Para Suami Dianjurkan Berhias untuk Istri, Begini penjelasannya
Sabtu, 27 Agustus 2022 - 05:15 WIB
Hak menikmati keindahan berhias -nya pasangan antara suami istri adalah sama dan seimbang. Karena itu, tuntutan berhias atau berdandan tidak hanya tertuju bagi kaum perempuan saja, namun termasuk kaum laki-laki juga dituntut melakukannya. Bila istri dituntut berdandan oleh suaminya agar ia bisa menikmati keelokannya maka suami hendaknya mengimbangi tuntutannya dengan memperhatikan penampilannya di hadapan istrinya.
Begitulah kiranya makna bahwa seorang istri memiliki hak yang seimbang dengan kewajibannya sebagaimana yang ditetapkan oleh Alloh subhanahu wata'ala dalam firman-Nya sebagai berikut :
"...Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma'ruf (QS. Al-Baqarah: 228)
Ustadz Abu Ammar Al-Ghoyami, pengasuh pondok pesantren Salman al-Farisi Kediri – Jawa Timur dalam sebuah ceramahnya menjelaskan, makna bahwa para istri pun berhak atas berhias -nya suami mereka ialah riwayat yang menyebutkan bahwa sahabat Abdullah Ibnu Abbas radhiyallahu anhu pun berdandan untuk istrinya.
Riwayat inilah yang dijadikan sebagai salah satu sandaran dalam menafsirkan ayat tersebut di atas oleh para ulama. Selain itu, sebuah riwayat yang menyebutkan perkataan Waqi' dari Basyir bin Sulaiman dari Ikrimah dari Ibnu Abbas radhiyallahu anhu dia berkata:
"Sungguh aku suka berhias untuk istri sebagaimana aku suka ia berhias untukku sebab Alloh subhanahu wata'ala berfirman : (kemudian beliau menyebutkan firman Alloh di atas). Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir ath-Thobari dan Ibnu Abi Hatim dalam tafsirnya.
Imam al-Qurthubi secara tegas menguatkan penafsiran beliau terhadap ayat tersebut (QS Al Baqarah : 228) seraya berkata, oleh sebab itulah Ibnu Abbas mengatakan, "Sungguh aku pun berhias untuk istriku sebagaimana ia berhias untukku, dan aku tidak suka menuntut seluruh hak-hakku dari istriku sehingga mengharuskan aku untuk memenuhi seluruh hak-haknya juga, yang demikian itu sebab Alloh subhanahu wata'ala berfirman: (kemudian beliau menyebutkan firman Allah di atas), maknanya berhias yang tidak sampai berbuat dosa.
Hikmah Suami Berdandan
Sudah kita maklumi bahwa setiap kita dituntut agar menunaikan seluruh kewajiban secara baik dan menyeluruh, tentu termasuk di dalamnya adalah hak berdandan. Sebab itu semua termasuk bentuk pergaulan suami istri yang baik. Artinya, dengan berdandan berarti suami istri telah saling mempergauli sesama pasangannya dengan baik.
Imam al-Qurthubi setelah menyebutkan hikmah berdandan sebagai bentuk pergaulan pasutri yang baik, lalu beliau menyebutkan sebuah riwayat bahwa Yahya bin Abdurrohman al-Hanzholi berkata: "Aku mendatangi Muhammad bin al-Hanafiyah kemudian ia pun keluar menemuiku dengan mengenakan baju mantel merah sementara jenggotnya meneteskan minyak wangi. Lalu aku pun berkata kepadanya, "Apa-apaan ini? Ia menjawab, "Baju mantel ini ialah baju yang telah istriku pilihkan untuk aku kenakan, ia juga yang telah melumuriku dengan minyak wangi ini. Sungguh para istri sangat menyukai apa yang ada pada kita sebagaimana kita sangat menyukai sesuatu yang ada pada mereka."
Itulah sebagian teladan bagi para pasutri, bagaimana seharusnya mereka memulai menciptakan keharmonisan hidup berumah tangga. Dalam hal berdandan sangat ditekankan adanya saling pengertian. Hendaknya istri memilihkan sesuatu yang baik buat suami, dan sebaliknya suami memilihkan sesuatu yang baik untuk dikenakan oleh istrinya.
Tidak bisa dipungkiri bahwa bila istri berdandan untuk suami akan membuahkan kedekatan yang makin menguatkan cinta kasih, maka tatkala suami berdandan buat istrinya tentu akan membuahkan hal yang serupa atau bahkan lebih dari itu.
Coba perhatikan tatkala sebagian pasutri mengenyampingkan masalah ini. Di saat suami bersama istri dia berpenampilan ala kadarnya, demikian pula suami, sehingga masing-masing dari suami istri melihat dengan pandangan matanya sesuatu yang kurang atau bahkan sama sekali tidak ia sukai pada pasangannya.
Dalam keadaan demikian sangat memungkinkan timbulnya sikap saling menjauh, “Kalau bukan berpaling“ dan pergaulan pun terasa hambar tanpa cinta kasih, tanpa keharmonisan dan keselarasan. Inilah yang harus dihindari.
Wallahu A'lam
Begitulah kiranya makna bahwa seorang istri memiliki hak yang seimbang dengan kewajibannya sebagaimana yang ditetapkan oleh Alloh subhanahu wata'ala dalam firman-Nya sebagai berikut :
وَٱلْمُطَلَّقَٰتُ يَتَرَبَّصْنَ بِأَنفُسِهِنَّ ثَلَٰثَةَ قُرُوٓءٍ ۚ وَلَا يَحِلُّ لَهُنَّ أَن يَكْتُمْنَ مَا خَلَقَ ٱللَّهُ فِىٓ أَرْحَامِهِنَّ إِن كُنَّ يُؤْمِنَّ بِٱللَّهِ وَٱلْيَوْمِ ٱلْءَاخِرِ ۚ وَبُعُولَتُهُنَّ أَحَقُّ بِرَدِّهِنَّ فِى ذَٰلِكَ إِنْ أَرَادُوٓا۟ إِصْلَٰحًا ۚ وَلَهُنَّ مِثْلُ ٱلَّذِى عَلَيْهِنَّ بِٱلْمَعْرُوفِ ۚ وَلِلرِّجَالِ عَلَيْهِنَّ دَرَجَةٌ ۗ وَٱللَّهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ
"...Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma'ruf (QS. Al-Baqarah: 228)
Ustadz Abu Ammar Al-Ghoyami, pengasuh pondok pesantren Salman al-Farisi Kediri – Jawa Timur dalam sebuah ceramahnya menjelaskan, makna bahwa para istri pun berhak atas berhias -nya suami mereka ialah riwayat yang menyebutkan bahwa sahabat Abdullah Ibnu Abbas radhiyallahu anhu pun berdandan untuk istrinya.
Riwayat inilah yang dijadikan sebagai salah satu sandaran dalam menafsirkan ayat tersebut di atas oleh para ulama. Selain itu, sebuah riwayat yang menyebutkan perkataan Waqi' dari Basyir bin Sulaiman dari Ikrimah dari Ibnu Abbas radhiyallahu anhu dia berkata:
"Sungguh aku suka berhias untuk istri sebagaimana aku suka ia berhias untukku sebab Alloh subhanahu wata'ala berfirman : (kemudian beliau menyebutkan firman Alloh di atas). Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir ath-Thobari dan Ibnu Abi Hatim dalam tafsirnya.
Imam al-Qurthubi secara tegas menguatkan penafsiran beliau terhadap ayat tersebut (QS Al Baqarah : 228) seraya berkata, oleh sebab itulah Ibnu Abbas mengatakan, "Sungguh aku pun berhias untuk istriku sebagaimana ia berhias untukku, dan aku tidak suka menuntut seluruh hak-hakku dari istriku sehingga mengharuskan aku untuk memenuhi seluruh hak-haknya juga, yang demikian itu sebab Alloh subhanahu wata'ala berfirman: (kemudian beliau menyebutkan firman Allah di atas), maknanya berhias yang tidak sampai berbuat dosa.
Hikmah Suami Berdandan
Sudah kita maklumi bahwa setiap kita dituntut agar menunaikan seluruh kewajiban secara baik dan menyeluruh, tentu termasuk di dalamnya adalah hak berdandan. Sebab itu semua termasuk bentuk pergaulan suami istri yang baik. Artinya, dengan berdandan berarti suami istri telah saling mempergauli sesama pasangannya dengan baik.
Imam al-Qurthubi setelah menyebutkan hikmah berdandan sebagai bentuk pergaulan pasutri yang baik, lalu beliau menyebutkan sebuah riwayat bahwa Yahya bin Abdurrohman al-Hanzholi berkata: "Aku mendatangi Muhammad bin al-Hanafiyah kemudian ia pun keluar menemuiku dengan mengenakan baju mantel merah sementara jenggotnya meneteskan minyak wangi. Lalu aku pun berkata kepadanya, "Apa-apaan ini? Ia menjawab, "Baju mantel ini ialah baju yang telah istriku pilihkan untuk aku kenakan, ia juga yang telah melumuriku dengan minyak wangi ini. Sungguh para istri sangat menyukai apa yang ada pada kita sebagaimana kita sangat menyukai sesuatu yang ada pada mereka."
Itulah sebagian teladan bagi para pasutri, bagaimana seharusnya mereka memulai menciptakan keharmonisan hidup berumah tangga. Dalam hal berdandan sangat ditekankan adanya saling pengertian. Hendaknya istri memilihkan sesuatu yang baik buat suami, dan sebaliknya suami memilihkan sesuatu yang baik untuk dikenakan oleh istrinya.
Tidak bisa dipungkiri bahwa bila istri berdandan untuk suami akan membuahkan kedekatan yang makin menguatkan cinta kasih, maka tatkala suami berdandan buat istrinya tentu akan membuahkan hal yang serupa atau bahkan lebih dari itu.
Coba perhatikan tatkala sebagian pasutri mengenyampingkan masalah ini. Di saat suami bersama istri dia berpenampilan ala kadarnya, demikian pula suami, sehingga masing-masing dari suami istri melihat dengan pandangan matanya sesuatu yang kurang atau bahkan sama sekali tidak ia sukai pada pasangannya.
Dalam keadaan demikian sangat memungkinkan timbulnya sikap saling menjauh, “Kalau bukan berpaling“ dan pergaulan pun terasa hambar tanpa cinta kasih, tanpa keharmonisan dan keselarasan. Inilah yang harus dihindari.
Wallahu A'lam
(wid)
Lihat Juga :