Kisah Sayyidah Raihanah, Ketika Harus Memilih Jadi Budak atau Istri Rasulullah SAW
Senin, 09 Mei 2022 - 12:41 WIB
Raihanah binti Zaid bin Amr bin Khunafah radhiallahu ‘anha . Beliau adalah Yahudi dari Bani Nadhir. Pendapat lain menyebut beliau berasal dari Bani Quraizhah. Dan pendapat yang kedua itu yang paling banyak.
Dalam buku 150 Perempuan Shalihah karya Abu Malik Muhammad bin Hamid dikisahkan, Raihanah adalah seorang perempuan Yahudi yang pernah menolak lamaran dan ajakan Rasulullah SAW untuk memeluk Islam
Awalnya, Raihanah adalah istri dari seorang laki-laki Bani Quraizhah yang dikenal dengan al-Hakam. Suaminya sangat mencintainya. Memuliakan dan berbuat baik padanya. Raihanah pun seorang wanita cantik yang memiliki kedudukan terhormat di tengah kaumnya. Ia cerdas dan pandai menganalisis permasalahan.
Saat orang-orang Yahudi Bani Quraizhah mengkhinati perjanjian antara mereka dengan kaum muslimin, Rasulullah dan para sahabat menyerang mereka. Mereka berhasil dikalahkan sehingga kaum wanita mereka menjadi tawanan. Raihanah menjadi tawanan Rasulullah.
Mulanya Raihanah menolak memeluk Islam. Ia masih fanatik dengan agama Yahudi. Keadaan ini membuat Rasulullah tidak nyaman.
Rasulullah memanggil Tsa’labah bin Sa’yah dan menceritakan perihal penolakan Raihanah. Ibnu Sa'yah bertekad membantu Rasulullah meyakinkan Raihanah kepada ajaran Islam. Ia pergi menemui Raihanah dan mengatakan, "Jangan ikuti kaummu. Sesungguhnya mereka jatuh dalam perangkap Huyay bin Akhtab. Masuklah ke dalam agama Islam. Rasulullah memilihmu untuk dirinya."
Ibnu Sa'yah pun menjelaskan tentang Islam kepada Raihanah hingga ia mendapat hidayah masuk Islam. Ibnu Sa'yah kembali ke tempat Rasulullah SAW berada. Pada saat sedang bersama para sahabatnya, Rasulullah mendengar suara sandal. Beliau berkata, "Itu suara Ibnu Sa'yah yang datang untuk mengabarkan keislaman Raihanah."
"Ya Rasulullah, Raihanah telah masuk Islam," kata Ibnu Sa'yah.
Rasulullah bergembira dan memberi kegembiraan padanya untuk membebaskannya, menikahinya, dan mengenakan hijab untuknya.
إِنْ أَحْبَبْتِ أَنْ أُعْتِقَكِ، وَأَتَزَوَّجَكِ فَعَلْتُ، وَإِنْ أَحْبَبْتِ أَنْ تَكُونِي فِي مِلْكِي أَطَؤُكِ بِالْمِلْكِ فَعَلْتُ
“Kalau kau mau, aku akan memerdekakanmu. Kemudian menikahimu dan telah kulakukan. Tapi, jika kau lebih suka menjadi kepemilikanku akan aku turuti. Dan telah kulakukan.”
Raihanah menjawab,
يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّهُ أَخَفُّ عَلَيْكَ وَعَلَيَّ أَنْ أَكُونَ فِي مِلْكِكَ
“Wahai Rasulullah, sungguh lebih ringan untuk Anda dan untukku kalau aku berada di bawah kepemilikanmu.”
Beda Pendapat
Apakah Raihanah seorang Ummul Mukminin? Para ulama berbeda pendapat apakah Raihanah termasuk istri Rasulullah SAW ataukah budak beliau. Mereka yang berpendapat bahwa Raihanah ra adalah budak beliau berargumen dengan riwayat-riwayat yang menyebutkan bahwa Raihanah sendiri yang lebih memilih untuk menjadi budak beliau dibanding istri beliau.
Demikian juga diriwayatkan dari Ibnu Sirin (seoran tabi’in) bahwa ada seseorang menemui Raihanah ra. Orang tersebut berkata, “Sesungguhnya Allah tidak menghendakimu sebagai ibu dari orang-orang yang beriman.”
Raihanah menjawab, “(dengan demikian) engkau tidak Allah kehendaki menjadi anakku.”
Jawaban Raihanah ini sebagaimana disebut dalam buku "Nisa Ahlul Baits" karya Ahmad Khalil Jum’ah, menunjukkan bahwa ia bukanlah istri nabi.
Di antara sejarawan yang berpendapat bahwa Raihanah istri Nabi adalah al-Waqidi. Ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerdekakan Raihanah binti Zaid bin Amr bin Khunafah. Dan saat itu ia telah menikah. Suaminya mencintai dan memuliakannya.
Ia berkata, ‘Aku tidak akan minta dijaga (bersuamikan) siapapun setelahnya’.
Ia adalah seorang wanita yang cantik. Tatkala ia menjadi tawanan dari Bani Quraizah, ia dihadapkan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ia berkata, “Aku termasuk di antara orang yang dihadapkan padanya. Ia memerintahkan agar aku dipisah. Ia memiliki bagian dari setiap rampasan perang. Saat aku dipisah, Allah membuatku tunduk. Aku ditempatkan di rumah Ummul Mundzir binti Qais selama beberapa hari. Sampai eksekusi kepada pasukan Bani Quraizhah usai dan tawanan dipisahkan. Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam datang menemuiku. Aku merasa sangat malu. Beliau mendakwahiku di hadapannya. Beliau bersabda,
إِنِ اخْتَرْتِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ اخْتَارَكِ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِنَفْسِهِ
‘Jika kau memilih Allah dan Rasul-Nya, maka Rasul-Nya pun akan memilihmu untuk dirinya’.
Aku menjawab, ‘Sesungguhnya aku memilih Allah dan Rasul-Nya’.
Saat aku telah memeluk Islam, Rasulullah membebaskanku dan menikahiku. Ia memberi mahar senilai sepuluh uqiyah (1 uqiyah =119 gr) dan gandum. Sebagaimana ia memberi mahar istri-istrinya yang lain. Pesta pernikahan digelar di rumah Ummul Mundzir. Ia membagi hari-harinya sebagaimana yang ia lakukan untuk istri-istri yang lain. Kemudian mengenakan hijab untukku.” Rasulullah menikahi Raihanah pada bulan Muharram 6 Hijriah.
Dalam riwayat yang lain lagi dikisahkan bahwa Rasulullah sangat mencintai Raihanah. Beliau selalu memenuhi segala permintaannya. Sampai-sampai, Raihanah pernah berkata, "Jika aku meminta Rasulullah untuk memerdekakan Bani Quraizah, pasti Rasul akan melakukannya."
Al-Waqidi mengatakan, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengaguminya. Tidaklah ia meminta sesuatu pasti diberi. Ada yang berkata pada Raihanah, ‘Kalau saja kau meminta kepada Rasulullah untuk membebaskan Bani Quraizhah, pasti beliau akan membebaskan mereka’. Ia menjawab, ‘Ia belum bersamaku sampai semua tawanan dipisah’.
Raihanah dikenal sangat pencemburu. Rasulullah pernah menalaknya dengan talak satu karena sifatnya itu. Dia terus menerus menangis. Ketika Rasulullah masuk menemuinya, ia masih menangis. Kemudian, Rasulullah merujuknya.
Raihanah telah dianugerahkan kenikmatan yang besar dengan beberapa tahun berada dalam naungan rumah Nabi yang suci. Ia mengalami hidup bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Mendapatkan pemuliaan dan kedudukan di dunia serta tarbiyah ruhiyah. Bersama Nabi, ia merasa nyaman dengan petunjuk dan hidayah. Namun, kehidupannya di rumah nabawi tidak begitu lama.
Saat kepulangan dari haji wada’ tahun 10 H, Raihanah wafat. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memakamkannya di Pemakaman Baqi’.
Dalam buku 150 Perempuan Shalihah karya Abu Malik Muhammad bin Hamid dikisahkan, Raihanah adalah seorang perempuan Yahudi yang pernah menolak lamaran dan ajakan Rasulullah SAW untuk memeluk Islam
Awalnya, Raihanah adalah istri dari seorang laki-laki Bani Quraizhah yang dikenal dengan al-Hakam. Suaminya sangat mencintainya. Memuliakan dan berbuat baik padanya. Raihanah pun seorang wanita cantik yang memiliki kedudukan terhormat di tengah kaumnya. Ia cerdas dan pandai menganalisis permasalahan.
Saat orang-orang Yahudi Bani Quraizhah mengkhinati perjanjian antara mereka dengan kaum muslimin, Rasulullah dan para sahabat menyerang mereka. Mereka berhasil dikalahkan sehingga kaum wanita mereka menjadi tawanan. Raihanah menjadi tawanan Rasulullah.
Mulanya Raihanah menolak memeluk Islam. Ia masih fanatik dengan agama Yahudi. Keadaan ini membuat Rasulullah tidak nyaman.
Rasulullah memanggil Tsa’labah bin Sa’yah dan menceritakan perihal penolakan Raihanah. Ibnu Sa'yah bertekad membantu Rasulullah meyakinkan Raihanah kepada ajaran Islam. Ia pergi menemui Raihanah dan mengatakan, "Jangan ikuti kaummu. Sesungguhnya mereka jatuh dalam perangkap Huyay bin Akhtab. Masuklah ke dalam agama Islam. Rasulullah memilihmu untuk dirinya."
Ibnu Sa'yah pun menjelaskan tentang Islam kepada Raihanah hingga ia mendapat hidayah masuk Islam. Ibnu Sa'yah kembali ke tempat Rasulullah SAW berada. Pada saat sedang bersama para sahabatnya, Rasulullah mendengar suara sandal. Beliau berkata, "Itu suara Ibnu Sa'yah yang datang untuk mengabarkan keislaman Raihanah."
"Ya Rasulullah, Raihanah telah masuk Islam," kata Ibnu Sa'yah.
Rasulullah bergembira dan memberi kegembiraan padanya untuk membebaskannya, menikahinya, dan mengenakan hijab untuknya.
إِنْ أَحْبَبْتِ أَنْ أُعْتِقَكِ، وَأَتَزَوَّجَكِ فَعَلْتُ، وَإِنْ أَحْبَبْتِ أَنْ تَكُونِي فِي مِلْكِي أَطَؤُكِ بِالْمِلْكِ فَعَلْتُ
“Kalau kau mau, aku akan memerdekakanmu. Kemudian menikahimu dan telah kulakukan. Tapi, jika kau lebih suka menjadi kepemilikanku akan aku turuti. Dan telah kulakukan.”
Raihanah menjawab,
يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّهُ أَخَفُّ عَلَيْكَ وَعَلَيَّ أَنْ أَكُونَ فِي مِلْكِكَ
“Wahai Rasulullah, sungguh lebih ringan untuk Anda dan untukku kalau aku berada di bawah kepemilikanmu.”
Beda Pendapat
Apakah Raihanah seorang Ummul Mukminin? Para ulama berbeda pendapat apakah Raihanah termasuk istri Rasulullah SAW ataukah budak beliau. Mereka yang berpendapat bahwa Raihanah ra adalah budak beliau berargumen dengan riwayat-riwayat yang menyebutkan bahwa Raihanah sendiri yang lebih memilih untuk menjadi budak beliau dibanding istri beliau.
Demikian juga diriwayatkan dari Ibnu Sirin (seoran tabi’in) bahwa ada seseorang menemui Raihanah ra. Orang tersebut berkata, “Sesungguhnya Allah tidak menghendakimu sebagai ibu dari orang-orang yang beriman.”
Raihanah menjawab, “(dengan demikian) engkau tidak Allah kehendaki menjadi anakku.”
Jawaban Raihanah ini sebagaimana disebut dalam buku "Nisa Ahlul Baits" karya Ahmad Khalil Jum’ah, menunjukkan bahwa ia bukanlah istri nabi.
Di antara sejarawan yang berpendapat bahwa Raihanah istri Nabi adalah al-Waqidi. Ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerdekakan Raihanah binti Zaid bin Amr bin Khunafah. Dan saat itu ia telah menikah. Suaminya mencintai dan memuliakannya.
Ia berkata, ‘Aku tidak akan minta dijaga (bersuamikan) siapapun setelahnya’.
Ia adalah seorang wanita yang cantik. Tatkala ia menjadi tawanan dari Bani Quraizah, ia dihadapkan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ia berkata, “Aku termasuk di antara orang yang dihadapkan padanya. Ia memerintahkan agar aku dipisah. Ia memiliki bagian dari setiap rampasan perang. Saat aku dipisah, Allah membuatku tunduk. Aku ditempatkan di rumah Ummul Mundzir binti Qais selama beberapa hari. Sampai eksekusi kepada pasukan Bani Quraizhah usai dan tawanan dipisahkan. Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam datang menemuiku. Aku merasa sangat malu. Beliau mendakwahiku di hadapannya. Beliau bersabda,
إِنِ اخْتَرْتِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ اخْتَارَكِ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِنَفْسِهِ
‘Jika kau memilih Allah dan Rasul-Nya, maka Rasul-Nya pun akan memilihmu untuk dirinya’.
Aku menjawab, ‘Sesungguhnya aku memilih Allah dan Rasul-Nya’.
Saat aku telah memeluk Islam, Rasulullah membebaskanku dan menikahiku. Ia memberi mahar senilai sepuluh uqiyah (1 uqiyah =119 gr) dan gandum. Sebagaimana ia memberi mahar istri-istrinya yang lain. Pesta pernikahan digelar di rumah Ummul Mundzir. Ia membagi hari-harinya sebagaimana yang ia lakukan untuk istri-istri yang lain. Kemudian mengenakan hijab untukku.” Rasulullah menikahi Raihanah pada bulan Muharram 6 Hijriah.
Dalam riwayat yang lain lagi dikisahkan bahwa Rasulullah sangat mencintai Raihanah. Beliau selalu memenuhi segala permintaannya. Sampai-sampai, Raihanah pernah berkata, "Jika aku meminta Rasulullah untuk memerdekakan Bani Quraizah, pasti Rasul akan melakukannya."
Al-Waqidi mengatakan, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengaguminya. Tidaklah ia meminta sesuatu pasti diberi. Ada yang berkata pada Raihanah, ‘Kalau saja kau meminta kepada Rasulullah untuk membebaskan Bani Quraizhah, pasti beliau akan membebaskan mereka’. Ia menjawab, ‘Ia belum bersamaku sampai semua tawanan dipisah’.
Raihanah dikenal sangat pencemburu. Rasulullah pernah menalaknya dengan talak satu karena sifatnya itu. Dia terus menerus menangis. Ketika Rasulullah masuk menemuinya, ia masih menangis. Kemudian, Rasulullah merujuknya.
Raihanah telah dianugerahkan kenikmatan yang besar dengan beberapa tahun berada dalam naungan rumah Nabi yang suci. Ia mengalami hidup bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Mendapatkan pemuliaan dan kedudukan di dunia serta tarbiyah ruhiyah. Bersama Nabi, ia merasa nyaman dengan petunjuk dan hidayah. Namun, kehidupannya di rumah nabawi tidak begitu lama.
Saat kepulangan dari haji wada’ tahun 10 H, Raihanah wafat. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memakamkannya di Pemakaman Baqi’.
(mhy)