Bolehkah Taubat Diumumkan? Begini Penjelasannya
Selasa, 18 Oktober 2022 - 10:16 WIB
Taubat adalah perbuatan atau amal kebaikan seorang hamba untuk menyesali dan meminta ampun kepada Rabbnya Allah Subhanahu wa ta'ala dari perbuatan yang dilarang oleh syariat. Karena, setiap manusia pasti tidak akan luput dari kesalahan dan dosa, karenanya sebagai seorang hamba, kita dianjurkan memohon ampunan Allah dan bertaubat.
Namun, apakah bertaubat atau taubat yang kita lakukan harus diumumkan secara terang-terangan atau tidak? Bagaimana syariat memandang hal tersebut?
Sifat Allah Subhanahu wa ta'ala yang Maha Pengampun dan Maha Pengasih memberikan harapan bagi makhluk-Nya untuk bertaubat dari kesalahan.
Allah SWT berfirman dalam Al-Qur'an:
“Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan dan menganiaya dirinya, kemudian ia mohon ampun kepada Allah, niscaya ia mendapati Allah Mahapengampun lagi Mahapenyayang.” (QS An Nisa 110).
Kemudian hadis, Rasulullah Shallallahu’alaihi Wa sallam bersabda:
“Sungguh, Allah meluaskan tangan-Nya pada malam hari untuk menerima taubat dari hamba yang bermaksiat di siang hari. Dan Allah meluaskan tangan-Nya pada siang hari untuk menerima taubat dari hamba yang bermaksiat di malam hari” (HR. Muslim no.7165)
Al Qurthubi rahimahullah mengatatakan,“Taubat itu menggabungkan 4 hal: istighfar dengan lisan, berhenti melakukan maksiat dengan badan, bertekad untuk tidak kembali melakukannya dengan anggota badan, dan menjauhi teman-teman yang buruk” (Tafsir Al Baghawi, 8/169)
Lantas, apakah taubat seorang hamba ini harus diumumkan? Ustadz Mu’tashim Lc, dai yang berkhidmat di Konsultasi BimbinganIslam (BIAS) ini menjelaskan, taubat seorang hamba tidak mensyaratkan harus diumumkan agar didengar atau diketahui oleh manusia, karena bisa jadi mendatangkan madharat dari riya dan ujub yang malah berakibat negatif kepada dirinya.
Namun, bila seseorang telah melakukan perbuatan salah yang diketahui dan diikuti oleh manusia dengan kesalahan tersebut, maka taubat yang semisal ini yang mengakibatkan kesalahan domino dari apa yang telah dilakukan atau diajarkannya, maka keadaan seperti ini taubatnya seseorang harus dilakukan secara terang-terangan.
"Hal ini, dalam rangka menarik kembali dan meluruskan kesalahan yang telah terjadi/dilakukan sebelumnya atau ada kebutuhan atau kemaslahatan lainnaya dengan taubatnya dari kemaksiatan untuk memotivasi dan mengajak manusia untuk meninggalkan kemaksiatan yang masih dilakukan maka taubatnya boleh atau perlu diumumkan,"ungkapnya.
Ibnu Rajab menjelaskan:
“Jumhur ulama mengatakan bahwa orang yang taubat asalnya hendaknya menyembunyikan taubatnya. Tidak menyampaikannya kepada siapa pun. Namun ia simpan antara dia dengan Allah ‘azza wa jalla. Pendapat ini diriwayatkan dari Abu Bakar, Umar, Ibnu Mas’ud, dan sahabat yang lain. Asy Syafi’i juga menegaskan pendapat ini. Dan di antara ulama madzhab kami (Hambali) ada yang mengatakan: jika orang tersebut tidak dikenal sebagai ahli maksiat maka hendaknya ia sembunyikan taubatnya. Namun jika ia mengumumkan maksiatnya sehingga ia masyhur dikenal sebagai pelaku maksiat tersebut, maka yang lebih utama ia nyatakan taubatnya di depan imam untuk membersihkan namanya” (Fathul Bari, 1/61-62).
Wallahu A'lam
Namun, apakah bertaubat atau taubat yang kita lakukan harus diumumkan secara terang-terangan atau tidak? Bagaimana syariat memandang hal tersebut?
Sifat Allah Subhanahu wa ta'ala yang Maha Pengampun dan Maha Pengasih memberikan harapan bagi makhluk-Nya untuk bertaubat dari kesalahan.
Allah SWT berfirman dalam Al-Qur'an:
وَمَن يَعْمَلْ سُوٓءًا أَوْ يَظْلِمْ نَفْسَهُۥ ثُمَّ يَسْتَغْفِرِ ٱللَّهَ يَجِدِ ٱللَّهَ غَفُورًا رَّحِيمًا
“Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan dan menganiaya dirinya, kemudian ia mohon ampun kepada Allah, niscaya ia mendapati Allah Mahapengampun lagi Mahapenyayang.” (QS An Nisa 110).
Kemudian hadis, Rasulullah Shallallahu’alaihi Wa sallam bersabda:
إِنَّ اللهَ يَبْسُطُ يَدَهُ بِاللَّيْلِ لِيَتُوْبَ مُسِيْءُ النَّهَارِ، وَبِالنَّهَارِ لِيَتُوْبَ مُسِيْءُ اللَّيْلِ
“Sungguh, Allah meluaskan tangan-Nya pada malam hari untuk menerima taubat dari hamba yang bermaksiat di siang hari. Dan Allah meluaskan tangan-Nya pada siang hari untuk menerima taubat dari hamba yang bermaksiat di malam hari” (HR. Muslim no.7165)
Al Qurthubi rahimahullah mengatatakan,“Taubat itu menggabungkan 4 hal: istighfar dengan lisan, berhenti melakukan maksiat dengan badan, bertekad untuk tidak kembali melakukannya dengan anggota badan, dan menjauhi teman-teman yang buruk” (Tafsir Al Baghawi, 8/169)
Lantas, apakah taubat seorang hamba ini harus diumumkan? Ustadz Mu’tashim Lc, dai yang berkhidmat di Konsultasi BimbinganIslam (BIAS) ini menjelaskan, taubat seorang hamba tidak mensyaratkan harus diumumkan agar didengar atau diketahui oleh manusia, karena bisa jadi mendatangkan madharat dari riya dan ujub yang malah berakibat negatif kepada dirinya.
Namun, bila seseorang telah melakukan perbuatan salah yang diketahui dan diikuti oleh manusia dengan kesalahan tersebut, maka taubat yang semisal ini yang mengakibatkan kesalahan domino dari apa yang telah dilakukan atau diajarkannya, maka keadaan seperti ini taubatnya seseorang harus dilakukan secara terang-terangan.
"Hal ini, dalam rangka menarik kembali dan meluruskan kesalahan yang telah terjadi/dilakukan sebelumnya atau ada kebutuhan atau kemaslahatan lainnaya dengan taubatnya dari kemaksiatan untuk memotivasi dan mengajak manusia untuk meninggalkan kemaksiatan yang masih dilakukan maka taubatnya boleh atau perlu diumumkan,"ungkapnya.
Ibnu Rajab menjelaskan:
“Jumhur ulama mengatakan bahwa orang yang taubat asalnya hendaknya menyembunyikan taubatnya. Tidak menyampaikannya kepada siapa pun. Namun ia simpan antara dia dengan Allah ‘azza wa jalla. Pendapat ini diriwayatkan dari Abu Bakar, Umar, Ibnu Mas’ud, dan sahabat yang lain. Asy Syafi’i juga menegaskan pendapat ini. Dan di antara ulama madzhab kami (Hambali) ada yang mengatakan: jika orang tersebut tidak dikenal sebagai ahli maksiat maka hendaknya ia sembunyikan taubatnya. Namun jika ia mengumumkan maksiatnya sehingga ia masyhur dikenal sebagai pelaku maksiat tersebut, maka yang lebih utama ia nyatakan taubatnya di depan imam untuk membersihkan namanya” (Fathul Bari, 1/61-62).
Wallahu A'lam
(wid)