Hukum Sholat Bagi Wanita yang Baru Mengalami Keguguran
Sabtu, 10 Desember 2022 - 21:43 WIB
Hukum sholat bagi wanita yang baru saja mengalami keguguran sangat penting diketahui umat muslim khususnya kaum muslimah. Apalagi sholat merupakan ibadah wajib yang tidak boleh ditinggalkan.
Bagaimana sholat wanita yang baru saja keguguran? Berikut penjelasan Ustaz Muhammad Saiyid Mahadhir Lc MA, Dai yang juga pengajar Rumah Fiqih.
Keguguran, baik pada fase ijhadh (aborsi) dimana umur kandungan di bawah 20 minggu, maupun pada fase saqth (stillbirth) yang biasa dikenal dengan istilah lahir mati untuk umur kehamilan lebih dari 20 minggu, keduanya butuh perhatian yang mendalam, baik dari sisi medis (proses pembersihan rahim), maupun dari sisi fikih, terkait status darah yang keluar karena sebab keguguran tersebut.
Apakah dihukumi sebagai haidh, istihadhah, atau nifas. Hampir semua menyepakati bahwa ketika terjadi kehamilan maka terputus sudah darah haidh, karena memang vonis hamil itu baru ada terhitung dari hari terakhir haidh.
"Setidaknya ini yang berlaku dalam dunia medis, para dokter kandungan biasanya akan menghitung awal kehamilan dari tanggal terakhir haidh untuk setiap perempuan. Sedangkan darah istihadhah adalah darah yang keluar dari rahim perempuan selain darah haidh atau darah nifas," jelas Ustaz Saiyid Mahadhir dilansir dari rumahfiqih.
Sebelum menjawab pertanyaan di atas, umat Islam harus memahami dulu apa itu darah nifas. Ada beberapa perbedaan pada empat mazhab terkemuka. Dalam Mazhab Hanafiyah yang disebut dengan nifas adalah darah yang keluar dari rahim setelah adanya kelahiran."
Mazhab Malikiyah menyebutkan bahwa nifas itu adalah darah yang keluar karena adalanya kelahiran. Sedangkan Mazhab Syafiiyah adalah: darah yang keluar dari rahim pada saat adanya kelahiran atau darah yang keluar setelahnya.
Mazhab Hanabilah menyebutkan nifas adalah darah yang keluar dari rahim karena adanya kelahiran baik dua/tiga hari sebelumnya ataupun setelahnya hingga waktu (paling lama) 40 hari dari dimulainya keluar bayi.
Ada persamaan di antara para ulama dalam hal ini, yaitu semua menyepakati nifas merupakan darah yang keluar karena sebab kelahiran, walaupun ada sedikit perbedaan dalam waktunya.
Rasanya definisi dari ulama Hanabilah lebih luas, bahwa darah itu sudah dinilai nifas sebelum, saat, dan sesudah lahiran.
Keguguran dengan Kondisi Calon Bayi Sudah Berbentuk
Berikutnya jika darah yang keluar karena sebab keguguran pada kondisi dimana sudah jelas bentuk calon bayi yang ada di rahim, maka para ulama menyepakati darah tersebut dihukumi sebagai darah nifas.
Sehingga perempuan yang mengalami kondisi seperti ini tidak boleh sholat, puasa, hingga darah itu hilang dan kembali suci dengan terlebih dahulu melakukan ritual mandi wajib.
Alasanya karena memang sudah ada kejelasan tentang janin yang ada di dalam rahim, dimana janin sudah menyerupai manusia sempurna. Karenanya darah yang membersamai janin itulah yang dinilai sebagai darah haidh oleh seluruh ulama.
Keguguran dengan Kondisi Bayi Belum Berbentuk
Apabila keguguran terjadi pada 40 hari kedua (setelah minggu ke 5), dimana kondisi bayi belum berbentuk apa-apa (belum jelas struktur anatominya), maka darah yang keluar karena sebab keguguran ini menjadi perdebatan di antara para ulama, apakah darah nifas, atau istihadhah.
Para ulama Hanafiyah dan pendapat dari Mazhab Syafii dan salah satu riwayat dari Imam Ahmad menyakini bahwa jika yang keluar hanya berupa alaqah (darah beku) atau berupa mudghah (daging) yang belum berbentuk manusia, maka darah yang keluar karena sebab itu dihukumi sebagai darah istihadhah. Bahkan sebagian ulama Hanabilah meyakini bahwa untuk keguguran pada usia kandungan di atas 81 hari (11 minggu) saja yang darahnya dihukumi darah nifas, sebelumnya tidak.
Alasannya bahwa disebut hamil sempurna jika sudah sampai pada fase dimana janin berada dalam rahim menyerupai manusia. Jika hanya sebatas gumpalan darah atau daging yang belum berbentuk manusia maka itu belum apa-apa, dan yang demikian belum bisa disebut melahirkan.
Namun para ulama Malikiyah dan sebagian ulama Syafiiyah menilai bahwa jika terjadi keguguran pada fase alaqah (darah beku) maupun mudghah (daging) maka darah yang keluar dari sebab keguguran itu tetap dihukumi sebagai darah nifas, bukan darah istihadhah. Alasannya adalah firman Allah:
وَأُوْلَاتُ الْأَحْمَالِ أَجَلُهُنَّ أَن يَضَعْنَ حَمْلَهُنَّ
"Dan perempuan-perempuan yang hamil, waktu iddah mereka itu ialah sampai mereka melahirkan kandungannya." (QS. At-Thalaq: 4)
Kesimpulan
Darah yang keluar karena keguguran pada 40 hari pertama (0-minggu ke 5) kehamilan adalah darah istihadhah. Karenanya perempuan tetap harus sholat dan puasa, tentunya setiap kali ingin sholat darahnya harus dibersihkan dahulu dan berwudhu setiap kali hendak sholat.
Darah yang keluar karena keguguran di mana janin sudah berbentuk manusia adalah darah nifas, karenanya perempuan tidak boleh sholat, puasa, dst, hingga mereka suci.
Darah yang keluar karena keguguran setelah 40 hari pertama dan belum berbentuk manusia sempurna, maka disini terdapat dua pendapat. Sebagian meyakini itu adalah darah istihadhah, dan sebagian ulama lainnya meyakini itu tetap darah nifas, dan masing-masing mempunyai konsekuensinya sendiri.
Wallahu A'lam
Bagaimana sholat wanita yang baru saja keguguran? Berikut penjelasan Ustaz Muhammad Saiyid Mahadhir Lc MA, Dai yang juga pengajar Rumah Fiqih.
Keguguran, baik pada fase ijhadh (aborsi) dimana umur kandungan di bawah 20 minggu, maupun pada fase saqth (stillbirth) yang biasa dikenal dengan istilah lahir mati untuk umur kehamilan lebih dari 20 minggu, keduanya butuh perhatian yang mendalam, baik dari sisi medis (proses pembersihan rahim), maupun dari sisi fikih, terkait status darah yang keluar karena sebab keguguran tersebut.
Apakah dihukumi sebagai haidh, istihadhah, atau nifas. Hampir semua menyepakati bahwa ketika terjadi kehamilan maka terputus sudah darah haidh, karena memang vonis hamil itu baru ada terhitung dari hari terakhir haidh.
"Setidaknya ini yang berlaku dalam dunia medis, para dokter kandungan biasanya akan menghitung awal kehamilan dari tanggal terakhir haidh untuk setiap perempuan. Sedangkan darah istihadhah adalah darah yang keluar dari rahim perempuan selain darah haidh atau darah nifas," jelas Ustaz Saiyid Mahadhir dilansir dari rumahfiqih.
Sebelum menjawab pertanyaan di atas, umat Islam harus memahami dulu apa itu darah nifas. Ada beberapa perbedaan pada empat mazhab terkemuka. Dalam Mazhab Hanafiyah yang disebut dengan nifas adalah darah yang keluar dari rahim setelah adanya kelahiran."
Mazhab Malikiyah menyebutkan bahwa nifas itu adalah darah yang keluar karena adalanya kelahiran. Sedangkan Mazhab Syafiiyah adalah: darah yang keluar dari rahim pada saat adanya kelahiran atau darah yang keluar setelahnya.
Mazhab Hanabilah menyebutkan nifas adalah darah yang keluar dari rahim karena adanya kelahiran baik dua/tiga hari sebelumnya ataupun setelahnya hingga waktu (paling lama) 40 hari dari dimulainya keluar bayi.
Ada persamaan di antara para ulama dalam hal ini, yaitu semua menyepakati nifas merupakan darah yang keluar karena sebab kelahiran, walaupun ada sedikit perbedaan dalam waktunya.
Rasanya definisi dari ulama Hanabilah lebih luas, bahwa darah itu sudah dinilai nifas sebelum, saat, dan sesudah lahiran.
Keguguran dengan Kondisi Calon Bayi Sudah Berbentuk
Berikutnya jika darah yang keluar karena sebab keguguran pada kondisi dimana sudah jelas bentuk calon bayi yang ada di rahim, maka para ulama menyepakati darah tersebut dihukumi sebagai darah nifas.
Sehingga perempuan yang mengalami kondisi seperti ini tidak boleh sholat, puasa, hingga darah itu hilang dan kembali suci dengan terlebih dahulu melakukan ritual mandi wajib.
Alasanya karena memang sudah ada kejelasan tentang janin yang ada di dalam rahim, dimana janin sudah menyerupai manusia sempurna. Karenanya darah yang membersamai janin itulah yang dinilai sebagai darah haidh oleh seluruh ulama.
Keguguran dengan Kondisi Bayi Belum Berbentuk
Apabila keguguran terjadi pada 40 hari kedua (setelah minggu ke 5), dimana kondisi bayi belum berbentuk apa-apa (belum jelas struktur anatominya), maka darah yang keluar karena sebab keguguran ini menjadi perdebatan di antara para ulama, apakah darah nifas, atau istihadhah.
Para ulama Hanafiyah dan pendapat dari Mazhab Syafii dan salah satu riwayat dari Imam Ahmad menyakini bahwa jika yang keluar hanya berupa alaqah (darah beku) atau berupa mudghah (daging) yang belum berbentuk manusia, maka darah yang keluar karena sebab itu dihukumi sebagai darah istihadhah. Bahkan sebagian ulama Hanabilah meyakini bahwa untuk keguguran pada usia kandungan di atas 81 hari (11 minggu) saja yang darahnya dihukumi darah nifas, sebelumnya tidak.
Alasannya bahwa disebut hamil sempurna jika sudah sampai pada fase dimana janin berada dalam rahim menyerupai manusia. Jika hanya sebatas gumpalan darah atau daging yang belum berbentuk manusia maka itu belum apa-apa, dan yang demikian belum bisa disebut melahirkan.
Namun para ulama Malikiyah dan sebagian ulama Syafiiyah menilai bahwa jika terjadi keguguran pada fase alaqah (darah beku) maupun mudghah (daging) maka darah yang keluar dari sebab keguguran itu tetap dihukumi sebagai darah nifas, bukan darah istihadhah. Alasannya adalah firman Allah:
وَأُوْلَاتُ الْأَحْمَالِ أَجَلُهُنَّ أَن يَضَعْنَ حَمْلَهُنَّ
"Dan perempuan-perempuan yang hamil, waktu iddah mereka itu ialah sampai mereka melahirkan kandungannya." (QS. At-Thalaq: 4)
Kesimpulan
Darah yang keluar karena keguguran pada 40 hari pertama (0-minggu ke 5) kehamilan adalah darah istihadhah. Karenanya perempuan tetap harus sholat dan puasa, tentunya setiap kali ingin sholat darahnya harus dibersihkan dahulu dan berwudhu setiap kali hendak sholat.
Darah yang keluar karena keguguran di mana janin sudah berbentuk manusia adalah darah nifas, karenanya perempuan tidak boleh sholat, puasa, dst, hingga mereka suci.
Darah yang keluar karena keguguran setelah 40 hari pertama dan belum berbentuk manusia sempurna, maka disini terdapat dua pendapat. Sebagian meyakini itu adalah darah istihadhah, dan sebagian ulama lainnya meyakini itu tetap darah nifas, dan masing-masing mempunyai konsekuensinya sendiri.
Wallahu A'lam
(rhs)