Rumah Tangga dalam Islam : Hak Suami Harus Dipenuhi, Hak Istri Wajib Ditunaikan

Selasa, 07 Mei 2024 - 14:10 WIB
loading...
Rumah Tangga dalam Islam : Hak Suami Harus Dipenuhi, Hak Istri Wajib Ditunaikan
Umumnya, percikan konflik dalam rumah tangga seringkali berakar dari diabaikannya hak-hak istri atau suami oleh pasangan mereka. Foto ilustrasi/ist
A A A
Dalam Islam, sebuah rumah tangga atau pernikahan merupakan tempat untuk mempertemukan kecenderungan dua jenis manusia dalam lembaga yang kokoh. Diharapkan orang-orang yang berkumpul di dalamnya merasa nyaman, tenang, dan tenteram. Pernikahan menjadi rumah terhangat yang paling menyenangkan bagi setiap anggotanya.

Suami dan istri melabuhkan lelahnya di rumah, anak-anak pertama kali membagi suka-dukanya kepada saudara kandung dan orangtuanya. Ayah dan ibu menjadi penerang jalan bagi anak-anaknya. Anak-anak menjadi cahaya penyejuk bagi orangtua. Di dalamnya tertanam rasa kasih sayang yang menjadi dasar tumbuhnya benih-benih kebaikan, produktivitas , dan kemaslahatan bagi masyarakat.

Namun tujuan mulia ini sering mengalami tidak sesuai dengan kenyataannya. Fakta di lapangan, sering jauh panggang dari api. Keluarga berantakan, percekcokan terjadi setiap hari dan berbagai masalah lainnya.

Umumnya, percikan konflik dalam rumah tangga seringkali berakar dari diabaikannya hak-hak istri atau suami oleh pasangan mereka. Ada hak-hak yang tidak ditunaikan, salah satunya adalah soal hak-hak istri tersebut.

Allah Ta'ala berfirman :

وَلَهُنَّ مِثۡلُ ٱلَّذِي عَلَيۡهِنَّ بِٱلۡمَعۡرُوفِۚ


“Dan para istri mempunyai hak yang seimbang dengan kewajiban mereka menurut cara yang makruf.” (al-Baqarah: 228)

Lantas, apa saja hak-hak istri yang mesti ditunaikan suami? Imam Abu Abdillah Muhammad bin Ahmad al-Anshari al-Qurthubi rahimahullah menyatakan dalam tafsir ayat di atas bahwa para istri memiliki hak yang harus ditunaikan suaminya sebagaimana suami memiliki hak yang harus dipenuhi oleh istrinya.

Hakim bin Mu’awiyah meriwayatkan sebuah hadis dari ayahnya, Mu’awiyah bin Haidah radhiyallahu anhu. Ayahnya berkata kepada Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam,

يَا رَسُوْلَ اللهِ، مَا حَقُّ زَوْجَةِ أَحَدِنَا عَلَيْهِ؟


“Wahai Rasulullah, apakah hak istri salah seorang dari kami yang wajib ditunaikan suaminya?”

Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam menjawab,

أَنْ تُطْعِمَهَا إِذَا طَعِمْتَ، وَتَكْسُوَهَا إِذَا اكْتَسَيْتَ، وَلاَ تَضْرِبِ الْوَجْهَ وَلاَ تُقَبِّحْ وَلاَ تَهْجُرْ إِلاَّ فِي الْبَيْتِ


“Engkau beri makan istrimu apabila engkau makan dan engkau beri pakaian apabila engkau berpakaian. Janganlah engkau memukul wajahnya, jangan menjelekkannya[1], dan jangan memboikotnya (mendiamkannya) kecuali di dalam rumah.” (HR. Abu Daud)

Hak-hak Istri yang Wajib Ditunaikan Suami

Dinukil dari kitab "Shifat A-Zauf Ash-Salih wa Az-Zaujah Ash-Shalihah' Muhammad Mutawalli Asy-Sya'rawi menjelaskan, beberapa hak yang dimiliki seorang istri terhadap suaminya, di antaranya, mendapatkan mahar, digauli suami dengan akhlak mulia, diberikan nafkah, diberikan tempat tinggal dan suami wajib berbuat adil kepada istri-istrinya.

Tentang hak-hak istri dalam rumah tangga ini, dirangkum dari berbagai sumber inilah penjelasannya;

1. Mendapat mahar

Mahar ini hukumnya wajib dengan dalil ayat Allah Ta'ala,

وَءَاتُواْ ٱلنِّسَآءَ صَدُقَٰتِهِنَّ نِحۡلَةً


“Berikanlah mahar kepada wanita-wanita yang kalian nikahi sebagai pemberian dengan penuh kerelaan.” (QS An-Nisa: 4)

فَ‍َٔاتُوهُنَّ أُجُورَهُنَّ فَرِيضَةً


“Berikanlah kepada mereka (istri-istri kalian) maharnya dengan sempurna sebagai suatu kewajiban.” (QS An-Nisa: 24)

Dari As-Sunnah pun ada dalil yang menunjukkan wajibnya mahar. Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda kepada seorang sahabatnya yang ingin menikah dalam keadaan tidak memiliki harta,

انْظُرْ وَلَوْ خَاتَمًا مِنْ حَدِيْدٍ


“Lihatlah apa yang bisa engkau jadikan mahar dalam pernikahanmu walaupun hanya cincin dari besi.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Imam Ibnu Qudamah rahimahullah berkata, “(Ulama) kaum muslimin telah bersepakat tentang disyariatkannya mahar dalam pernikahan.”

Mahar merupakan milik pribadi si perempuan. Ia boleh menggunakan dan memanfaatkannya sekehendaknya dalam batasan yang diperkenankan syariat. Adapun orang lain (ayahnya, saudara laki-lakinya, suaminya, atau selain mereka) tidak boleh menguasai mahar tersebut tanpa keridhaan si perempuan. AllahTa'ala mengingatkan,

وَإِنۡ أَرَدتُّمُ ٱسۡتِبۡدَالَ زَوۡجٍ مَّكَانَ زَوۡجٍ وَءَاتَيۡتُمۡ إِحۡدَىٰهُنَّ قِنطَارًا فَلَا تَأۡخُذُواْ مِنۡهُ شَيۡ‍ًٔاۚ أَتَأۡخُذُونَهُۥ بُهۡتَٰنًا وَإِثۡمًا مُّبِينًا
Halaman :
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.3084 seconds (0.1#10.140)