3 Kelemahan Kristen, Titik Temu dengan Islam Menurut Montgomery Watt
Rabu, 11 Januari 2023 - 15:37 WIB
Orientalis yang pakar studi-studi keislaman dari Britania Raya, William Montgomery Watt (1909-2006), mengatakan untuk mengapresiasi dengan benar titik temu pertama antara Islam dan Kristen yang diperlukan bagi umat yang beragama Kristen adalah agar mereka sadar akan kelemahan Kristiani di periode zaman itu.
Pertama, adalah golongan Kristen Ortodoks, yakni Gereja Besar pada umumnya, yang terlalu dekat diasosiasikan dengan kekaisaran Byzantine setelah menjadi agama resmi negeri kekaisaran ini pada kekuatan Konstantine.
"Haruskah masyarakat Mekkah menjadi penganut agama Kristen yang setia, tak pelak lagi, mereka dalam beberapa segi telah menjadi subyek bagi kekuasaan Byzantine," ujar William Montgomery Watt dalam buku yang diterjemahkan Zaimudin berjudul "Titik Temu Islam dan Kristen, Persepsi dan Salah Persepsi" (Gaya Media Pratama, 1996).
Walaupun demikian, demi interes mereka kepada perdagangan, maka penting bagi mereka untuk mempertahankan netralitas antara kekaisaran Byzantine dan kekaisaraan Sassanian.
Menurutnya, sekitar tahun 590 Masehi atau agak terkemudian sedikit, seorang Mekkah yang bernama Utsman Ibnu Al-Huwairits yang beragama Kristen, agaknya mencoba mengajak masyarakat Mekkah untuk menerima agama Kristen sebagai sejenis pengertian dengan menyatakan dia telah dapat mengajak perkampungan-perkampungan khusus tertentu dari bangsa Byzantine; dan barangkali aspek keagamaan yang baik sebaik pretensi-pretensinya kepada keagungan yang menjadikan mereka itu menolak rencana ajakan Al-Huwairits ini.
Kedua, teologi Yunani resmi sebagai didefinisikan oleh konsili-konsili ekumenikal yang menjadi terlalu abstrak dan secara sempurna berada di luar genggaman pemahaman orang Kristen awam.
Golongan Monofisit dan golongan Nestorian dalam mendefinisikan posisi mereka menentang rumusan-rumusan resmi Gereja Besar, juga nyaris menjadi abstrak.
Ini berarti bahwa sebagian umat Kristen yang berada di Mekkah sekiranya diketemukan ketidakmampuan mereka menjelaskan seluk beluk ajaran Kristen. Tidak heran kalau ide-ide mereka itu tidak cukup dan malah salah tentang Kristiani yang belakangan ada di Mekkah, namun inilah yang seharusnya menjadi tanggung jawab umat Kristen dengan sendirinya.
Ketiga, dan yang terakhir, penolakan golongan Kopti, Yakobit, dan Nestorian, oleh karena Gereja Besar hampir pasti merupakan suatu faktor mudahnya bagi perpindahan agama mereka untuk masuk ke agama Islam.
"Maka secara esensial, keputusan Gereja Besar yang bersifat heretik (bid'ah) itu adalah suatu kegagalan untuk membuat ketetapan yang benar bagi keanekaragaman kultural di antara umat Kristen sendiri," ujar William Montgomery Watt.
"Maka umat Kristen hari ini seyogyanya berpikir serius tentang fakta tersebut di tanah air tumpah darah agama mereka yang sebenarnya telah digantikan oleh agama Islam, dan ummat Kristen hendaknya mempertanyakan apakah Tuhan telah menitahkan kejadian ini mengenai sebab kegagalan umat Kristen," tambahnya.
Sekadar mengingatkan William Montgomery Watt adalah seorang penulis barat tentang Islam. Ia pernah mendapatkan gelar "Emiritus Professor," gelar penghormatan tertinggi bagi seorang ilmuwan. Gelar ini diberikan kepadanya oleh Universitas Edinburgh. Penghormatan ini diberikan kepada Watt atas keahliannya di bidang bahasa Arab dan Kajian Islam (Islamic Studies). Tentu kajian Islam ini beliau tekuni selama bertahun-tahun sehingga sampai kepada keahlian yang dimilikinya. Hasilnya, berbagai buku telah dilahirkan dari hasil pikiran dan penelitiannya tentang Islam.
Pertama, adalah golongan Kristen Ortodoks, yakni Gereja Besar pada umumnya, yang terlalu dekat diasosiasikan dengan kekaisaran Byzantine setelah menjadi agama resmi negeri kekaisaran ini pada kekuatan Konstantine.
"Haruskah masyarakat Mekkah menjadi penganut agama Kristen yang setia, tak pelak lagi, mereka dalam beberapa segi telah menjadi subyek bagi kekuasaan Byzantine," ujar William Montgomery Watt dalam buku yang diterjemahkan Zaimudin berjudul "Titik Temu Islam dan Kristen, Persepsi dan Salah Persepsi" (Gaya Media Pratama, 1996).
Walaupun demikian, demi interes mereka kepada perdagangan, maka penting bagi mereka untuk mempertahankan netralitas antara kekaisaran Byzantine dan kekaisaraan Sassanian.
Menurutnya, sekitar tahun 590 Masehi atau agak terkemudian sedikit, seorang Mekkah yang bernama Utsman Ibnu Al-Huwairits yang beragama Kristen, agaknya mencoba mengajak masyarakat Mekkah untuk menerima agama Kristen sebagai sejenis pengertian dengan menyatakan dia telah dapat mengajak perkampungan-perkampungan khusus tertentu dari bangsa Byzantine; dan barangkali aspek keagamaan yang baik sebaik pretensi-pretensinya kepada keagungan yang menjadikan mereka itu menolak rencana ajakan Al-Huwairits ini.
Kedua, teologi Yunani resmi sebagai didefinisikan oleh konsili-konsili ekumenikal yang menjadi terlalu abstrak dan secara sempurna berada di luar genggaman pemahaman orang Kristen awam.
Golongan Monofisit dan golongan Nestorian dalam mendefinisikan posisi mereka menentang rumusan-rumusan resmi Gereja Besar, juga nyaris menjadi abstrak.
Ini berarti bahwa sebagian umat Kristen yang berada di Mekkah sekiranya diketemukan ketidakmampuan mereka menjelaskan seluk beluk ajaran Kristen. Tidak heran kalau ide-ide mereka itu tidak cukup dan malah salah tentang Kristiani yang belakangan ada di Mekkah, namun inilah yang seharusnya menjadi tanggung jawab umat Kristen dengan sendirinya.
Ketiga, dan yang terakhir, penolakan golongan Kopti, Yakobit, dan Nestorian, oleh karena Gereja Besar hampir pasti merupakan suatu faktor mudahnya bagi perpindahan agama mereka untuk masuk ke agama Islam.
"Maka secara esensial, keputusan Gereja Besar yang bersifat heretik (bid'ah) itu adalah suatu kegagalan untuk membuat ketetapan yang benar bagi keanekaragaman kultural di antara umat Kristen sendiri," ujar William Montgomery Watt.
"Maka umat Kristen hari ini seyogyanya berpikir serius tentang fakta tersebut di tanah air tumpah darah agama mereka yang sebenarnya telah digantikan oleh agama Islam, dan ummat Kristen hendaknya mempertanyakan apakah Tuhan telah menitahkan kejadian ini mengenai sebab kegagalan umat Kristen," tambahnya.
Sekadar mengingatkan William Montgomery Watt adalah seorang penulis barat tentang Islam. Ia pernah mendapatkan gelar "Emiritus Professor," gelar penghormatan tertinggi bagi seorang ilmuwan. Gelar ini diberikan kepadanya oleh Universitas Edinburgh. Penghormatan ini diberikan kepada Watt atas keahliannya di bidang bahasa Arab dan Kajian Islam (Islamic Studies). Tentu kajian Islam ini beliau tekuni selama bertahun-tahun sehingga sampai kepada keahlian yang dimilikinya. Hasilnya, berbagai buku telah dilahirkan dari hasil pikiran dan penelitiannya tentang Islam.
(mhy)