Kisah Rasulullah SAW Pimpin 1.600 Orang Pasukan Serang Yahudi Khaibar
Senin, 25 Juli 2022 - 05:15 WIB
Perang Khaibar adalah pertempuran yang terjadi antara umat Islam yang dipimpin Nabi Muhammad SAW dengan umat Yahudi yang hidup di oasis Khaibar, sekitar 150 km dari Madinah, Arab Saudi atau sejauh tiga hari perjalanan dari Madinah. Pertempuran ini terjadi sekitar dua pekan dan berakhir dengan kemenangan umat Islam.
Muhammad Husain Haekal dalam bukunya yang berjudul "Sejarah Hidup Muhammad" memaparkan usai meneken perjanjian Hudaibiyah dengan kaum Quraish, Rasulullah mengirim utusan-utusannya kepada raja-raja agar memeluk Islam. Khawatir akan adanya pengkhianatan pihak Yahudi yang tinggal di sebelah utara Madinah , maka Rasulullah berencana menaklukkan kaum Yahudi yang hidup di oasis Khaibar.
Kala itu dari pihak Quraisy di sebelah selatan sudah aman. Tetapi dari sebelah utara beliau tidak akan merasa aman sekiranya nanti Raja Romawi, Heraclius atau Raja Persia, Kisra datang meminta bantuan Yahudi Khaibar, setelah menerima ajakan masuk Islam itu.
"Hal lainnya juga dendam lama dalam hati mereka itu akan bangkit kembali, akan mengingatkan mereka kepada Banu Quraidza, Banu Nadzir dan Banu Qainuqa, saudara-saudara mereka seagama yang sudah ditaklukkan pasukan Islam," tutur Haekal.
Menurut Haekal, perkampungan mereka oleh Rasulullah telah dikosongkan setelah dikepung dan terjadi pertempuran serta pertumpahan darah. Orang-orang Yahudi memusuhinya lebih sengit lagi daripada Quraisy, sebab mereka lebih bertahan dengan agama mereka itu daripada Quraisy.
Juga di kalangan mereka orang cerdik pandai lebih banyak daripada di kalangan Quraisy. Memang tidak mudah mengadakan perjanjian perdamaian dengan mereka seperti perdamaian Hudaibiyah. Juga kaum Yahudi tidak akan merasa tenang terhadap mereka melihat permusuhan yang terjadi dahulu, mereka sebagai pihak yang tidak pernah menang.
Wajar sekali mereka akan mengadakan pembalasan bila saja mereka mendapatkan bala bantuan dari pihak Heraclius. Inilah yang menurut Haekal, perlunya Rasulullah menumpas kekuasaan orang-orang Yahudi. Dengan begitu, mereka tidak akan bisa lagi mengadakan perlawanan di negeri-negeri Arab.
Dan hal ini harus cepat-cepat dilaksanakan, sebelum ada waktu yang cukup terluang buat mereka guna meminta bantuan pihak Ghatafan atau kabilah-kabilah lain yang membantu mereka dan sedang memusuhi Nabi Muhammad.
Surah Al-Fath
Lima belas hari atau sekitar sebulan, menurut sumber lain, sekembalinya dari Hudaibiyah, Rasulullah mengumumkan agar kaum muslim bersiap-siap untuk menyerbu Khaibar. Syaratnya mereka yang ikut hanya mereka yang ikut ke Hudaibiyah saja. Mereka juga harus sukarela tanpa ada rampasan perang yang akan dibagikan.
Sebanyak 1600 orang dengan seratus kavaleri, muslimin itu berangkat. Mereka semua percaya akan adanya pertolongan Allah SWT, mereka masih ingat akan firman Allah dalam Surah Al-Fath yang turun semasa Hudaibiyah.
"Orang-orang yang tinggal di belakang itu akan berkata ketika kamu berangkat mengambil harta rampasan perang: Biarlah kami turut bersama-sama kamu. Mereka hendak mengubah perintah Tuhan. Katakanlah: Kamu tidak akan turut bersama-sama kami. Begitulah Allah telah menyatakan sejak dulu. Nanti mereka akan berkata lagi: Tetapi kamu dengki kepada kami. Tidak. Mereka yang mengerti hanya sedikit saja." ( Qur'an, 48 : 15)
Jarak antara Khaibar dengan Madinah itu mereka tempuh dalam waktu tiga hari. Dengan tiada mereka rasakan ternyata malamnya mereka telah berada di depan perbentengan Khaibar.
Keesokan harinya pada saat pekerja-pekerja Khaibar berangkat kerja ke ladang-ladang dengan membawa sekop dan keranjang, setelah melihat pasukan Muslimin, mereka berlarian sambil berteriak-teriak: "Muhammad dengan pasukannya!"
Ketika mendengar suara mereka itu Rasul berkata: "Khaibar binasa. Apabila kami sampai di halaman golongan ini, maka pagi itu amat buruk buat mereka yang telah diberi peringatan itu."
Jalan Membebaskan Diri
Sejatinya, Yahudi Khaibar memang sudah menanti-nantikan kedatangan pasukan Rasulullah SAW. Mereka ingin mencari jalan membebaskan diri. Sebagian mereka ini ada yang menyarankan supaya cepat-cepat dibentuk sebuah blok, yang terdiri dari mereka dan Yahudi Wadi'l-Qura dan Taima, yang akan langsung menyerbu Yathrib (Madinah) tanpa menggantungkan diri kepada kabilah-kabilah Arab yang lain.
Sedangkan yang sebagian lagi berpendapat supaya masuk saja bersekutu dengan Rasul, kalau-kalau kebencian terhadap mereka dapat terhapus dari hati kaum Muslimin - terutama dari pihak Anshar - setelah dalam kenyataan Huyayy bin Akhtab dan segolongan Yahudi lainnya terlibat dalam usaha menghasut kabilah-kabilah Arab untuk menyerang Madinah dan secara kekerasan mengadakan Perang Parit.
Akan tetapi semangat kedua belah pihak sudah memuncak, sehingga sebelum terjadi perang, pihak Muslimin sudah lebih dulu berhasil menewaskan pemimpin-pemimpin Khaibar masing-masing Sallam bin Abi'l-Huqaiq dan Yasir ibn Razzam.
Oleh karena golongan Yahudi selalu mengadakan kontak dengan Ghatafan tatkala pertama kali tersiar berita Nabi Muhammad akan menyerang mereka, cepat-cepat mereka meminta bantuan kabilah-kabilah itu.
Koloni Israil
Mengenai Ghatafan ini, para ahli masih berbeda pendapat: Jadikah kabilah ini memberikan bala bantuan, ataukah pasukan Muslimin sudah memutuskan hubungan dengan Khaibar?
Lepas dari apakah Ghatafan ini sampai membantu pihak Yahudi atau malah menjauhkan diri setelah Nabi Muhammad menjanjikan hendak memberikan harta rampasan perang nanti, namun kenyataannya peperangan ini merupakan perang terbesar yang pernah terjadi; mengingat pula kelompok-kelompok Yahudi di Khaibar ini merupakan koloni Israil yang terkuat yang paling kaya dan paling besar pula persenjataannya.
Di samping itu, pihak muslim pun sudah yakin sekali, bahwa selama Yahudi tetap menjadi duri dalam daging seluruh jazirah, maka selama itu pula persaingan antara agama Musa as dengan Islam akan jadi panjang tanpa dapat mencapai suatu penyelesaian. Dengan demikian mereka terjun menyabung nyawa tanpa ragu-ragu lagi.
Sebaliknya, pihak Quraisy dan seluruh jazirah Arab berbaris menonton peperangan ini. Dari kalangan Quraisy sampai ada yang berani bertaruh mengenai kesudahan perang itu dan siapa pula yang akan menang. Kebanyakan Quraisy mengharapkan pihak Muslimin akan mengalami kehancuran, melihat kukuhnya benteng-benteng Khaibar yang sudah terkenal serta letaknya di atas batu-batu karang dan gunung, di samping pengalaman mereka yang cukup lama dalam medan perang.
Dengan persiapan senjata yang cukup, pasukan muslim berada di depan perbentengan Khaibar. Yahudi juga sedang berunding dengan sesama mereka.
Pemimpin mereka Sallam bin Misykam menyarankan, supaya harta-benda dan sanak keluarga mereka dimasukkan ke dalam benteng Watih dan Sulalim, bahan makanan dan perlengkapan dimasukkan ke dalam benteng Na'im, prajurit dan barisan penggempur dimasukkan ke dalam benteng Natat dan Sallam bin Misykam sendiri bersama-sama mereka, mengerahkan mereka dalam peperangan.
Akhirnya, pasukan kedua belah pihak sudah berhadap-hadapan di sekitar benteng Natat dan pertempuran pun meletus. Dalam perang ini Sallam bin Misykam tewas.
Pimpinan pasukan Yahudi pun digantikan Harith bin Abi Zainabin. Ia keluar dari benteng Na'im dengan maksud hendak menggempur pasukan Muslimin. Tetapi oleh Khazraj ia dapat dihalau dan dipaksa kembali mundur ke bentengnya.
Pihak muslim lalu memperketat kepungannya atas benteng-benteng Khaibar itu sedang pihak Yahudi mati-matian mempertahankan dengan keyakinan, bahwa kekalahan mereka menghadapi Rasulullah berarti suatu penumpasan terakhir terhadap Bani Israil di negeri-negeri Arabin.
Tugas Ali bin Abi Thalib
Perang Khaibar amat sengit. Rasulullah SAW menyerahkan bendera kepada Abu Bakar supaya memasuki benteng Na'im. Tetapi setelah terjadi pertempuran ia kembali tanpa berhasil menaklukkan benteng itu. Keesokan harinya pagi-pagi Rasul menugaskan Umar bin Khattab . Tetapi dia pun mengalami nasib yang sama seperti Abu Bakar.
Giliran Ali bin Abi Thalib yang dipanggilnya seraya katanya: "Pegang bendera ini dan bawa terus sampai Tuhan memberikan kemenangan kepadamu."
Sayidina Ali berangkat membawa bendera itu. Setelah ia berada dekat dari benteng, penghuni benteng itu keluar menghadapinya dan seketika itu juga pertempuran pun terjadi. Salah seorang Yahudi dapat memukulnya dan perisai yang di tangannya terlempar. Tetapi Sayidina Ali segera menyambar daun pintu yang ada di benteng dan dengan memperisaikan daun pintu yang masih di tangan itu ia terus bertempur.
Benteng itu akhirnya dapat didobraknya. Kemudian daun pintu tadi dijadikannya jembatan dan dengan "jembatan" ini pasukan muslim dapat menyeberang masuk ke dalam benteng itu.
Benteng Na'im ini jatuh setelah komandannya, Harith bin Abi Zainab terbunuh. Hal ini menunjukkan betapa sebenarnya pihak Yahudi mati-matian bertempur dan betapa pula pihak muslim juga mati-matian mengepung dan menyerbu.
Setelah benteng Na'im jatuh, selanjutnya pasukan muslim berusaha menaklukkan benteng Qamush. Kala itu, persediaan bahan makanan pasukan muslim sudah tidak mencukupi lagi, sehingga ada beberapa orang yang datang kepada Rasulullah mengeluh, dan minta sesuatu sekadar dapat menyambung hidup. Karena tidak ada sesuatu yang dapat diberikannya kepada mereka itu, maka mereka diizinkan makan daging kuda.
Tiba-tiba salah seorang dari pihak muslim melihat ada sekawanan kambing memasuki salah satu benteng Yahudi itu. Dua ekor kambing di antaranya dapat mereka tangkap, lalu mereka sembelih dan mereka makan bersama-sama.
Setelah pasukan muslim menaklukkan benteng Sha'b b-Mu'adh, kebutuhan makan mereka sudah tidak begitu mendesak lagi. Di tempat ini persediaan makanan cukup melimpah, yang akan memungkinkan lagi mereka meneruskan perjuangan melawan Yahudi dan mengepung benteng-benteng yang ada lainnya.
Sajak Yahudi
Sementara itu tidak sejengkal tanah pun atau sebuah benteng pun mau diserahkan pihak Yahudi sebelum mereka benar-benar mempertahankannya secara heroik dan setelah dengan segala tenaga berusaha membendung serangan pasukan muslim.
Dengan terlebih dulu menyiapkan persenjataan dan perlengkapan untuk berperang, tiba-tiba keluar Marhab orang Yahudi itu dari salah satu benteng sambil ia membaca sajak-sajak ini:
Khaibar sudah mengenal
Akulah Marhab
Memanggul senjata pahlawan teruji
Kadang menetak sekali memukul
Bila singa sudah muncul
Maka ia pun menggeram murka
Pertahananku
Inilah pertahanan tak terkalahkan
Segala serangan terlumpuhkan oleh si pendekar
Mendengar itu Nabi Muhammad berseru kepada sahabat-sahabatnya: "Siapa yang akan menjawab ini."
Saat itu juga Muhammad bin Maslama menjawab: "Saya ya Rasulullah. Saya yang harus berontak menuntut balas saudara saya kemarin dibunuh."
Kemudian setelah mendapat izin dari Nabi ia tampil ke depan dan mulai mereka saling menyerang sehingga hampir-hampir ia sendiri dapat dibunuh oleh Marhabin. Tetapi pedangnya itu dapat ditahan dengan perisai oleh Ibn Maslama dan pedang itu tersangkut dan tertahan. Dengan demikian orang itu dihantam oleh Muhammad Ibn Maslama sampai menemui ajalnya.
Demikianlah perang antara Yahudi dan Muslimin itu terjadi sangat seru, ditambah lagi ketahanan benteng-benteng Yahudi ketika itu memang sangat kuat dan keras.
Muhammad Husain Haekal dalam bukunya yang berjudul "Sejarah Hidup Muhammad" memaparkan usai meneken perjanjian Hudaibiyah dengan kaum Quraish, Rasulullah mengirim utusan-utusannya kepada raja-raja agar memeluk Islam. Khawatir akan adanya pengkhianatan pihak Yahudi yang tinggal di sebelah utara Madinah , maka Rasulullah berencana menaklukkan kaum Yahudi yang hidup di oasis Khaibar.
Kala itu dari pihak Quraisy di sebelah selatan sudah aman. Tetapi dari sebelah utara beliau tidak akan merasa aman sekiranya nanti Raja Romawi, Heraclius atau Raja Persia, Kisra datang meminta bantuan Yahudi Khaibar, setelah menerima ajakan masuk Islam itu.
"Hal lainnya juga dendam lama dalam hati mereka itu akan bangkit kembali, akan mengingatkan mereka kepada Banu Quraidza, Banu Nadzir dan Banu Qainuqa, saudara-saudara mereka seagama yang sudah ditaklukkan pasukan Islam," tutur Haekal.
Menurut Haekal, perkampungan mereka oleh Rasulullah telah dikosongkan setelah dikepung dan terjadi pertempuran serta pertumpahan darah. Orang-orang Yahudi memusuhinya lebih sengit lagi daripada Quraisy, sebab mereka lebih bertahan dengan agama mereka itu daripada Quraisy.
Juga di kalangan mereka orang cerdik pandai lebih banyak daripada di kalangan Quraisy. Memang tidak mudah mengadakan perjanjian perdamaian dengan mereka seperti perdamaian Hudaibiyah. Juga kaum Yahudi tidak akan merasa tenang terhadap mereka melihat permusuhan yang terjadi dahulu, mereka sebagai pihak yang tidak pernah menang.
Wajar sekali mereka akan mengadakan pembalasan bila saja mereka mendapatkan bala bantuan dari pihak Heraclius. Inilah yang menurut Haekal, perlunya Rasulullah menumpas kekuasaan orang-orang Yahudi. Dengan begitu, mereka tidak akan bisa lagi mengadakan perlawanan di negeri-negeri Arab.
Dan hal ini harus cepat-cepat dilaksanakan, sebelum ada waktu yang cukup terluang buat mereka guna meminta bantuan pihak Ghatafan atau kabilah-kabilah lain yang membantu mereka dan sedang memusuhi Nabi Muhammad.
Surah Al-Fath
Lima belas hari atau sekitar sebulan, menurut sumber lain, sekembalinya dari Hudaibiyah, Rasulullah mengumumkan agar kaum muslim bersiap-siap untuk menyerbu Khaibar. Syaratnya mereka yang ikut hanya mereka yang ikut ke Hudaibiyah saja. Mereka juga harus sukarela tanpa ada rampasan perang yang akan dibagikan.
Sebanyak 1600 orang dengan seratus kavaleri, muslimin itu berangkat. Mereka semua percaya akan adanya pertolongan Allah SWT, mereka masih ingat akan firman Allah dalam Surah Al-Fath yang turun semasa Hudaibiyah.
"Orang-orang yang tinggal di belakang itu akan berkata ketika kamu berangkat mengambil harta rampasan perang: Biarlah kami turut bersama-sama kamu. Mereka hendak mengubah perintah Tuhan. Katakanlah: Kamu tidak akan turut bersama-sama kami. Begitulah Allah telah menyatakan sejak dulu. Nanti mereka akan berkata lagi: Tetapi kamu dengki kepada kami. Tidak. Mereka yang mengerti hanya sedikit saja." ( Qur'an, 48 : 15)
Jarak antara Khaibar dengan Madinah itu mereka tempuh dalam waktu tiga hari. Dengan tiada mereka rasakan ternyata malamnya mereka telah berada di depan perbentengan Khaibar.
Keesokan harinya pada saat pekerja-pekerja Khaibar berangkat kerja ke ladang-ladang dengan membawa sekop dan keranjang, setelah melihat pasukan Muslimin, mereka berlarian sambil berteriak-teriak: "Muhammad dengan pasukannya!"
Ketika mendengar suara mereka itu Rasul berkata: "Khaibar binasa. Apabila kami sampai di halaman golongan ini, maka pagi itu amat buruk buat mereka yang telah diberi peringatan itu."
Jalan Membebaskan Diri
Sejatinya, Yahudi Khaibar memang sudah menanti-nantikan kedatangan pasukan Rasulullah SAW. Mereka ingin mencari jalan membebaskan diri. Sebagian mereka ini ada yang menyarankan supaya cepat-cepat dibentuk sebuah blok, yang terdiri dari mereka dan Yahudi Wadi'l-Qura dan Taima, yang akan langsung menyerbu Yathrib (Madinah) tanpa menggantungkan diri kepada kabilah-kabilah Arab yang lain.
Sedangkan yang sebagian lagi berpendapat supaya masuk saja bersekutu dengan Rasul, kalau-kalau kebencian terhadap mereka dapat terhapus dari hati kaum Muslimin - terutama dari pihak Anshar - setelah dalam kenyataan Huyayy bin Akhtab dan segolongan Yahudi lainnya terlibat dalam usaha menghasut kabilah-kabilah Arab untuk menyerang Madinah dan secara kekerasan mengadakan Perang Parit.
Akan tetapi semangat kedua belah pihak sudah memuncak, sehingga sebelum terjadi perang, pihak Muslimin sudah lebih dulu berhasil menewaskan pemimpin-pemimpin Khaibar masing-masing Sallam bin Abi'l-Huqaiq dan Yasir ibn Razzam.
Oleh karena golongan Yahudi selalu mengadakan kontak dengan Ghatafan tatkala pertama kali tersiar berita Nabi Muhammad akan menyerang mereka, cepat-cepat mereka meminta bantuan kabilah-kabilah itu.
Koloni Israil
Mengenai Ghatafan ini, para ahli masih berbeda pendapat: Jadikah kabilah ini memberikan bala bantuan, ataukah pasukan Muslimin sudah memutuskan hubungan dengan Khaibar?
Lepas dari apakah Ghatafan ini sampai membantu pihak Yahudi atau malah menjauhkan diri setelah Nabi Muhammad menjanjikan hendak memberikan harta rampasan perang nanti, namun kenyataannya peperangan ini merupakan perang terbesar yang pernah terjadi; mengingat pula kelompok-kelompok Yahudi di Khaibar ini merupakan koloni Israil yang terkuat yang paling kaya dan paling besar pula persenjataannya.
Di samping itu, pihak muslim pun sudah yakin sekali, bahwa selama Yahudi tetap menjadi duri dalam daging seluruh jazirah, maka selama itu pula persaingan antara agama Musa as dengan Islam akan jadi panjang tanpa dapat mencapai suatu penyelesaian. Dengan demikian mereka terjun menyabung nyawa tanpa ragu-ragu lagi.
Sebaliknya, pihak Quraisy dan seluruh jazirah Arab berbaris menonton peperangan ini. Dari kalangan Quraisy sampai ada yang berani bertaruh mengenai kesudahan perang itu dan siapa pula yang akan menang. Kebanyakan Quraisy mengharapkan pihak Muslimin akan mengalami kehancuran, melihat kukuhnya benteng-benteng Khaibar yang sudah terkenal serta letaknya di atas batu-batu karang dan gunung, di samping pengalaman mereka yang cukup lama dalam medan perang.
Dengan persiapan senjata yang cukup, pasukan muslim berada di depan perbentengan Khaibar. Yahudi juga sedang berunding dengan sesama mereka.
Pemimpin mereka Sallam bin Misykam menyarankan, supaya harta-benda dan sanak keluarga mereka dimasukkan ke dalam benteng Watih dan Sulalim, bahan makanan dan perlengkapan dimasukkan ke dalam benteng Na'im, prajurit dan barisan penggempur dimasukkan ke dalam benteng Natat dan Sallam bin Misykam sendiri bersama-sama mereka, mengerahkan mereka dalam peperangan.
Akhirnya, pasukan kedua belah pihak sudah berhadap-hadapan di sekitar benteng Natat dan pertempuran pun meletus. Dalam perang ini Sallam bin Misykam tewas.
Pimpinan pasukan Yahudi pun digantikan Harith bin Abi Zainabin. Ia keluar dari benteng Na'im dengan maksud hendak menggempur pasukan Muslimin. Tetapi oleh Khazraj ia dapat dihalau dan dipaksa kembali mundur ke bentengnya.
Pihak muslim lalu memperketat kepungannya atas benteng-benteng Khaibar itu sedang pihak Yahudi mati-matian mempertahankan dengan keyakinan, bahwa kekalahan mereka menghadapi Rasulullah berarti suatu penumpasan terakhir terhadap Bani Israil di negeri-negeri Arabin.
Tugas Ali bin Abi Thalib
Perang Khaibar amat sengit. Rasulullah SAW menyerahkan bendera kepada Abu Bakar supaya memasuki benteng Na'im. Tetapi setelah terjadi pertempuran ia kembali tanpa berhasil menaklukkan benteng itu. Keesokan harinya pagi-pagi Rasul menugaskan Umar bin Khattab . Tetapi dia pun mengalami nasib yang sama seperti Abu Bakar.
Giliran Ali bin Abi Thalib yang dipanggilnya seraya katanya: "Pegang bendera ini dan bawa terus sampai Tuhan memberikan kemenangan kepadamu."
Sayidina Ali berangkat membawa bendera itu. Setelah ia berada dekat dari benteng, penghuni benteng itu keluar menghadapinya dan seketika itu juga pertempuran pun terjadi. Salah seorang Yahudi dapat memukulnya dan perisai yang di tangannya terlempar. Tetapi Sayidina Ali segera menyambar daun pintu yang ada di benteng dan dengan memperisaikan daun pintu yang masih di tangan itu ia terus bertempur.
Benteng itu akhirnya dapat didobraknya. Kemudian daun pintu tadi dijadikannya jembatan dan dengan "jembatan" ini pasukan muslim dapat menyeberang masuk ke dalam benteng itu.
Benteng Na'im ini jatuh setelah komandannya, Harith bin Abi Zainab terbunuh. Hal ini menunjukkan betapa sebenarnya pihak Yahudi mati-matian bertempur dan betapa pula pihak muslim juga mati-matian mengepung dan menyerbu.
Setelah benteng Na'im jatuh, selanjutnya pasukan muslim berusaha menaklukkan benteng Qamush. Kala itu, persediaan bahan makanan pasukan muslim sudah tidak mencukupi lagi, sehingga ada beberapa orang yang datang kepada Rasulullah mengeluh, dan minta sesuatu sekadar dapat menyambung hidup. Karena tidak ada sesuatu yang dapat diberikannya kepada mereka itu, maka mereka diizinkan makan daging kuda.
Tiba-tiba salah seorang dari pihak muslim melihat ada sekawanan kambing memasuki salah satu benteng Yahudi itu. Dua ekor kambing di antaranya dapat mereka tangkap, lalu mereka sembelih dan mereka makan bersama-sama.
Setelah pasukan muslim menaklukkan benteng Sha'b b-Mu'adh, kebutuhan makan mereka sudah tidak begitu mendesak lagi. Di tempat ini persediaan makanan cukup melimpah, yang akan memungkinkan lagi mereka meneruskan perjuangan melawan Yahudi dan mengepung benteng-benteng yang ada lainnya.
Sajak Yahudi
Sementara itu tidak sejengkal tanah pun atau sebuah benteng pun mau diserahkan pihak Yahudi sebelum mereka benar-benar mempertahankannya secara heroik dan setelah dengan segala tenaga berusaha membendung serangan pasukan muslim.
Dengan terlebih dulu menyiapkan persenjataan dan perlengkapan untuk berperang, tiba-tiba keluar Marhab orang Yahudi itu dari salah satu benteng sambil ia membaca sajak-sajak ini:
Khaibar sudah mengenal
Akulah Marhab
Memanggul senjata pahlawan teruji
Kadang menetak sekali memukul
Bila singa sudah muncul
Maka ia pun menggeram murka
Pertahananku
Inilah pertahanan tak terkalahkan
Segala serangan terlumpuhkan oleh si pendekar
Mendengar itu Nabi Muhammad berseru kepada sahabat-sahabatnya: "Siapa yang akan menjawab ini."
Saat itu juga Muhammad bin Maslama menjawab: "Saya ya Rasulullah. Saya yang harus berontak menuntut balas saudara saya kemarin dibunuh."
Kemudian setelah mendapat izin dari Nabi ia tampil ke depan dan mulai mereka saling menyerang sehingga hampir-hampir ia sendiri dapat dibunuh oleh Marhabin. Tetapi pedangnya itu dapat ditahan dengan perisai oleh Ibn Maslama dan pedang itu tersangkut dan tertahan. Dengan demikian orang itu dihantam oleh Muhammad Ibn Maslama sampai menemui ajalnya.
Demikianlah perang antara Yahudi dan Muslimin itu terjadi sangat seru, ditambah lagi ketahanan benteng-benteng Yahudi ketika itu memang sangat kuat dan keras.
(mhy)
Lihat Juga :