammad SAW, tidak hanya sekali atau dua kali, tanpa azan dan iqamah’ (HR Muslim)
Sementara dalam hadis yang diriwayatkan Imam Bukhari juga disebutkan hal yang sama dengan redaksi yang berbeda
عن ابن عباس رضي الله عنهما قال : شهدت العيد مع رسول الله صلى الله عليه وسلم ومع أبي بكر وعمر وعثمان رضي الله عنهم فكلهم صلى قبل الخطبة بغير أذان ولا إقامة
Dari sahabat Ibnu Abbas berkata, ‘aku menyaksikan sholat Id bersama Rasulullah SAW, Abu Bakar, Umar dan Ustman. Mereka semua sholat sebelum melaksanakan khutbah tanpa adzan dan iqamah.
Ibnu Hajar mengatakan dalam Fathul Bari Syarh Shahih Bukhari, berdasarkan riwayat di atas dapat diketahui bahwa pada masa Nabi Muhammad SAW sholat Id dilakukan tanpa azan dan iqamat. Adapun yang sunnah adalah memanggil untuk jamaah sholat Id dengan al-shalaatu jaami’atun sebab diriwayatkan dari Zuhri bahwa dia memanggil dengan kalimat demikian.
Adapun riwayat dari Zuhri adalah hadis mursal yang diriwayatkan oleh Imam Syafi’i dalam kitab al-Umm dengan sanad yang lemah sebagaimana berikut:
Meriwayatkan seorang yang jujur dari al-Zuhri, berkata, “Tidak ada azan pada masa Nabi SAW, tidak juga Abu Bakar, tidak pula Umar, tidak pula Ustman pada hari raya Idulfitri dan adha. Hingga Muawiyah melakukannya di Syam dan Hajjaj di Madinah, ketika Zuhri melewati mereka, ia berkata, ‘Nabi Saw menyuruh muadzin pada hari Id (idulfitri/adha) untuk berkata, “al-shalaatu Jaami’ah.”
Menurut Imam Syafi’i , panggilan “al-shalaatu Jaami’ah” pada hadis dhaif di atas dianalogikan dengan sholat gerhana yang mana pada saat akan memulai sholat gerhana Nabi Muhammad mengatakan al-Shalaatu Jaami’ah sebagai tanda sholat akan didirikan sebagaimana terekam dalam hadis yang diriwayatkan Imam Bukhari dan Imam Muslim.
Berdasarkan hal tersebut menurut pendapat mayoritas ulama Syafi’iyah mengatalan bahwa azan adalah panggilan untuk shalat lima waktu sedangkan pada salat Id umat Islam menyambutnya tanpa perlu dipanggil, sebagai tanda suka cita akan datangnya hari raya idulfitri dengan memperbanyak membaca takbir sejak keluar dari rumah hingga sampai ke tempat salat Id.
Dalam suatu riwayat disebutkan:
كَانَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَخْرُجُ يَوْمَ الفِطْرِ فَيُكَبِّر حَتَّى يَأْتِيَ المُصَلَّى وَحَتَّى يَقْضِيَ الصَّلاَةَ فَإِذَا قَضَى الصَّلاَةَ ؛ قَطَعَ التَّكْبِيْر
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa keluar hendak shalat pada hari raya ‘Idul Fithri, lantas beliau bertakbir sampai di lapangan dan sampai salat hendak dilaksanakan. Ketika salat hendak dilaksanakan, beliau berhenti dari bertakbir.”
Tanpa Shalat Qabliyah dan Ba’diyah
Di dalam salat Id, juga tidak ada salat sunnah, baik qabliyah (sebelum) atau ba’diyah (sesudahnya).
Dasarnya adalah: Dari Ibnu Abbas ra, berkata: “Sesungguhnya Nabi SAW ketika melaksanakan shalat Id, beliau tidak melaksanakan salat apapun baik sebelum atau sesudahnya” (HR. Bukhari dan Muslim)
Namun dalam madzhab As-Syafi’i, menurut Muhammad Saiyid Mahadhir, khusus untuk makmum, maka hukumnya boleh-boleh saja shalat sunnah, baik sebelum maupun sesudahnya, baik di rumah ataupun di tempat di mana shalat hari raya dikerjakan, asalkan shalat sunnah tersebut tidak ada hubungannya dengan shalat sunnah hari raya.
Maka berdasarkan penjelasan ini jika shalat dilaksanakan di masjid, misalnya, boleh hukumnya shalat sunnah Tahiyyatul Masjid, atau boleh juga shalat duha sementara menunggu imam, atau boleh juga qadha shalat, dst.
Diduga bahwa tidak ada shalat sunnah sebelum dan sesudah dalam hadis itu maksudnya adalah shalat qabliyah dan ba’diyah, lebih khusus lagi hadis tersebut teruntuk bagi imam shalat hari raya, dimana imam disunnahkan datang belakangan setelah semua orang kumpul di masjid/lapangan, dan pada saat imam datang, maka takbiran dihentikan serta imam langsung memimpin shalat id tanpa harus terlebih dahulu shalat dua rakaat untuk Tahiyyatul Masjid.
Hal ini berdasarkan perilaku Rasulullah SAW:
Abu Said Al-Khudri berkata: “Hal pertama yang Rasulullah SAW kerjakan setelah keluar menuju mushalla (lapangan) pada hari raya Idul Fithri dan Idul Adha adalah shalat (maksudnya shalat id itu sendiri).
Namun dalam mazhab Hanbali makruh hukumnya meng-qadha shalat sebelum salat id, karena menurut Imam Ahmad ada kekhawatiran nanti orang-orang mengikutinya, pun demikian dengan shalat sunnah lainnya.
Begitu juga dalam mazhab Hanafi makruh hukumnya secara umum jika ada yang mengerjakan shalat sunnah sebelum atau setelah shalat Id.
Sejak malam Id takbir sudah dikumandangkan berulang-ulang, semua bersuka cita menyambut datangnya hari raya Idul Fitri.
Demikian juga yang dilakukan di masa Rasulullah SAW , bahwa sholat Id memang dilaksanakan tanpa azan dan iqamah. Sebagaimana diriwayatkan dalam sebuah hadis riwayat Imam Muslim berikut ini
وعن جابر بن سمرة ” شهدت مع النبي صلى الله عليه وسلم العيدين غير مرة ولا مرتين بغير أذان ولا إقامة ” رواه مسلم
Dari sahabat Jabir bin Samrah berkata, ‘Aku menyaksikan dua hari raya (Idulfitri & Adha) bersama Nabi Muhammad SAW, tidak hanya sekali atau dua kali, tanpa azan dan iqamah’ (HR Muslim)
Baca Juga
Sementara dalam hadis yang diriwayatkan Imam Bukhari juga disebutkan hal yang sama dengan redaksi yang berbeda
عن ابن عباس رضي الله عنهما قال : شهدت العيد مع رسول الله صلى الله عليه وسلم ومع أبي بكر وعمر وعثمان رضي الله عنهم فكلهم صلى قبل الخطبة بغير أذان ولا إقامة
Dari sahabat Ibnu Abbas berkata, ‘aku menyaksikan sholat Id bersama Rasulullah SAW, Abu Bakar, Umar dan Ustman. Mereka semua sholat sebelum melaksanakan khutbah tanpa adzan dan iqamah.
Ibnu Hajar mengatakan dalam Fathul Bari Syarh Shahih Bukhari, berdasarkan riwayat di atas dapat diketahui bahwa pada masa Nabi Muhammad SAW sholat Id dilakukan tanpa azan dan iqamat. Adapun yang sunnah adalah memanggil untuk jamaah sholat Id dengan al-shalaatu jaami’atun sebab diriwayatkan dari Zuhri bahwa dia memanggil dengan kalimat demikian.
Adapun riwayat dari Zuhri adalah hadis mursal yang diriwayatkan oleh Imam Syafi’i dalam kitab al-Umm dengan sanad yang lemah sebagaimana berikut:
Meriwayatkan seorang yang jujur dari al-Zuhri, berkata, “Tidak ada azan pada masa Nabi SAW, tidak juga Abu Bakar, tidak pula Umar, tidak pula Ustman pada hari raya Idulfitri dan adha. Hingga Muawiyah melakukannya di Syam dan Hajjaj di Madinah, ketika Zuhri melewati mereka, ia berkata, ‘Nabi Saw menyuruh muadzin pada hari Id (idulfitri/adha) untuk berkata, “al-shalaatu Jaami’ah.”
Menurut Imam Syafi’i , panggilan “al-shalaatu Jaami’ah” pada hadis dhaif di atas dianalogikan dengan sholat gerhana yang mana pada saat akan memulai sholat gerhana Nabi Muhammad mengatakan al-Shalaatu Jaami’ah sebagai tanda sholat akan didirikan sebagaimana terekam dalam hadis yang diriwayatkan Imam Bukhari dan Imam Muslim.
Berdasarkan hal tersebut menurut pendapat mayoritas ulama Syafi’iyah mengatalan bahwa azan adalah panggilan untuk shalat lima waktu sedangkan pada salat Id umat Islam menyambutnya tanpa perlu dipanggil, sebagai tanda suka cita akan datangnya hari raya idulfitri dengan memperbanyak membaca takbir sejak keluar dari rumah hingga sampai ke tempat salat Id.
Dalam suatu riwayat disebutkan:
كَانَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَخْرُجُ يَوْمَ الفِطْرِ فَيُكَبِّر حَتَّى يَأْتِيَ المُصَلَّى وَحَتَّى يَقْضِيَ الصَّلاَةَ فَإِذَا قَضَى الصَّلاَةَ ؛ قَطَعَ التَّكْبِيْر
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa keluar hendak shalat pada hari raya ‘Idul Fithri, lantas beliau bertakbir sampai di lapangan dan sampai salat hendak dilaksanakan. Ketika salat hendak dilaksanakan, beliau berhenti dari bertakbir.”
Tanpa Shalat Qabliyah dan Ba’diyah
Di dalam salat Id, juga tidak ada salat sunnah, baik qabliyah (sebelum) atau ba’diyah (sesudahnya).
Dasarnya adalah: Dari Ibnu Abbas ra, berkata: “Sesungguhnya Nabi SAW ketika melaksanakan shalat Id, beliau tidak melaksanakan salat apapun baik sebelum atau sesudahnya” (HR. Bukhari dan Muslim)
Namun dalam madzhab As-Syafi’i, menurut Muhammad Saiyid Mahadhir, khusus untuk makmum, maka hukumnya boleh-boleh saja shalat sunnah, baik sebelum maupun sesudahnya, baik di rumah ataupun di tempat di mana shalat hari raya dikerjakan, asalkan shalat sunnah tersebut tidak ada hubungannya dengan shalat sunnah hari raya.
Maka berdasarkan penjelasan ini jika shalat dilaksanakan di masjid, misalnya, boleh hukumnya shalat sunnah Tahiyyatul Masjid, atau boleh juga shalat duha sementara menunggu imam, atau boleh juga qadha shalat, dst.
Diduga bahwa tidak ada shalat sunnah sebelum dan sesudah dalam hadis itu maksudnya adalah shalat qabliyah dan ba’diyah, lebih khusus lagi hadis tersebut teruntuk bagi imam shalat hari raya, dimana imam disunnahkan datang belakangan setelah semua orang kumpul di masjid/lapangan, dan pada saat imam datang, maka takbiran dihentikan serta imam langsung memimpin shalat id tanpa harus terlebih dahulu shalat dua rakaat untuk Tahiyyatul Masjid.
Hal ini berdasarkan perilaku Rasulullah SAW:
Abu Said Al-Khudri berkata: “Hal pertama yang Rasulullah SAW kerjakan setelah keluar menuju mushalla (lapangan) pada hari raya Idul Fithri dan Idul Adha adalah shalat (maksudnya shalat id itu sendiri).
Namun dalam mazhab Hanbali makruh hukumnya meng-qadha shalat sebelum salat id, karena menurut Imam Ahmad ada kekhawatiran nanti orang-orang mengikutinya, pun demikian dengan shalat sunnah lainnya.
Begitu juga dalam mazhab Hanafi makruh hukumnya secara umum jika ada yang mengerjakan shalat sunnah sebelum atau setelah shalat Id.
(mhy)