Bukti Kebenaran Al-Qur'an Menurut Quraish Shihab

Kamis, 23 Maret 2023 - 17:52 WIB
loading...
Bukti Kebenaran Al-Quran Menurut Quraish Shihab
Prof Dr Quraish Shihab/Foto Ist
A A A
Al-Qur'an mempunyai sekian banyak fungsi. Di antaranya adalah menjadi bukti kebenaran Nabi Muhammad SAW . Bukti kebenaran tersebut dikemukakan dalam tantangan yang sifatnya bertahap.

Prof Dr Muhammad Quraish Shihab, MA dalam bukunya berjudul " Membumikan Al-Qur'an , Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat" (Mizan, 1996) menyebut pertama, menantang siapa pun yang meragukannya untuk menyusun semacam Al-Qur'an secara keseluruhan (baca QS 52 :34).

Kedua, menantang mereka untuk menyusun sepuluh surah semacam Al-Qur'an (baca QS 11 :13). Seluruh Al-Qur'an berisikan 114 surah.

Ketiga, menantang mereka untuk menyusun satu surah saja semacam Al-Qur'an (baca QS 10 :38).

Keempat, menantang mereka untuk menyusun sesuatu seperti atau lebih kurang sama dengan satu surah dari Al-Quran (baca QS 2 :23).



Dalam hal ini, Al-Qur'an menegaskan: Katakanlah (hai Muhammad) sesungguhnya jika manusia dan jin berkumpul untuk membuat yang serupa Al-Qur'an ini, niscaya mereka tidak akan mampu membuat yang serupa dengannya, sekalipun sebagian mereka menjadi pembantu bagi sebagian yang lain. ( QS 17 :88).

Menurut Quraish Shihab, seorang ahli berkomentar bahwa tantangan yang sedemikian lantang ini tidak dapat dikemukakan oleh seseorang kecuali jika ia memiliki satu dari dua sifat: gila atau sangat yakin. Muhammad SAW sangat yakin akan wahyu-wahyu Tuhan, karena "Wahyu adalah informasi yang diyakini dengan sebenarnya bersumber dari Tuhan."

Walaupun Al-Qur'an menjadi bukti kebenaran Nabi Muhammad, kata Quraish Shihab, tapi fungsi utamanya adalah menjadi "petunjuk untuk seluruh umat manusia."

Petunjuk yang dimaksud adalah petunjuk agama, atau yang biasa juga disebut sebagai syari'at. Syari'at, dari segi pengertian kebahasaan, berarti 'jalan menuju sumber air'. Jasmani manusia, bahkan seluruh makhluk hidup, membutuhkan air, demi kelangsungan hidupnya. Rohaninya pun membutuhkan "air kehidupan". Di sini, syari'at mengantarkan seseorang menuju air kehidupan itu.



Rambu-rambu Jalan


Dalam syari'at ditemukan sekian banyak rambu-rambu jalan: ada yang berwarna merah, yang berarti larangan; ada pula yang berwarna kuning, yang memerlukan kehati-hatian; dan ada yang hijau warnanya, yang melambangkan kebolehan melanjutkan perjalanan.

Ini semua, persis sama dengan lampu-lampu lalulintas. Lampu merah tidak memperlambat seseorang sampai ke tujuan. Bahkan ia merupakan salah satu faktor utama yang memelihara pejalan dari mara bahaya. Demikian juga halnya dengan "lampu-lampu merah" atau larangan-larangan agama.

Menurut Quraish Shihab, kita sangat membutuhkan peraturan-peraturan lalulintas demi memelihara keselamatan kita. Demikian juga dengan peraturan lalulintas menuju kehidupan yang lebih jauh, kehidupan sesudah mati. Di sini, siapakah yang seharusnya membuat peraturan-peraturan menuju perjalanan yang sangat jauh itu?

Manusia memiliki kelemahan-kelemahan. Antara lain, ia seringkali bersifat egoistis. Disamping itu, pengetahuannya sangat terbatas. Lantaran itu, jika ia yang diserahi menyusun peraturan lalulintas menuju kehidupan sesudah mati, maka diduga keras bahwa ia, di samping hanya akan menguntungkan dirinya sendiri, juga akan sangat terbatas bahkan keliru, karena ia tidak mengetahui apa yang akan terjadi setelah kematian.

Jika demikian, yang harus menyusunnya adalah "Sesuatu" yang tidak bersifat egoistis, yang tidak mempunyai sedikit kepentingan pun, sekaligus memiliki pengetahuan yang Mahaluas. "Sesuatu" itu adalah Tuhan Yang Mahaesa, dan peraturan yang dibuatnya itu dinamai "agama".



Sayang bahwa tidak semua manusia dapat berhubungan langsung secara jelas dengan Tuhan, guna memperoleh informasi-Nya. Karena itu, Tuhan memilih orang-orang tertentu, yang memiliki kesucian jiwa dan kecerdasan pikiran untuk menyampaikan informasi tersebut kepada mereka. Mereka yang terpilih itu dinamai Nabi atau Rasul.

Quraish Shihab mengatakan karena sifat egoistis manusia, maka ia tidak mempercayai informasi-informasi Tuhan yang disampaikan oleh para Nabi itu. Mereka bahkan tidak percaya bahwa manusia-manusia terpilih itu adalah Nabi-nabi yang mendapat tugas khusus dari Tuhan.

Untuk meyakinkan manusia, para Nabi atau Rasul diberi bukti-bukti yang pasti dan terjangkau. Bukti-bukti tersebut merupakan hal-hal tertentu yang tidak mungkin dapat mereka --sebagai manusia biasa (bukan pilihan Tuhan)-- lakukan. Bukti-bukti tersebut dalam bahasa agama dinamai "mukjizat".

Para Nabi atau Rasul terdahulu memiliki mukjizat-mukjizat yang bersifat temporal, lokal, dan material. Ini disebabkan karena misi mereka terbatas pada daerah tertentu dan waktu tertentu. Ini jelas berbeda dengan misi Nabi Muhammad SAW. Beliau diutus untuk seluruh umat manusia, di mana dan kapan pun hingga akhir zaman.

Pengutusan ini juga memerlukan mukjizat. Dan karena sifat pengutusan itu, kata Quraish Shihab, maka bukti kebenaran beliau juga tidak mungkin bersifat lokal, temporal, dan material. "Bukti itu harus bersifat universal, kekal, dapat dipikirkan dan dibuktikan kebenarannya oleh akal manusia. Di sinilah terletak fungsi Al-Qur'an sebagai mukjizat," tutur Quraish Shihab.

(mhy)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.3809 seconds (0.1#10.140)