Peristiwa Muharram: Allah Taala Mengangkat Nabi Idris ke Langit Ketika Berusia 365 Tahun

Sabtu, 30 Juli 2022 - 15:02 WIB
Pada tanggal 10 Muharram diyakini sebagai hari Allah taala mengangkat Nabi Idris ke langit. Foto/Ilustrasi: Ist
Pada bulan Muharram , tepatnya 10 Muharram, diyakini sebagai hari Allah SWT mengangkat Nabi Idris ke langit. Allah SWT berfirman, “Dan ceritakanlah (Muhammad) kisah Idris di dalam Kitab (Al-Qur'an). Sesungguhnya dia seorang yang sangat mencintai kebenaran dan seorang nabi, dan Kami telah mengangkatnya ke tempat (martabat) yang tinggi.” ( QS Maryam : 56-57 ).

Ibnu Katsir dalam kitabnya berjudul Qashash Al-Anbiya menjelaskan mengenai firman Allah, “Dan Kami telah mengangkatnya ke tempat (martabat) yang tinggi,” kemungkinan besar maksud dari “tempat” itu seperti dijelaskan dalam hadis Isra Mi'raj yang disebutkan dalam Kitab Shahihain, yaitu bahwasanya Rasulullah bertemu dengan Nabi Idris ketika beliau berada di langit keempat (lapisan keempat dari tujuh lapis langit). (HR Bukhari dan Muslim).



Ibnu Jarir meriwayatkan, dari Yunus bin Abdil A'la, dari Ibnu Wahab, dari Jarir bin Hazim, dari Al A'masy, dari Syimr bin Athiyah, dari Hilal bin Yasaf, ia berkata, "Aku pernah mendengar Ibnu Abbas bertanya kepada Kaab, 'Apa maksud dari firman Allah, “Dan Kami telah mengangkatnya ke tempat (martabat) yang tinggi?"

Kaab menjawab, "Ketika itu Nabi Idris diberikan wahyu oleh Allah, “Sesungguhnya Aku akan mengangkat amalanmu pada setiap hari seperti amalan anak Adam lainnya”

Maka Idris pun berkeinginan untuk menambah amalannya sebelum berakhir masa hidupnya. Lalu ia datang kepada salah satu malaikat yang ditugaskan untuk menemaninya di dunia dan berkata, “Sesungguhnya Allah mewahyukan kepadaku begini begini, begini, maka dari itu berbicaralah kamu kepada malaikat maut untuk mengakhirkan ajalku agar aku dapat menambah amalanku.”

Maka malaikat itu menaikkan Nabi Idris ke atas tubuhnya (di antara dua sayap) lalu membawanya ke atas langit (untuk dipertemukan langsung dengan malaikat maut). Ketika mereka berada di langit keempat, tak disangka ternyata mereka bertemu dengan malaikat maut di sana.

Maka malaikat yang membawa Nabi Idris pun menyampaikan kepada malaikat maut tentang permintaan Nabi Idris. Lalu malaikat maut bertanya, “Di manakah Nabi Idris sekarang?”

Malaikat itu menjawab, “Dia sekarang berada di atas punggungku.”

Malaikat maut berkata, "Sungguh luar biasa! Aku baru saja diperintahkan oleh Allah untuk mencabut nyawa Nabi Idris di langit keempat, namun tentu aku bertanya-tanya, mengapa aku diperintahkan untuk mencabut nyawanya di langit keempat sedangkan ia tinggal di muka bumi.”

Maka setelah itu malaikat maut pun mencabut nyawa Nabi Idris di sana. Itulah yang dimaksud dengan firman Allah, “Dan Kami telah mengangkatnya ke tempat (martabat) yang tinggi.”



Ketika menafsirkan ayat tersebut, Ibnu Abi Hatim juga meriwayatkan kisah yang hampir sama dengan beberapa tambahan, yaitu Nabi Idris berkata kepada malaikat tersebut, “Tanyakanlah kepada malaikat maut berapa sisa dari umurku?”

Lalu malaikat itu bertanya kepada malaikat maut dengan membawa serta Nabi Idris: “Berapa lama lagi sisa umur Idris?”

Malaikat maut menjawab, “Aku tidak tahu sebelum aku memeriksanya.”

Lalu malaikat maut pun memeriksa sisa usia Nabi Idris, kemudian ia berkata, “Anda bertanya kepadaku tentang seseorang yang usianya hanya tersisa sedikit sekali.”

Lalu malaikat itu menoleh ke sayapnya di mana Nabi Idris berada saat itu, namun ternyata Nabi Idris telah dicabut nyawanya tanpa terasa olehnya.

Ibnu Katsir mengatakan ini adalah salah satu riwayat israiliyat (palsu), dan di dalamnya juga terdapat kalimat yang tidak dikenali pada riwayat lain.

Ibnu Abi Najih juga meriwayatkan, dari Mujahid, mengenai firman Allah, “Dan Kami telah mengangkatnya ke tempat (martabat) yang tinggi.” Ia berkata, "Ketika diangkat ke atas langit Nabi Idris tidak dalam keadaan meninggal dunia, sebagaimana ketika diangkatnya Nabi Isa Alaihissalam?”

Apabila maksud dari riwayat ini bahwa Nabi Idris belum meninggal dunia sampai sekarang, maka tentu hal itu harus diperdebatkan. Namun jika maksudnya adalah ia diangkat ke atas langit selagi masih hidup kemudian nyawanya dicabut di sana, maka hal itu sama seperti riwayat dari Kaab Al Ahbar sebelumnya. Wallahu a'lam.

Al Aufi juga meriwayatkan, dari Ibnu Abbas, mengenai firman Allah, “Dan Kami telah mengangkatnya ke tempat (martabat) yang tinggi,” ia berkata,” Nabi Idris diangkat ke langit keenam, lalu ia meninggal dunia di sana.”



Riwayat ini juga disebutkan oleh Adh Dhahhak. Namun hadis Muttafaq Alaih (yakni hadis yang disebutkan oleh Bukhari dan Muslim) yang menyatakan bahwa ia berada di langit keempat adalah riwayat yang paling benar. Dan riwayat ini juga menjadi pilihan Mujahid dan sejumlah ulama lainnya.

Hasan Basri mengatakan, ”Yang dimaksud dengan kata tinggi pada firman Allah, “Dan Kami telah mengangkatnya ke tempat (martabat) yang tinggi,” adalah surga.

Beberapa ulama Ahli Kitab menyatakan bahwa diangkatnya Nabi Idris ke atas langit adalah ketika ayahnya, Yared bin Mahlaeel masih hidup. Wallahu a'lam.

Menurut Ibnu Katsir, sebagian mereka menduga bahwa Idris itu hidup di zaman Bani Israil, bukan sebelum Nabi Nuh.

Plesir ke Neraka dan ke Surga

Syaikh Muhammad bin Ahmad bin Iyas (1448-1522) dalam bukunya yang diterjemahkan Abdul Halim dengan judul “Kisah Penciptaan dan Tokoh-tokoh Sepanjang Zaman” menyebutkan bahwa Malaikat Maut meminta izin kepada Allah untuk berziarah kepada Idris.

Dia diizinkan, lalu datang kepada Idris dalam rupa seorang laki-laki. Idris bertanya kepadanya, “Hai laki-laki, siapa engkau?”

Laki-laki itu menjawab, “Aku adalah Malaikat Maut; aku telah meminta izin kepada Tuhanku untuk berziarah kepadamu, maka berikanlah aku izin untuk itu!”

Idris berkata kepadanya, “Sesungguhnya aku mempunyai satu keperluan kepadamu.”

“Apa keperluanmu itu?” tanya Malaikat Maut.

Idris menjawab, “Cabutlah nyawaku saat ini!”

“Sesungguhnya Tuhanku belum mengizinkanku untuk melakukan itu,” ujar Malaikat Maut.

Pada waktu itu, Allah mewahyukan kepada Malaikat Maut, “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang ada dalam benak hamba-Ku; cabutlah rohnya!”



Karena telah mendapatkan izin, maka pada waktu itu juga dia mencabut ruhnya. Akan tetapi, kemudian Allah menghidupkannya lagi ketika itu juga. Idris berkata, “Hai Malaikat Maut, aku masih punya permintaan yang lain.”

“Apa itu?” tanya Malaikat Maut.

Idris berkata, “Bawalah aku ke neraka jahanam agar aku bisa melihat kengeriannya!”

Allah mengizinkan Malaikat Maut untuk melakukan perjalanan itu. Maka, dibawalah Nabi Idris oleh Malaikat Maut datang ke malaikat penjaga neraka.

Allah memerintahkan kepada malaikat penjaga neraka, “Letakkanlah hamba-Ku di pinggir jahanam agar dia bisa melihat apa yang terdapat di dalamnya.”

Setelah Nabi Idris berada di sana dan melihat isi jahannam, dia pingsan karena melihat kengeriannya. Lalu Malaikat Maut menghampirinya dan membawanya lagi ke tempat asalnya.

Semenjak melakukan perjalanan ke neraka jahanam Nabi Idris tidak memakai cela di matanya menjelang tidur. Tidak bersenang-senang dengan makanan yang enak-enak dan minuman yang lezat. Dan tidak memiliki tempat tinggal yang tetap karena kengerian yang pernah dia lihat.

Nabi Idris mencurahkan diri beribadah kepada Allah dan menikah dengan seorang wanita yang kemudian mengandung anak laki-laki. Setelah anak itu terlahir, dia diberi nama Matusyilakh dan cahaya yang ada di kening Nabi Idris pindah ke kening anaknya.

Setelah anak itu besar dia diberi wasiat oleh Nabi Idris; diserahi suhuf, tali, dan tabut; dan dia diwasiati agar membaca suhuf (wahyu Allah) dan selalu mendirikan salat.

Nabi Idris berkata kepadanya, “Hai anakku, aku akan naik ke langit. Aku tidak tahu apakah akan kembali atau tidak. Maka, terimalah dariku apa yang akan kuwasiatkan kepadamu.”

Kemudian Nabi Idris masuk ke mihrabnya dan meminta kepada Allah agar diperlihatkan surga seperti Dia telah memperlihatkan neraka.



Atas permintaan Idris tersebut, Allah memerintahkan kepada Malaikat Ridwan, malaikat penjaga surga, untuk menurunkan sebuah tangkai dari surga. Maka, Ridwan menurunkan tangkai dari pohon Thuba. Kemudian Nabi Idris berpegangan ke tangkai itu dan naik ke langit. Lalu Malaikat Ridwan memasukkannya ke dalam surga.

Nabi Idris melihat nikmat-nikmat yang ada di sana. Setelah cukup lama berada di dalam surga, Malaikat Ridwan berkata kepadanya, “Silakan keluar! Engkau telah melihat surga dan isinya.”

Nabi Idris berkata, “Aku tidak akan keluar. Allah berfirman: Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati ( QS Ali ‘Imran [3] : 185, QS Al-Anbiyaa’ [21] : 35, QS Al-‘Ankabuut [29] : 57), dan aku telah merasakannya.

Dia pun berfirman: Dan tidak ada seorang pun darimu, melainkan mendatangi neraka itu ( QS Maryam [19] : 71), dan aku pernah mendatanginya.

Dan Dia juga berfirman: Dan mereka sekali-kali tidak akan dikeluarkan darinya (surga) ( QS Al-Hijr [15] : 48), maka aku tidak akan keluar dari surga.”

Maka, Allah mewahyukan kepada Ridwan, “Katakanlah kepada hamba-Ku, Idris, hendaklah dia jangan keluar dari surga untuk selama-lamanya.”

Wahab bin Munabbih mengatakan, Nabi Idris telah naik ke langit ketika dia berumur 365 tahun. Ibnu al-Jauzi mengatakan bahwa Nabi Idris dan Nabi Isa bin Maryam hidup di langit. Terkadang Nabi Idris berada di langit keempat untuk beribadah kepada Allah di langit dan terkadang bersenang-senang di surga.

(mhy)
Lihat Juga :
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Hadits of The Day
Dari Jabir bin Abdillah dia berkata, saya mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: Dzikir yang paling utama adalah Laa ilaaha illallah (tidak ada Tuhan yang berhak disembah kecuali Allah). Dan doa yang paling utama adalah Alhamdulillah (segala puji bagi Allah).

(HR. Sunan Ibnu Majah No. 3790)
Artikel Terkait
Al-Qur'an, Bacalah!
Rekomendasi
Terpopuler
Artikel Terkini More