Bolehkah Menikah di Bulan Dzulhijjah? Begini Penjelasannya
Selasa, 12 Juli 2022 - 09:33 WIB
Bolehkah menikah di bulan Dzulhijjah ? Pertanyaan ini masih banyak terjadi di kalangan umat, sehubungan keistimewaan bulan haji yang dianggap bulan baik untuk pernikahan. Pada dasarnya, Islam tidak mengenal bulan baik atau tidak baik dalam urusan pernikahan. Sebab dalam ketentuan syariat yang menjadi cara terbaik adalah melakukan pernikahan secepatnya dan sesuai aturan-aturan dalam agama.
Namun demikian, Allah telah menetapkan ada 12 bulan Qomariyah dalam setahun dan dalam bilangan bulan tersebut ada 4 bulan yang disebut sebagai bulan haram . Dinamakan bulan haram adalah haram untuk melakukan peperangan pada bulan tersebut.
Perhatikan firman Allah Ta'ala berikut:
“Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah ialah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kalian menganiaya diri kalian dalam bulan yang empat itu dan perangilah kaum musyrik itu semuanya sebagaimana mereka pun memerangi kalian semuanya; dan ketahuilah bahwa Allah beserta orang-orang yang bertakwa.” (QS At taubah: 36)
Ibnu Katsir dalam Tafsir Al Qur'an Al Azhim menjelaskan, Allah mengkhususkan 4 bulan, maka Allah menjadikannya haram dan mengagungkan kemuliaan-kemuliaannya, menjadikan dosa yang dilakukan pada bulan tersebut lebih besar dan begitu pula halnya dengan amal sholeh dan pahalanya .
Dari sekian banyak pendapat ulama, bulan Dzulhijjah menjadi bulan yang baik karena memiliki dua keistimewaan yaitu Dzulhijjah yang masuk dalam hari Idul Adha dan yang kedua adalah Dzulhijjah yang termasuk bulan haram.
Ini membuat sebelum dan sesudah lebaran haji yakni antara bulan Dzulqa’dah, Dzulhijjah serta Muharram menjadi bulan baik untuk niat yang baik seperti pernikahan. Dengan demikian, sebagaimana juga di bulan-bulan asyhurul hurum yang lain, pada bulan Dzulhijjah seluruh umat Muslim sangat dianjurkan untuk mengagungkan dengan memperbanyak melakukan ibadah kepada Allah, baik ibadah wajib maupun sunah, dan menjauhi segala bentuk perbuatan dosa yang dapat mengotori keagungan bulan Dzulhijjah tersebut. Termasuk ibadah tersebut salah satunya adalah menikah di bulan Dzulhijjah.
Semua Bulan Adalah Baik
Pada prinsipnya, tak ada larangan menikah di bulan tertentu dalam syariat Islam termasuk larangan melaksanakan pernikahan di bulan Dzulhijjah. Kalau dilaksanakan di bulan Dzulhijjah adalah baik, memang baik karena bulan tersebut termasuk salah satu dari 4 bulan yang haram dalam Islam, yang memiliki banyak keistimewaan.
Namun demikian, bukan berarti bulan-bulan lain dilarang atau tidak diperbolehkan untuk menikah. Kita dapat melihat keterangan ini dalam riwayat tentang pernikahan Rasulullah dengan Sayyidah Aisyah. Ketika itu, orang-orang menganggap makruh/mendatangkan kesialan jika menikah di bulan Syawal. Untuk menepis kepercayaan mereka Rasulullah menikahi Sayyidah Aisyah pada bulan Syawal.
Imam Nawawi Ketika mengomentari hadis yang menerangkan peristiwa tersebut beliau menjelaskan dalam kitab Syarh Al-Nawawi Ala Muslim,
"Siti Aisyah dengan perkataan ini, bermaksud menjawab apa yang terjadi pada masa jahiliyah dan apa yang dibayangkan sebagian orang awam pada saat itu bahwa makruh menikah, menikahkan atau berhubungan suami istri di bulan syawal, ini sebuah kebatilan yang tidak memiliki dasar. Ini adalah peninggalan orang jahiliyah yang menganggap sial bulan tersebut karena kata Syawal yang diambil dari Isyalah dan Raf̕’i (mengangkat). (Syarh Al-Nawawi Ala Muslim, hal: 209)
Kendati demikian, orang yang tidak mau melangsungkan pernikahan di bulan tertentu dan memilih waktu yang menurutnya tepat sesuai dengan kebiasaan yang berlaku tidaklah sepenuhnya salah. Asalkan, keyakinannya tetap bertumpu pada kepercayaan bahwa yang memberi pengaruh baik atau buruk adalah Allah. Perihal hari, tanggal dan bulan tertentu yang ditentukan itu hanya diperlakukan sebagai adat kebiasaan yang diketahui oleh manusia.
Dalam kitab Ghayatu Talkhishi Al-Murad min Fatawi ibn Ziyad, disebutkan,
Permasalahan: Apabila seorang bertanya kepada orang lain, apakah malam tertentu atau hari tertentu cocok untuk akad nikah atau pindah rumah? Maka tidak perlu dijawab, sebab syariat melarang meyakini hal yang demikian itu bahkan sangat menentang orang yang melakukannya. Dari Imam Syafii, Ibnul Farkah menyebutkan apabila ahli nujum berkata dan meyakini bahwa yang memengaruhi adalah Allah, dan Allah yang menjalankan kebiasaan bahwa terjadi di hari tersebut sedangkan yang memengaruhi adalah Allah, maka hal ini menurut saya tidak apa-apa, karena yang dicela apabila meyakini bahwa yang berpengaruh adalah nujum dan makhluk-makhluk. (Ghayatu Talkhishi Al-Murad min Fatawi ibn Ziyad, hal: 206)
Kita harus tetap berasumsi bahwa yang menentukan semuanya adalah Allah, lebih-lebih dalam hal ini yakni menentukan waktu pernikahan.
Wallahu A'lam
Namun demikian, Allah telah menetapkan ada 12 bulan Qomariyah dalam setahun dan dalam bilangan bulan tersebut ada 4 bulan yang disebut sebagai bulan haram . Dinamakan bulan haram adalah haram untuk melakukan peperangan pada bulan tersebut.
Perhatikan firman Allah Ta'ala berikut:
اِنَّ عِدَّةَ الشُّهُوۡرِ عِنۡدَ اللّٰهِ اثۡنَا عَشَرَ شَهۡرًا فِىۡ كِتٰبِ اللّٰهِ يَوۡمَ خَلَقَ السَّمٰوٰتِ وَالۡاَرۡضَ مِنۡهَاۤ اَرۡبَعَةٌ حُرُمٌ ؕ ذٰ لِكَ الدِّيۡنُ الۡقَيِّمُ ۙ فَلَا تَظۡلِمُوۡا فِيۡهِنَّ اَنۡفُسَكُمۡ ؕ وَقَاتِلُوا الۡمُشۡرِكِيۡنَ كَآفَّةً كَمَا يُقَاتِلُوۡنَكُمۡ كَآفَّةً ؕ وَاعۡلَمُوۡۤا اَنَّ اللّٰهَ مَعَ الۡمُتَّقِيۡنَ
“Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah ialah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kalian menganiaya diri kalian dalam bulan yang empat itu dan perangilah kaum musyrik itu semuanya sebagaimana mereka pun memerangi kalian semuanya; dan ketahuilah bahwa Allah beserta orang-orang yang bertakwa.” (QS At taubah: 36)
Ibnu Katsir dalam Tafsir Al Qur'an Al Azhim menjelaskan, Allah mengkhususkan 4 bulan, maka Allah menjadikannya haram dan mengagungkan kemuliaan-kemuliaannya, menjadikan dosa yang dilakukan pada bulan tersebut lebih besar dan begitu pula halnya dengan amal sholeh dan pahalanya .
Dari sekian banyak pendapat ulama, bulan Dzulhijjah menjadi bulan yang baik karena memiliki dua keistimewaan yaitu Dzulhijjah yang masuk dalam hari Idul Adha dan yang kedua adalah Dzulhijjah yang termasuk bulan haram.
Ini membuat sebelum dan sesudah lebaran haji yakni antara bulan Dzulqa’dah, Dzulhijjah serta Muharram menjadi bulan baik untuk niat yang baik seperti pernikahan. Dengan demikian, sebagaimana juga di bulan-bulan asyhurul hurum yang lain, pada bulan Dzulhijjah seluruh umat Muslim sangat dianjurkan untuk mengagungkan dengan memperbanyak melakukan ibadah kepada Allah, baik ibadah wajib maupun sunah, dan menjauhi segala bentuk perbuatan dosa yang dapat mengotori keagungan bulan Dzulhijjah tersebut. Termasuk ibadah tersebut salah satunya adalah menikah di bulan Dzulhijjah.
Semua Bulan Adalah Baik
Pada prinsipnya, tak ada larangan menikah di bulan tertentu dalam syariat Islam termasuk larangan melaksanakan pernikahan di bulan Dzulhijjah. Kalau dilaksanakan di bulan Dzulhijjah adalah baik, memang baik karena bulan tersebut termasuk salah satu dari 4 bulan yang haram dalam Islam, yang memiliki banyak keistimewaan.
Namun demikian, bukan berarti bulan-bulan lain dilarang atau tidak diperbolehkan untuk menikah. Kita dapat melihat keterangan ini dalam riwayat tentang pernikahan Rasulullah dengan Sayyidah Aisyah. Ketika itu, orang-orang menganggap makruh/mendatangkan kesialan jika menikah di bulan Syawal. Untuk menepis kepercayaan mereka Rasulullah menikahi Sayyidah Aisyah pada bulan Syawal.
Imam Nawawi Ketika mengomentari hadis yang menerangkan peristiwa tersebut beliau menjelaskan dalam kitab Syarh Al-Nawawi Ala Muslim,
"Siti Aisyah dengan perkataan ini, bermaksud menjawab apa yang terjadi pada masa jahiliyah dan apa yang dibayangkan sebagian orang awam pada saat itu bahwa makruh menikah, menikahkan atau berhubungan suami istri di bulan syawal, ini sebuah kebatilan yang tidak memiliki dasar. Ini adalah peninggalan orang jahiliyah yang menganggap sial bulan tersebut karena kata Syawal yang diambil dari Isyalah dan Raf̕’i (mengangkat). (Syarh Al-Nawawi Ala Muslim, hal: 209)
Kendati demikian, orang yang tidak mau melangsungkan pernikahan di bulan tertentu dan memilih waktu yang menurutnya tepat sesuai dengan kebiasaan yang berlaku tidaklah sepenuhnya salah. Asalkan, keyakinannya tetap bertumpu pada kepercayaan bahwa yang memberi pengaruh baik atau buruk adalah Allah. Perihal hari, tanggal dan bulan tertentu yang ditentukan itu hanya diperlakukan sebagai adat kebiasaan yang diketahui oleh manusia.
Dalam kitab Ghayatu Talkhishi Al-Murad min Fatawi ibn Ziyad, disebutkan,
Permasalahan: Apabila seorang bertanya kepada orang lain, apakah malam tertentu atau hari tertentu cocok untuk akad nikah atau pindah rumah? Maka tidak perlu dijawab, sebab syariat melarang meyakini hal yang demikian itu bahkan sangat menentang orang yang melakukannya. Dari Imam Syafii, Ibnul Farkah menyebutkan apabila ahli nujum berkata dan meyakini bahwa yang memengaruhi adalah Allah, dan Allah yang menjalankan kebiasaan bahwa terjadi di hari tersebut sedangkan yang memengaruhi adalah Allah, maka hal ini menurut saya tidak apa-apa, karena yang dicela apabila meyakini bahwa yang berpengaruh adalah nujum dan makhluk-makhluk. (Ghayatu Talkhishi Al-Murad min Fatawi ibn Ziyad, hal: 206)
Kita harus tetap berasumsi bahwa yang menentukan semuanya adalah Allah, lebih-lebih dalam hal ini yakni menentukan waktu pernikahan.
Wallahu A'lam
(wid)