4 Perbedaan Kurban dan Zakat
Rabu, 08 Juni 2022 - 15:34 WIB
Ustaz Ahmad Sarwat Lc MA
Pengasuh Rumah Fiqih Indonesia
Ada banyak perbedaan antara kurban dengan zakat, meskipun juga ada banyak kesamaan. Namun yang perlu lebih digarisbawahi adalah perbedaannya. Setidaknya ada empat perbedaan di antara keduanya, yaitu:
1. Kurban Tidak Wajib, Zakat Wajib
Ibadah kurban menurut jumhur ulama hukumnya tidak wajib, bahkan meski seseorang sudah dianggap mampu dalam berkurban. Sedangkan zakat bagi yang mampu hukumnya wajib, bahkan zakat itu masuk ke dalam salah satu rukun Islam.
Mengingkari kewajiban zakat bisa sampai membuat seseorang off-side dari agama Islam. Kalau pun Mazhab Hanafi menyebut bahwa kurban itu hukumnya wajib, ternyata itu hanya istilah khas dalam mazhab itu. Padahal maksudnya kalau ditinjau secara istilah Mazhab Syafi'i, yang dibilang wajib itu adalah sunnah muakkadah. Khilaf-nya khilaf lafzhi saja, bukan hakiki.
2. Kurban Tidak Punya Sistem Amil
Konsep zakat punya sistem yang secara resmi dan official masuk ke dalam salah satu dari 8 asnaf zakat. Intinya dari 100 persen harta zakat, ada hak amil senilai 12,5%-nya.
Sedangkan kurban pada dasarnya tidak punya sistem keamilan. Kalau pun ada kepanitiaan yang kemudian disusun, jelas-jelas panitia tidak berhak untuk mendapatkan upah dari hewan kurban.
Kalau pun panitia mau uang lelah, harus diambil dari anggaran di luar tubuh hewan. Haram hukumnya panitia menjual kulit, kaki, kepala atau pun isi perut hewan kurban untuk dijadikan imbalan atau upah.
Maka ketika Ali bin Abi Thalib radhiyallhu 'anhu meminta jasa tukang jagal membantu menyembelihkan hewan kurban. Beliau pun mengeluarkan biaya sendiri di luar dari tubuh hewan kurban.
3. Kurban Kental Nuansa Ritualnya
Ibadah kurban itu sangat kental nuansa ritualnya, mulai dari jenis hewan, usia, hingga waktu untuk menyembelihnya. Kalau tidak memenuhi ketentuan ritual itu, maka tidak sah sebagai ibadah kurban berubah menjadi sedekah biasa.
Sebenarnya zakat pun sangat kuat nuansa ritualnya, namun para ulama banyak buka pintu untuk qiyas dalam zakat. Contoh sederhana, untuk zakat fithri, meski contoh dari Nabi bayarnya pakai gandum atau kurma, namun kita boleh mengqiyasnya dengan beras. Pokoknya bahan makanan pokok suatu negeri.
Bagaimana dengan hewan kurban? Bisakah diqiyas menjadi ikan, udang, cumi, ayam, bebek, lobster, atau kelinci? Jawabnya jelas tidak sah. Kurban itu dibatasi hanya kambing, sapi (kerbau) dan unta saja.
Jangankan beda hewan, bahkan meski kambing, sapi atau unta, tapi kalau usianya belum mencukupi, atau ada cacatnya, maka qurbannya menjadi tidak sah.
Apalagi hewan kurban diganti dengan pembagian nasi bungkus, mie, sembako atau sumbangan tunai berhadiah, jelas tidak sah sama sekali.
4. Kurban Boleh Dimakan Siapa Saja
Hewan kurban itu tidak terlarang dimakan oleh siapa pun. Mau orang kaya atau orang miskin, keduanya sama-sama boleh makan daging hewan kurban.
Bahkan orang yang berkurban pun boleh juga ikut makan dari daging hewan yang disembelihnya. Muslim atau bukan muslim, sama-sama boleh makan daging hewan kurban.
Pengasuh Rumah Fiqih Indonesia
Ada banyak perbedaan antara kurban dengan zakat, meskipun juga ada banyak kesamaan. Namun yang perlu lebih digarisbawahi adalah perbedaannya. Setidaknya ada empat perbedaan di antara keduanya, yaitu:
1. Kurban Tidak Wajib, Zakat Wajib
Ibadah kurban menurut jumhur ulama hukumnya tidak wajib, bahkan meski seseorang sudah dianggap mampu dalam berkurban. Sedangkan zakat bagi yang mampu hukumnya wajib, bahkan zakat itu masuk ke dalam salah satu rukun Islam.
Mengingkari kewajiban zakat bisa sampai membuat seseorang off-side dari agama Islam. Kalau pun Mazhab Hanafi menyebut bahwa kurban itu hukumnya wajib, ternyata itu hanya istilah khas dalam mazhab itu. Padahal maksudnya kalau ditinjau secara istilah Mazhab Syafi'i, yang dibilang wajib itu adalah sunnah muakkadah. Khilaf-nya khilaf lafzhi saja, bukan hakiki.
2. Kurban Tidak Punya Sistem Amil
Konsep zakat punya sistem yang secara resmi dan official masuk ke dalam salah satu dari 8 asnaf zakat. Intinya dari 100 persen harta zakat, ada hak amil senilai 12,5%-nya.
Sedangkan kurban pada dasarnya tidak punya sistem keamilan. Kalau pun ada kepanitiaan yang kemudian disusun, jelas-jelas panitia tidak berhak untuk mendapatkan upah dari hewan kurban.
Kalau pun panitia mau uang lelah, harus diambil dari anggaran di luar tubuh hewan. Haram hukumnya panitia menjual kulit, kaki, kepala atau pun isi perut hewan kurban untuk dijadikan imbalan atau upah.
Maka ketika Ali bin Abi Thalib radhiyallhu 'anhu meminta jasa tukang jagal membantu menyembelihkan hewan kurban. Beliau pun mengeluarkan biaya sendiri di luar dari tubuh hewan kurban.
3. Kurban Kental Nuansa Ritualnya
Ibadah kurban itu sangat kental nuansa ritualnya, mulai dari jenis hewan, usia, hingga waktu untuk menyembelihnya. Kalau tidak memenuhi ketentuan ritual itu, maka tidak sah sebagai ibadah kurban berubah menjadi sedekah biasa.
Sebenarnya zakat pun sangat kuat nuansa ritualnya, namun para ulama banyak buka pintu untuk qiyas dalam zakat. Contoh sederhana, untuk zakat fithri, meski contoh dari Nabi bayarnya pakai gandum atau kurma, namun kita boleh mengqiyasnya dengan beras. Pokoknya bahan makanan pokok suatu negeri.
Bagaimana dengan hewan kurban? Bisakah diqiyas menjadi ikan, udang, cumi, ayam, bebek, lobster, atau kelinci? Jawabnya jelas tidak sah. Kurban itu dibatasi hanya kambing, sapi (kerbau) dan unta saja.
Jangankan beda hewan, bahkan meski kambing, sapi atau unta, tapi kalau usianya belum mencukupi, atau ada cacatnya, maka qurbannya menjadi tidak sah.
Apalagi hewan kurban diganti dengan pembagian nasi bungkus, mie, sembako atau sumbangan tunai berhadiah, jelas tidak sah sama sekali.
4. Kurban Boleh Dimakan Siapa Saja
Hewan kurban itu tidak terlarang dimakan oleh siapa pun. Mau orang kaya atau orang miskin, keduanya sama-sama boleh makan daging hewan kurban.
Bahkan orang yang berkurban pun boleh juga ikut makan dari daging hewan yang disembelihnya. Muslim atau bukan muslim, sama-sama boleh makan daging hewan kurban.