Karomah Mbah Muntaha saat di Makam Rasulullah SAW
Jum'at, 09 September 2022 - 15:09 WIB
KH Muntaha al-Hafizh atau akrab dipanggil Mbah Mun adalah pengasuh pondok Pesantren Al-Asy'ariyah Kalibeber Wonosobo. Rekan Mbah Mun, KH Habibullah Idris menuturkan pengalaman aneh saat bersama beliau.
Samsul Munir Amin dalam bukunya berjudul "Karomah Para Kiai" menuturkan pada suatu ketika, KH Habibullah Idris menemani Mbah Mun berkunjung ke beberapa negara Timur Tengah, seperti Arab Saudi, Irak, Iran, Syiria, Turki, Mesir, dan Abu Dhabi.
Pada saat malam di Madinah , tutur KH Habibullah Idris, sehabis melepas lelah dan istirahat di pemondokan, KH Muntaha tertidur. Pada pukul 23.00 Mbah Mun terbangun.
Begitu bangun Mbah Mun mengambil air wudhu dan bergegas ke luar dari pemondokan. KH Habibullah Idris mengikuti ke mana Mbah Muntaha akan pergi. “Mau ke mana, Mbah?” tanya KH Habibullah.
“Ke makam Rasullullah ,” jawab Mbah Mun.
KH Habibullah bermaksud mencegah Mbah Mun. Pasalnya, pada jam-jam tengah malam seperti saat itu, makam Rasulullah SAW tentu terkunci. Selain itu, tentu dijaga oleh petugas keamanan yang akan melarang siapa pun ke makam Nabi yang ada di Masjid Nabawi tersebut.
KH Habibullah Idris mencoba menjelaskan kepada Mbah Mun agar beliau membatalkan niatnya. Namun beliau agak kurang senang dengan tindakan KH Habibullah itu. Akhirnya, KH Habibullah pun menyerah dengan tetap mengikuti Mbah Mun.
“Bagaimana akan menuju makam Nabi malam-malam seperti ini? Pintunya pasti terkunci dan dijaga petugas yang tidak segan-segan memukul dengan pentungan di tangannya,” pikir KH Habibullah.
Kendati demikian, KH Habibullah hanya bisa mengikuti Mbah Mun. Ternyata, Mbah Mun menuju ke salah satu pintu makam Nabi. Yang mengherankan, pintu makam Nabi tersebut ternyata terbuka lebar. Tidak ada yang menjaganya.
Ini aneh dan mustahil. Padahal, biasanya pintu makam Nabi dijaga dan tertutup rapat di malam hari. Dalam ketakjuban, KH Habibullah mengikuti Mbah Muntaha menuju makam Nabi.
Lama Mbah Mun terdiam di depan makam Nabi. Kemudian, KH Habibullah menyaksikan Mbah Muntaha menangis. Di situ, Mbah Mun menjalankan sholat malam hingga waktu subuh menjelang.
Ya, mengapa pintu makam Nabi, yang biasanya selalu terkunci dan dijaga di malam hari, bisa terbuka lebar untuk Mbah Muntaha? Wallahu alam.
Samsul Munir Amin mengatakan beberapa perilaku ganjil memang sering terjadi pada diri seorang ulama. Ulama yang kharismatik, yang tentu saja memililki amaliah dan ibadah yang mendekati sempurna, di mata Allah adalah hambaNya yang terkasih. Sehingga, bisa saja perlakuan ganjil mengiringi perjalanan hidup ulama tersebut, sebagaimana yang terjadi pada diri Mbah Mun.
Menurut Samsul Munir, kejadian ganjil yang justru terjadi di makam Nabi Muhammad sungguh merupakan sesuatu yang bisa saja terjadi. Terbukanya pintu makam Nabi menunjukkan bahwa sesungguhnya Nabi, walaupun secara kasat mata telah wafat, bisa menemui orang-orang tertentu yang dikehendakinya.
Hamangkurat IV
Mbah Muntaha lahir di Kalibeber pada 19 Juli 1912 dan wafat pada 29 Desember 2004. Dalam bukunya yang berjudul "Biografi KH. Muntaha Al-Hafizh, Ulama Multidimensi" karya Drs Samsul Munir Amin, MA disebutkan Mbah Muntaha adalah putra dari KH Asy'ari bin KH Abdurrahim bin Kiai Muntaha.
Kakek buyut Mbah Muntaha adalah salah seorang pasukan perang Pangeran Diponegoro yang jika ditelusuri silsilahnya sampai kepada Hamangkurat IV.
Banyak tokoh pimpinan negeri ini yang menyempatkan datang ke desa Kalibeber yang terletak di pegunungan Dieng untuk sowan Mbah Muntaha.
Mbah Muntaha adalah pendiri Institut Ilmu Alguran (IIQ) Wonosobo yang pada waktu berdirinya memiliki tiga fakultas, yaitu Tarbiyah, Dakwah, dan Syari'ah.
Atas prakarsa dan keinginan Mbah Mun, IIQ sekarang telah berubah menjadi Universitas Sains Al-Qur'an (UNSIQ) Wonosobo yang memiliki fakultas-fakultas umum. Sejak IIQ didirikan (1988) sampai tahun 2001, KH Muntaha menjabat sebagai rektor II.
Mbah Muntaha adalah seorang kiai pesantren yang memiliki komitmen tinggi terhadap pendidikan Al-Qur'an. Dan di sisi lain, masyarakat percaya bahwa dia memiliki banyak karomah.
Samsul Munir Amin dalam bukunya berjudul "Karomah Para Kiai" menuturkan pada suatu ketika, KH Habibullah Idris menemani Mbah Mun berkunjung ke beberapa negara Timur Tengah, seperti Arab Saudi, Irak, Iran, Syiria, Turki, Mesir, dan Abu Dhabi.
Pada saat malam di Madinah , tutur KH Habibullah Idris, sehabis melepas lelah dan istirahat di pemondokan, KH Muntaha tertidur. Pada pukul 23.00 Mbah Mun terbangun.
Begitu bangun Mbah Mun mengambil air wudhu dan bergegas ke luar dari pemondokan. KH Habibullah Idris mengikuti ke mana Mbah Muntaha akan pergi. “Mau ke mana, Mbah?” tanya KH Habibullah.
“Ke makam Rasullullah ,” jawab Mbah Mun.
KH Habibullah bermaksud mencegah Mbah Mun. Pasalnya, pada jam-jam tengah malam seperti saat itu, makam Rasulullah SAW tentu terkunci. Selain itu, tentu dijaga oleh petugas keamanan yang akan melarang siapa pun ke makam Nabi yang ada di Masjid Nabawi tersebut.
KH Habibullah Idris mencoba menjelaskan kepada Mbah Mun agar beliau membatalkan niatnya. Namun beliau agak kurang senang dengan tindakan KH Habibullah itu. Akhirnya, KH Habibullah pun menyerah dengan tetap mengikuti Mbah Mun.
“Bagaimana akan menuju makam Nabi malam-malam seperti ini? Pintunya pasti terkunci dan dijaga petugas yang tidak segan-segan memukul dengan pentungan di tangannya,” pikir KH Habibullah.
Kendati demikian, KH Habibullah hanya bisa mengikuti Mbah Mun. Ternyata, Mbah Mun menuju ke salah satu pintu makam Nabi. Yang mengherankan, pintu makam Nabi tersebut ternyata terbuka lebar. Tidak ada yang menjaganya.
Ini aneh dan mustahil. Padahal, biasanya pintu makam Nabi dijaga dan tertutup rapat di malam hari. Dalam ketakjuban, KH Habibullah mengikuti Mbah Muntaha menuju makam Nabi.
Lama Mbah Mun terdiam di depan makam Nabi. Kemudian, KH Habibullah menyaksikan Mbah Muntaha menangis. Di situ, Mbah Mun menjalankan sholat malam hingga waktu subuh menjelang.
Ya, mengapa pintu makam Nabi, yang biasanya selalu terkunci dan dijaga di malam hari, bisa terbuka lebar untuk Mbah Muntaha? Wallahu alam.
Samsul Munir Amin mengatakan beberapa perilaku ganjil memang sering terjadi pada diri seorang ulama. Ulama yang kharismatik, yang tentu saja memililki amaliah dan ibadah yang mendekati sempurna, di mata Allah adalah hambaNya yang terkasih. Sehingga, bisa saja perlakuan ganjil mengiringi perjalanan hidup ulama tersebut, sebagaimana yang terjadi pada diri Mbah Mun.
Menurut Samsul Munir, kejadian ganjil yang justru terjadi di makam Nabi Muhammad sungguh merupakan sesuatu yang bisa saja terjadi. Terbukanya pintu makam Nabi menunjukkan bahwa sesungguhnya Nabi, walaupun secara kasat mata telah wafat, bisa menemui orang-orang tertentu yang dikehendakinya.
Hamangkurat IV
Mbah Muntaha lahir di Kalibeber pada 19 Juli 1912 dan wafat pada 29 Desember 2004. Dalam bukunya yang berjudul "Biografi KH. Muntaha Al-Hafizh, Ulama Multidimensi" karya Drs Samsul Munir Amin, MA disebutkan Mbah Muntaha adalah putra dari KH Asy'ari bin KH Abdurrahim bin Kiai Muntaha.
Kakek buyut Mbah Muntaha adalah salah seorang pasukan perang Pangeran Diponegoro yang jika ditelusuri silsilahnya sampai kepada Hamangkurat IV.
Banyak tokoh pimpinan negeri ini yang menyempatkan datang ke desa Kalibeber yang terletak di pegunungan Dieng untuk sowan Mbah Muntaha.
Mbah Muntaha adalah pendiri Institut Ilmu Alguran (IIQ) Wonosobo yang pada waktu berdirinya memiliki tiga fakultas, yaitu Tarbiyah, Dakwah, dan Syari'ah.
Atas prakarsa dan keinginan Mbah Mun, IIQ sekarang telah berubah menjadi Universitas Sains Al-Qur'an (UNSIQ) Wonosobo yang memiliki fakultas-fakultas umum. Sejak IIQ didirikan (1988) sampai tahun 2001, KH Muntaha menjabat sebagai rektor II.
Mbah Muntaha adalah seorang kiai pesantren yang memiliki komitmen tinggi terhadap pendidikan Al-Qur'an. Dan di sisi lain, masyarakat percaya bahwa dia memiliki banyak karomah.
(mhy)