Kisah Tobat Imam Ibnu Aqil dari Paham Mu'tazilah

Sabtu, 24 Desember 2022 - 22:18 WIB
Di awal kehidupannya, Imam Ibnu Aqil sempat terpengaruh pemikian aliran Mutazilah, kemudian beliau bertobat dan kembali ke pemahaman Ahlusunnah wal Jamaah. Foto/ilustrasi
Kisah tobat Imam Ibnu Aqil Al-Hanbali (wafat 513 H) dari paham Mu'tazilah termasuk di antara kisah hikmah yang sarat pelajaran berharga. Ulama penulis kitab fenomenal "Al-Funun" ini bertobat di depan umum sekaligus membantah pemahaman Mu'tazilah.

Untuk diketahui, paham Mu'tazilah (maknaya memisahkan diri) pertama kali muncul di Irak (Basrah) pada Abad 2 Hijriyah. Bermula dari sikap Wasil bin Atha' (700-750 M) yang memisahkan diri dari gurunya, Imam Hasan Al-Bashri (Ulama Tabiin) karena perbedaan pendapat. Wasil bin Atha' dianggap sebagai pelopor paham Mu'tazilah.

Imam Hasan Al-Bashri berpendapat mukmin yang melakukan dosa besar masih berstatus mukmin. Sementara Wasil bin Atha' berpendapat bahwa muslim yang berdosa besar adalah kafir. Kemudian dalam masalah Qada dan Qadar, aliran Mu'tazilah berpendapat, manusia sendirilah yang menciptakan perbuatannya. Selain itu mengatakan bahwa Al-Qur'an adalah makhluk, bukan Kalam Allah (firman Allah).

Penganut aliran ini menginterpretasikan ayat-ayat Al-Qur'an lebih bebas dibanding kebanyakan umat muslim. Pada awal kehidupannya, Ibnu Aqil sempat terpengaruh oleh arus pemikian aliran Mu'tazilah, lalu beliau bertaubat dan kembali ke pemahaman Ahlusunnah wal Jama'ah.

Ibnu Atsir rahimahullah berkata:

كان قد اشتغل بمذهب المعتزلة في حداثته على ابن الوليد، فأراد الحنابلة قتله، فاستجار بباب المراتب عدة سنين، ثم أظهر التوبة

Artinya: "Di masa mudanya ia sempat sibuk dengan Mazhab Mu'tazilah asuhan Ali bin Walid. Sehingga kalangan Hanabilah (Mazhab Hanbali) ingin membunuhnya. Lalu ia minta perlindungan ke pemerintah beberapa tahun, hingga ia menyatakan taubatnya." (Tarikh Ibnu Atsir)

Ibnu Hajar Al-Asqalani dalam Lisanul Mizan menceritakan bahwa dulunya Ibnu Aqil penganut paham Mu'tazilah. Akan tetapi, beliau telah menyatakan diri bertaubat dan tobtanya pun sungguh-sungguh. Bahkan, beliau menulis kitab untuk membantah kaum Mu'tazilah.

Ketika masih teracuni pemikiran Mu'tazilah, tak ada satupun orang yang bisa mengalahkan Ibnu Aqil dalam perdebatan.

Tobat dengan Mengundang Banyak Orang

Saat menyatakan tobatnya, sang imam mengundang begitu banyak orang termasuk para ulama dari berbagai mazhab. Ibnu Aqil berkata:

إني ‌أبرأ ‌إلى ‌الله ‌تعالى ‌من ‌مذاهب ‌مبتدعة ‌الاعتزال ‌وغيره، ومن صحبة أربابه، وتعظيم أصحابه... فأنا تائب إلى الله تعالى من كتابته، ولا تحلَّ كتابتُه، ولا قراءتُه، ولا اعتقادُه

Artinya: "Aku berserah kepada Allah dengan berlepas diri dari pemahaman bid'ah Mu'tazilah dan pemikiran semisalnya. Dan dari mengikuti para tokohnya, dari mengagungkan pengikutnya. Aku bertaubat kepada Allah dari apa yang pernah aku tulis itu. Maka aku tidak membolehkan siapapun untuk menyalinnya, membacanya atau menjadikannya sebagai rujukan pemahaman." (Dzail Tabaqat al-Hanabilah (1/322)]

Apa yang beliau lakukan menunjukkan kebeningan hati, ketawadhu'an dan sikap yang kesatria. Beliau menyatakan dengan terus terang ketergelincirannya tanpa gengsi, demi agar orang-orang tidak mengikuti kesalahan yang beliau lakukan.

Padahal, jika dibandingkan dengan sekarang ini, bisa jadi kesalahan beliau itu tidak akan dianggap oleh kebanyakan orang. Dan bagi pelakunya cukup ngeles sedikit, terjagalah harga diri.

Berkata Ibnu Hajar Al-Asqalani:

وصحت توبته ثم صنف في الرد عليهم، وقد أثنى عليه أهل عصره ومن بعدهم

Artinya: "Dan sungguh benar taubatnya dan ia menyusun tulisan untuk membantah pemahaman mereka (Mu'tazilah). Dan telah menyanjungnya ulama di zamannya dan juga zaman setelahnya." [Lisanul Mizan (4/243)]

Demikian kisah tobat Imam Ibnu Aqil yang mengagumkan. Semoga bermanfaat.



Wallahu A'lam
(rhs)
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Hadits of The Day
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam sering berdoa: Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari empat perkara, yaitu dari ilmu yang tidak bermanfaat, dari hati yang tidak khusyu', dari jiwa yang tidak pernah puas, dan dari doa yang tidak didengar.

(HR. Ibnu Majah No. 3827)
Artikel Terkait
Al-Qur'an, Bacalah!
Rekomendasi
Terpopuler
Artikel Terkini More