Karomah Kiai As'ad, Mendatangkan Hujan Lokal saat Kemarau
Rabu, 07 September 2022 - 14:57 WIB
Kejadian bisa mendatangkan hujan dan juga bisa menghentikan hujan, bukanlah hanya pekerjaan pawang hujan. Para kiai yang telah memiliki karomah bisa melakukan itu, sekalipun tidak ditunjukkan secara obral. Kiai Haji Raden As'ad bin Syamsul Arifin (1897-1990) disebut-sebut punya karomah bisa mendatangkan hujan pada saat diperlukan.
Kisah ini dimulai saat Muktamar Nahdlatul Ulama (NU) ke-27 yang dilaksanakan di Pondok Pesantren Salafiyah Syafi'iyah Asembagus Situbondo pada Desember 1984. Kiai As'ad, pengasuh Pondok Pesantren Salafiyah Syaff'iyah tersebut, dikenal sebagai salah seorang kiai yang sangat konsen terhadap keberadaan NU.
Tatkala terjadi konflik antara NU dan politisi pada 1982, Kiai As'ad bersama kiai-kiai lain, seperti KH Ali Mashum, KH Masykur, KH Mahrus Ali, berperan penting dalam usaha meluruskan arah strategi perjuangan NU yang sebenarnya. Jadi, peran Kiai Asad dalam NU tidak diragukan lagi.
Tentu saja, Pondok Pesantren Salafiyah Syafi'iyah Asembagus Situbondo ini berbenah diri untuk menyambut pelaksanaan muktamar tingkat nasional yang akan dihadiri oleh Presiden Republik Indonesia saat itu, Soeharto.
Dalam buku "KHR As'ad Syamsul Arifin: Riwayat Hidup dan Perjuangannya" karya tim yang dipimpin Hasan Basri diceritakan bahwa menjelang kehadiran presiden, persiapan lapangan untuk mendarat helikopter ditangani oleh petugas khusus.
Saat itu, beberapa petugas mengadakan penyiraman lapangan Sodung—sekitar 2 km dari lokasi pondok. Maklum, ketika itu cuaca sangat panas sehingga agar debu-debu tidak beterbangan ketika helikopter yang dinaiki presiden dan rombongan mendarat, lapangan Sodung itu perlu disiram air. Demi kenyamanan, petugas pun mendatangkan truk tangki berisi air guna disemprotkan ke lapangan yang kering itu.
Saat beberapa petugas tengah sibuk melakukan penyiraman lapangan, tiba-tiba Kiai As'ad muncul.
“Memakai uang siapa menyirami lapangan seluas ini?” tanya Kiai As'ad kepada para petugas. “Jika pemerintah memiliki banyak uang, lebih baik dipergunakan untuk memperbaiki jalan di sebelah utara saja. Percuma menyirami lapangan ini. Sebentar lagi akan turun hujan. Lagi pula, Pak Harto tidak mendarat di lapangan ini,” lanjut Kiai As'ad kemudian.
Komandan lapangan yang ditugasi untuk memimpin penyiraman lapangan itu pun merasa serba salah. Ia menjawab, “Kami hanya melaksanakan tugas dari atasan, Kiai.”
Kiai As'ad diam, dan kemudian kembali ke pondok pesantren.
Benar saja, sesaat setelah Kiai As'ad meninggalkan lapangan, tiba-tiba rintik-rintik hujan turun dan kemudian hujan pun semakin lebat. Lapangan Sodung pun basah oleh air hujan.
Sementara itu, para petugas penyiram lapangan pun berlarian menuju rumah penduduk untuk berteduh. Ternyata hujan hanya turun di sekitar lapangan Sodung saja. Di luar lapangan itu, di perkampungan penduduk, sama sekali tak terjadi hujan.
“Di luar lapangan tidak terjadi hujan. Hujan hanya terjadi di lapangan sini saja,” ucap para petugas yang menyaksikan kejadian tersebut.
Dan juga, ternyata Presiden Suharto tidak jadi mendarat di lapangan Sodung. Helikopter Presiden justru mendarat di Lapangan Karang Telok yang tidak dipersiapkan untuk mendarat sebelumnya. Persis sebagaimana yang diucapkan Kiai As'ad bahwa Pak Harto tidak akan mendarat di lapangan Sodung.
Dalam buku Karomah Para Kiai karya Samsul Munir Amin dijelaskan bahwa kejadian bisa mendatangkan hujan dan juga bisa menghentikan hujan, bukanlah hanya pekerjaan pawang hujan.
Para kiai yang telah memiliki karomah bisa melakukan itu, sekalipun tidak ditunjukkan secara obral. Jika kita pernah mendengar bahwa Kiai Mahrus Ali Lirboyo bisa menghentikan hujan, Kiai As'ad malah sebaliknya, bisa mendatangkan hujan.
"Tentu saja, kejadian ganjil tersebut bukan semata-mata dilakukan oleh yang bersangkutan, akan tetapi atas kehendak dan izin Allah karena doa sang kiai yang maqbul," tulis Samsul Munir Amin.
Kisah ini dimulai saat Muktamar Nahdlatul Ulama (NU) ke-27 yang dilaksanakan di Pondok Pesantren Salafiyah Syafi'iyah Asembagus Situbondo pada Desember 1984. Kiai As'ad, pengasuh Pondok Pesantren Salafiyah Syaff'iyah tersebut, dikenal sebagai salah seorang kiai yang sangat konsen terhadap keberadaan NU.
Tatkala terjadi konflik antara NU dan politisi pada 1982, Kiai As'ad bersama kiai-kiai lain, seperti KH Ali Mashum, KH Masykur, KH Mahrus Ali, berperan penting dalam usaha meluruskan arah strategi perjuangan NU yang sebenarnya. Jadi, peran Kiai Asad dalam NU tidak diragukan lagi.
Tentu saja, Pondok Pesantren Salafiyah Syafi'iyah Asembagus Situbondo ini berbenah diri untuk menyambut pelaksanaan muktamar tingkat nasional yang akan dihadiri oleh Presiden Republik Indonesia saat itu, Soeharto.
Dalam buku "KHR As'ad Syamsul Arifin: Riwayat Hidup dan Perjuangannya" karya tim yang dipimpin Hasan Basri diceritakan bahwa menjelang kehadiran presiden, persiapan lapangan untuk mendarat helikopter ditangani oleh petugas khusus.
Saat itu, beberapa petugas mengadakan penyiraman lapangan Sodung—sekitar 2 km dari lokasi pondok. Maklum, ketika itu cuaca sangat panas sehingga agar debu-debu tidak beterbangan ketika helikopter yang dinaiki presiden dan rombongan mendarat, lapangan Sodung itu perlu disiram air. Demi kenyamanan, petugas pun mendatangkan truk tangki berisi air guna disemprotkan ke lapangan yang kering itu.
Saat beberapa petugas tengah sibuk melakukan penyiraman lapangan, tiba-tiba Kiai As'ad muncul.
“Memakai uang siapa menyirami lapangan seluas ini?” tanya Kiai As'ad kepada para petugas. “Jika pemerintah memiliki banyak uang, lebih baik dipergunakan untuk memperbaiki jalan di sebelah utara saja. Percuma menyirami lapangan ini. Sebentar lagi akan turun hujan. Lagi pula, Pak Harto tidak mendarat di lapangan ini,” lanjut Kiai As'ad kemudian.
Komandan lapangan yang ditugasi untuk memimpin penyiraman lapangan itu pun merasa serba salah. Ia menjawab, “Kami hanya melaksanakan tugas dari atasan, Kiai.”
Kiai As'ad diam, dan kemudian kembali ke pondok pesantren.
Benar saja, sesaat setelah Kiai As'ad meninggalkan lapangan, tiba-tiba rintik-rintik hujan turun dan kemudian hujan pun semakin lebat. Lapangan Sodung pun basah oleh air hujan.
Sementara itu, para petugas penyiram lapangan pun berlarian menuju rumah penduduk untuk berteduh. Ternyata hujan hanya turun di sekitar lapangan Sodung saja. Di luar lapangan itu, di perkampungan penduduk, sama sekali tak terjadi hujan.
“Di luar lapangan tidak terjadi hujan. Hujan hanya terjadi di lapangan sini saja,” ucap para petugas yang menyaksikan kejadian tersebut.
Dan juga, ternyata Presiden Suharto tidak jadi mendarat di lapangan Sodung. Helikopter Presiden justru mendarat di Lapangan Karang Telok yang tidak dipersiapkan untuk mendarat sebelumnya. Persis sebagaimana yang diucapkan Kiai As'ad bahwa Pak Harto tidak akan mendarat di lapangan Sodung.
Dalam buku Karomah Para Kiai karya Samsul Munir Amin dijelaskan bahwa kejadian bisa mendatangkan hujan dan juga bisa menghentikan hujan, bukanlah hanya pekerjaan pawang hujan.
Para kiai yang telah memiliki karomah bisa melakukan itu, sekalipun tidak ditunjukkan secara obral. Jika kita pernah mendengar bahwa Kiai Mahrus Ali Lirboyo bisa menghentikan hujan, Kiai As'ad malah sebaliknya, bisa mendatangkan hujan.
"Tentu saja, kejadian ganjil tersebut bukan semata-mata dilakukan oleh yang bersangkutan, akan tetapi atas kehendak dan izin Allah karena doa sang kiai yang maqbul," tulis Samsul Munir Amin.