Kisah Mualaf Ayah Hariri Masuk Islam saat Operasi Badai Gurun
Rabu, 07 Desember 2022 - 05:15 WIB
Dia berkata, "Engkau harus mengucapkan kalimat syahadat."
Dia mengucapkannya dalam bahasa Inggris dan saya mengikutinya. Kemudian dia berkata, "Engkau harus mengucapkannya dalam bahasa Arab." Saya telah mulai belajar huruf-huruf dan percakapan bahasa Arab, tetapi bukan bahasa Arab Al-Quran. Dia melafalkannya dalam bahasa Arab dan dia memberitahu saya makna tiap kata, dan dia berkata, "Jika engkau tidak mengetahui apa yang engkau ucapkan, berarti engkau tidak mengucapkan apa-apa."
Saya mengucapkan syahadat tiga kali dan selesailah sudah.
Saya memberitahu perwira komandan saya. Dia berkata, "Baiklah, seberapa jauh ini akan mempengaruhi kerjamu?"
Saya berkata, "Sekarang ini tidak akan berpengaruh apa-apa."
Dia berkata, "Baiklah, kalau begitu."
Ada sebuah toko kecil di kamp itu. Pada hari itu kami berbicara kepada lelaki Syria yang mengendalikan toko itu. Orang itu menunjukkan kepada saya beberapa sajadah dan tasbih. Hussain memberikan sepasang kerudung yang dibuatnya untuk saya. Pada jam-jam tugas, tentu saja, saya masih harus mengenakan seragam pasukan badai gurun. Tetapi selepas jam tugas, saya memakai jubah panjang hitam dan kerudung hitam. Saya tampak seperti orang Saudi.
Saya mendapat tatapan aneh. Orang-orang begitu terkejut. Saya berkata kepada mereka, "Hey, nama saya Sersan Peck. Ada yang ingin Anda tanyakan pada saya?"
Mereka menjawab, "Tidak."
Saya bertanggung jawab atas inventarisasi kamp itu. Suatu hari segerombolan Angkatan Laut datang untuk mengambil beberapa perbekalan. Ketika itu saya mengenakan pakaian seperti ini, berjalan berkeliling dengan membawa kunci-kunci menuju ke gudang, mengeluarkan barang-barang dari sana.
Pusat kamp dekat dari kemah kami, dan di sanalah setiap orang menanti sampai perlengkapannya tiba. Jadi banyak orang melewati Dammam dalam perjalanannya menuju kota-kota yang berlainan.
Saya mengenakan kerudung putih dan banyak orang bertanya-tanya, "Apa yang dilakukan biarawati itu di sini?" Saya bahkan tidak pernah memikirkan hal itu. Tetapi ketika saya kembali ke kamar dan melihat ke cermin, saya bergumam, "Yah, saya benar-benar tampak seperti seorang biarawati."
Kurang dari sebulan kemudian saya kembali ke Amerika.
Hussain tetap tinggal di sana. Dengan berharap musim panas ini kami berdua berada di negara yang sama pada waktu yang sama.
Saya kembali ke Fort Bragg. Kemudian saya mengambil cuti tiga puluh hari. Saya ingin tahu apa hak-hak saya sekarang sebagai orang Muslim. Saya membuat perjanjian dengan JAG (Judge Advocate General), penasihat hukum untuk orang-orang militer. Saya berbicara kepada seorang kapten dan menanyakan apa hak-hak saya. Dia berkata, "Pada dasarnya Anda tidak mempunyai hak apa pun. Bicaralah pada komandan Anda."
Sementara itu saya telah bergabung dengan kelompok rekan wanita di luar kemiliteran. Suami salah satu rekan tersebut merintis sebuah kelompok masyarakat Islam di Fort Bragg. Dia menceritakan hal ini pada suaminya. Suaminya berkata, "Anda seharusnya diizinkan untuk mempunyai beberapa hak."
Saya berkata, "Saya telah membuat pertemuan dengan pihak JAG. Mereka berkata tidak."
"Saya akan coba menghubungi beberapa teman saya," katanya. Dia berpangkat E8, seorang sersan kepala. Dia sedikit lebih berpengaruh.
Dia mengucapkannya dalam bahasa Inggris dan saya mengikutinya. Kemudian dia berkata, "Engkau harus mengucapkannya dalam bahasa Arab." Saya telah mulai belajar huruf-huruf dan percakapan bahasa Arab, tetapi bukan bahasa Arab Al-Quran. Dia melafalkannya dalam bahasa Arab dan dia memberitahu saya makna tiap kata, dan dia berkata, "Jika engkau tidak mengetahui apa yang engkau ucapkan, berarti engkau tidak mengucapkan apa-apa."
Saya mengucapkan syahadat tiga kali dan selesailah sudah.
Saya memberitahu perwira komandan saya. Dia berkata, "Baiklah, seberapa jauh ini akan mempengaruhi kerjamu?"
Saya berkata, "Sekarang ini tidak akan berpengaruh apa-apa."
Dia berkata, "Baiklah, kalau begitu."
Ada sebuah toko kecil di kamp itu. Pada hari itu kami berbicara kepada lelaki Syria yang mengendalikan toko itu. Orang itu menunjukkan kepada saya beberapa sajadah dan tasbih. Hussain memberikan sepasang kerudung yang dibuatnya untuk saya. Pada jam-jam tugas, tentu saja, saya masih harus mengenakan seragam pasukan badai gurun. Tetapi selepas jam tugas, saya memakai jubah panjang hitam dan kerudung hitam. Saya tampak seperti orang Saudi.
Saya mendapat tatapan aneh. Orang-orang begitu terkejut. Saya berkata kepada mereka, "Hey, nama saya Sersan Peck. Ada yang ingin Anda tanyakan pada saya?"
Mereka menjawab, "Tidak."
Saya bertanggung jawab atas inventarisasi kamp itu. Suatu hari segerombolan Angkatan Laut datang untuk mengambil beberapa perbekalan. Ketika itu saya mengenakan pakaian seperti ini, berjalan berkeliling dengan membawa kunci-kunci menuju ke gudang, mengeluarkan barang-barang dari sana.
Pusat kamp dekat dari kemah kami, dan di sanalah setiap orang menanti sampai perlengkapannya tiba. Jadi banyak orang melewati Dammam dalam perjalanannya menuju kota-kota yang berlainan.
Saya mengenakan kerudung putih dan banyak orang bertanya-tanya, "Apa yang dilakukan biarawati itu di sini?" Saya bahkan tidak pernah memikirkan hal itu. Tetapi ketika saya kembali ke kamar dan melihat ke cermin, saya bergumam, "Yah, saya benar-benar tampak seperti seorang biarawati."
Kurang dari sebulan kemudian saya kembali ke Amerika.
Hussain tetap tinggal di sana. Dengan berharap musim panas ini kami berdua berada di negara yang sama pada waktu yang sama.
Baca Juga
Saya kembali ke Fort Bragg. Kemudian saya mengambil cuti tiga puluh hari. Saya ingin tahu apa hak-hak saya sekarang sebagai orang Muslim. Saya membuat perjanjian dengan JAG (Judge Advocate General), penasihat hukum untuk orang-orang militer. Saya berbicara kepada seorang kapten dan menanyakan apa hak-hak saya. Dia berkata, "Pada dasarnya Anda tidak mempunyai hak apa pun. Bicaralah pada komandan Anda."
Sementara itu saya telah bergabung dengan kelompok rekan wanita di luar kemiliteran. Suami salah satu rekan tersebut merintis sebuah kelompok masyarakat Islam di Fort Bragg. Dia menceritakan hal ini pada suaminya. Suaminya berkata, "Anda seharusnya diizinkan untuk mempunyai beberapa hak."
Saya berkata, "Saya telah membuat pertemuan dengan pihak JAG. Mereka berkata tidak."
"Saya akan coba menghubungi beberapa teman saya," katanya. Dia berpangkat E8, seorang sersan kepala. Dia sedikit lebih berpengaruh.