Hikmah yang Dapat Diambil dari Peristiwa Isra Miraj
loading...
A
A
A
Salah satu pelajaran atau hikmah yang dapat diambil dari peristiwa Isra Miraj adalah bahwa 'ilm dan qudrat Tuhan meliputi dan menjangkau, bahkan mengatasi, segala yang finite (terbatas) dan infinite (tak terbatas) tanpa terbatas waktu atau ruang.
Prof Muhammad Quraish Shihab dalam bukunya berjudul " Membumikan Al-Quran , Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat" (Mizan, 1996) menjelaskan kaum empirisis dan rasionalis, yang melepaskan diri dari bimbingan wahyu, dapat saja menggugat: Bagaimana mungkin kecepatan, yang bahkan melebihi kecepatan cahaya, kecepatan yang merupakan batas kecepatan tertinggi dalam continuum empat dimensi ini, dapat terjadi?
Bagaimana mungkin lingkungan material yang dilalui oleh Muhammad SAW tidak mengakibatkan gesekan-gesekan panas yang merusak tubuh beliau sendiri? Bagaimana mungkin beliau dapat melepaskan diri dari daya tarik bumi?
Ini tidak mungkin terjadi, karena ia tidak sesuai dengan hukum-hukum alam, tidak dapat dijangkau oleh pancaindera, bahkan tidak dapat dibuktikan oleh patokan-patokan logika. Demikian kira-kira kilah mereka yang menolak peristiwa ini.
Quraish menjelaskan, pendekatan yang paling tepat untuk memahaminya adalah pendekatan imaniy. Inilah yang ditempuh oleh Abu Bakar Ash-Shiddiq , seperti tergambar dalam ucapannya: "Apabila Muhammad yang memberitakannya, pasti benarlah adanya."
Skema Rohani
Menurut Quraish, salah satu hal yang menjadi pusat pembahasan Al-Quran adalah masa depan rohani manusia demi mewujudkan keutuhannya. Uraian Al-Quran tentang Isra' dan Mi'raj merupakan salah satu cara pembuatan skema rohani tersebut. Hal ini terbukti jelas melalui pengamatan terhadap sistematika dan kandungan Al-Quran, baik dalam bagian-bagiannya yang terbesar maupun dalam ayat-ayatnya yang terinci.
Tujuh bagian pertama Al-Quran membahas pertumbuhan jiwa manusia sebagai pribadi-pribadi yang secara kolektif membentuk umat.
Dalam bagian kedelapan sampai keempat belas, Al-Quran menekankan pembangunan manusia seutuhnya serta pembangunan masyarakat dan konsolidasinya.
Tema bagian kelima belas mencapai klimaksnya dan tergambar pada pribadi yang telah mencapai tingkat tertinggi dari manusia seutuhnya, yakni al-insan al-kamil. "Dan karena itu, peristiwa Isra' dan Mi'raj merupakan awal bagian ini, dan berkelanjutan hingga bagian kedua puluh satu, di mana kisah para rasul diuraikan dari sisi pandangan tersebut," ujar Quraish Shihab.
Kemudian, katanya lagi, masalah perkembangan rohani manusia secara orang per orang diuraikan lebih lanjut sampai bagian ketiga puluh, dengan penjelasan tentang hubungan perkembangan tersebut dengan kehidupan masyarakat secara timbal-balik.
Kalau kita melihat cakupan lebih kecil, menurut Quraish, maka ilmuwan-ilmuwan Al-Quran, sebagaimana ilmuwan-ilmuwan pelbagai disiplin ilmu, menyatakan bahwa segala sesuatu memiliki pendahuluan yang mengantar atau menyebabkannya.
Surat Al-Nahl
Imam Al-Suyuthi dalam "Asrar Tartib Al-Qur'an" berpendapat bahwa pengantar satu uraian dalam Al-Quran adalah uraian yang terdapat dalam surat sebelumnya.
Sedangkan inti uraian satu surat dipahami dari nama surat tersebut, seperti dikatakan oleh Al-Biqai'i dalam Nazhm Al-Durar fi Tanasub Al-Ayat wa Al-Suwar. Dengan demikian, maka pengantar uraian peristiwa Isra' adalah surat yang dinamai Tuhan dengan sebutan Al-Nahl, yang berarti lebah.
Mengapa lebah? Menurut Quraish Shihab, karena makhluk ini memiliki banyak keajaiban. Keajaibannya itu bukan hanya terlihat pada jenisnya, yang jantan dan betina, tetapi juga jenis yang bukan jantan dan bukan betina.
Keajaibannya juga tidak hanya terlihat pada sarang-sarangnya yang tersusun dalam bentuk lubang-lubang yang sama bersegi enam dan diselubungi oleh selaput yang sangat halus menghalangi udara atau bakteri menyusup ke dalamnya, juga tidak hanya terletak pada khasiat madu yang dihasilkannya, yang menjadi makanan dan obat bagi sekian banyak penyakit.
Keajaiban lebah mencakup itu semua, dan mencakup pula sistem kehidupannya yang penuh disiplin dan dedikasi di bawah pimpinan seekor "ratu".
Prof Muhammad Quraish Shihab dalam bukunya berjudul " Membumikan Al-Quran , Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat" (Mizan, 1996) menjelaskan kaum empirisis dan rasionalis, yang melepaskan diri dari bimbingan wahyu, dapat saja menggugat: Bagaimana mungkin kecepatan, yang bahkan melebihi kecepatan cahaya, kecepatan yang merupakan batas kecepatan tertinggi dalam continuum empat dimensi ini, dapat terjadi?
Bagaimana mungkin lingkungan material yang dilalui oleh Muhammad SAW tidak mengakibatkan gesekan-gesekan panas yang merusak tubuh beliau sendiri? Bagaimana mungkin beliau dapat melepaskan diri dari daya tarik bumi?
Ini tidak mungkin terjadi, karena ia tidak sesuai dengan hukum-hukum alam, tidak dapat dijangkau oleh pancaindera, bahkan tidak dapat dibuktikan oleh patokan-patokan logika. Demikian kira-kira kilah mereka yang menolak peristiwa ini.
Quraish menjelaskan, pendekatan yang paling tepat untuk memahaminya adalah pendekatan imaniy. Inilah yang ditempuh oleh Abu Bakar Ash-Shiddiq , seperti tergambar dalam ucapannya: "Apabila Muhammad yang memberitakannya, pasti benarlah adanya."
Skema Rohani
Menurut Quraish, salah satu hal yang menjadi pusat pembahasan Al-Quran adalah masa depan rohani manusia demi mewujudkan keutuhannya. Uraian Al-Quran tentang Isra' dan Mi'raj merupakan salah satu cara pembuatan skema rohani tersebut. Hal ini terbukti jelas melalui pengamatan terhadap sistematika dan kandungan Al-Quran, baik dalam bagian-bagiannya yang terbesar maupun dalam ayat-ayatnya yang terinci.
Tujuh bagian pertama Al-Quran membahas pertumbuhan jiwa manusia sebagai pribadi-pribadi yang secara kolektif membentuk umat.
Dalam bagian kedelapan sampai keempat belas, Al-Quran menekankan pembangunan manusia seutuhnya serta pembangunan masyarakat dan konsolidasinya.
Tema bagian kelima belas mencapai klimaksnya dan tergambar pada pribadi yang telah mencapai tingkat tertinggi dari manusia seutuhnya, yakni al-insan al-kamil. "Dan karena itu, peristiwa Isra' dan Mi'raj merupakan awal bagian ini, dan berkelanjutan hingga bagian kedua puluh satu, di mana kisah para rasul diuraikan dari sisi pandangan tersebut," ujar Quraish Shihab.
Kemudian, katanya lagi, masalah perkembangan rohani manusia secara orang per orang diuraikan lebih lanjut sampai bagian ketiga puluh, dengan penjelasan tentang hubungan perkembangan tersebut dengan kehidupan masyarakat secara timbal-balik.
Kalau kita melihat cakupan lebih kecil, menurut Quraish, maka ilmuwan-ilmuwan Al-Quran, sebagaimana ilmuwan-ilmuwan pelbagai disiplin ilmu, menyatakan bahwa segala sesuatu memiliki pendahuluan yang mengantar atau menyebabkannya.
Surat Al-Nahl
Imam Al-Suyuthi dalam "Asrar Tartib Al-Qur'an" berpendapat bahwa pengantar satu uraian dalam Al-Quran adalah uraian yang terdapat dalam surat sebelumnya.
Sedangkan inti uraian satu surat dipahami dari nama surat tersebut, seperti dikatakan oleh Al-Biqai'i dalam Nazhm Al-Durar fi Tanasub Al-Ayat wa Al-Suwar. Dengan demikian, maka pengantar uraian peristiwa Isra' adalah surat yang dinamai Tuhan dengan sebutan Al-Nahl, yang berarti lebah.
Mengapa lebah? Menurut Quraish Shihab, karena makhluk ini memiliki banyak keajaiban. Keajaibannya itu bukan hanya terlihat pada jenisnya, yang jantan dan betina, tetapi juga jenis yang bukan jantan dan bukan betina.
Keajaibannya juga tidak hanya terlihat pada sarang-sarangnya yang tersusun dalam bentuk lubang-lubang yang sama bersegi enam dan diselubungi oleh selaput yang sangat halus menghalangi udara atau bakteri menyusup ke dalamnya, juga tidak hanya terletak pada khasiat madu yang dihasilkannya, yang menjadi makanan dan obat bagi sekian banyak penyakit.
Keajaiban lebah mencakup itu semua, dan mencakup pula sistem kehidupannya yang penuh disiplin dan dedikasi di bawah pimpinan seekor "ratu".