Nuzulul Qur'an: Makna Iqra Tidak Selalu Harus Diartikan Membaca Teks Tertulis

Senin, 03 April 2023 - 04:00 WIB
loading...
Nuzulul Quran: Makna Iqra Tidak Selalu Harus Diartikan Membaca Teks Tertulis
Iqra terambil dari akar kata yang berarti menghimpun, sehingga tidak selalu harus diartikan membaca teks tertulis dengan aksara tertentu. Foto/Ilustrasi: istock
A A A
Mengapa iqra, merupakan perintah pertama yang ditujukan kepada Nabi Muhammad SAW padahal beliau seorang ummi (yang tidak pandai membaca dan menulis)? Mengapa demikian?

Allah SWT berfirman:

"Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan, Dia telah menciptakan manusia dari 'alaq. Bacalah, dan Tuhanmulah yang paling Pemurah, Yang mengajar manusia dengan pena. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang belum diketahuinya" ( QS Al-'Alaq [96] : 1-5).



Prof Dr Muhammad Quraish Shihab dalam bukunya berjudul " Wawasan Al-Qur'an , Tafsir Maudhu'i atas Pelbagai Persoalan Umat" menjelaskan Iqra' terambil dari akar kata yang berarti "menghimpun," sehingga tidak selalu harus diartikan "membaca teks tertulis dengan aksara tertentu."

Dari "menghimpun" lahir aneka ragam makna, seperti menyampaikan, menelaah, mendalami, meneliti mengetahui ciri sesuatu dan membaca, baik teks tertulis maupun tidak.

Iqra' (Bacalah)! Tetapi apa yang harus dibaca? "Ma aqra'?" tanya Nabi -dalam suatu riwayat- setelah beliau kepayahan dirangkul dan diperintah membaca oleh malaikat Jibril as.

Pertanyaan itu tidak dijawab, karena Allah menghendaki agar beliau dan umatnya membaca apa saja, selama bacaan tersebut Bismi Rabbik; dalam arti bermanfaat untuk kemanusiaan.

Iqra' berarti bacalah, telitilah, dalamilah, ketahuilah ciri-ciri sesuatu, bacalah alam, bacalah tanda-tanda zaman, sejarah, diri sendiri, yang tertulis dan tidak tertulis.

Alhasil objek perintah iqra' mencakup segala sesuatu yang dapat dijangkaunya.

Demikian terpadu dalam perintah ini segala macam cara yang dapat ditempuh manusia untuk meningkatkan kemampuannya.



Menurut Quraish Shihab, pengulangan perintah membaca dalam wahyu pertama ini, bukan sekadar menunjukkan bahwa kecakapan membaca tidak diperoleh kecuali mengulang-ulangi bacaan, atau membaca hendaknya dilakukan sampai mencapai batas maksimal kemampuan, tetapi juga untuk mengisyaratkan bahwa mengulang-ulangi bacaan Bismi Rabbika (demi karena Allah) akan menghasilkan pengetahuan dan wawasan baru walaupun yang dibaca itu-itu juga.

Mengulang-ulang membaca ayat Al-Qur'an menimbulkan penafsiran baru, pengembangan gagasan, dan menambah kesucian jiwa serta kesejahteraan batin. Berulang-ulang "membaca" alam raya, membuka tabir rahasianya dan memperluas wawasan serta menambah kesejahteraan lahir.

Ayat Al-Qur'an yang kita baca dewasa ini tak sedikit pun berbeda dengan ayat Al-Quran yang dibaca Rasul dan generasi terdahulu. Alam raya pun demikian, namun pemahaman, penemuan rahasianya, serta limpahan kesejahteraan-Nya terus berkembang, dan itulah pesan yang dikandung dalam Iqra' wa Rabbukal akram (Bacalah dan Tuhanmulah yang paling Pemurah). Atas kemurahan-Nyalah kesejahteraan demi kesejahteraan tercapai.

Sungguh, perintah membaca merupakan sesuatu yang paling berharga yang pernah dan dapat diberikan kepada umat manusia. "Membaca" dalam aneka maknanya adalah syarat pertama dan utama pengembangan ilmu dan teknologi, serta syarat utama membangun peradaban.

Semua peradaban yang berhasil bertahan lama, justru dimulai dari satu kitab (bacaan). Peradaban Yunani di mulai dengan Iliad karya Homer pada abad ke-9 sebelum Masehi. Ia berakhir dengan hadirnya Kitab Perjanjian Baru. Peradaban Eropa dimulai dengan karya Newton (1641-1727) dan berakhir dengan filsafat Hegel (1770-1831).



Peradaban Islam lahir dengan kehadiran Al-Qur'an. Astaghfirullah menunjuk masa akhirnya, karena kita yakin bahwa ia tidak akan lekang oleh panas dan tidak lapuk oleh hujan, selama umatnya ikut bersama Allah memeliharanya.

"Sesungguhnya Kami (Allah bersama Jibril yang diperintahNya) menurunkan Al-Qur'an, dan Kami (yakni Allah dengan keterlibatan manusia) yang memeliharanya" (QS Al-Hijr [15]: 9).

Akal dan Kalbu

Pengetahuan dan peradaban yang dirancang oleh Al-Qur'an adalah pengetahuan terpadu yang melibatkan akal dan kalbu dalam perolehannya. Wahyu pertama Al-Qur'an menjelaskan dua cara perolehan dan pengembangan ilmu. Berikut keterangannya.

Setiap pengetahuan memiliki subjek dan objek. Secara umum subjek dituntut berperan guna memahami objek. Namun pengalaman ilmiah menunjukkan bahwa objek terkadang memperkenalkan dirinya kepada subjek tanpa usaha sang subjek.

Komet Halley, memasuki cakrawala, hanya sejenak setiap 76 tahun. Dalam kasus ini, walaupun para astronom menyiapkan diri dan alat-alatnya untuk mengamati dan mengenalnya, tetapi sesungguhnya yang lebih berperan adalah kehadiran komet itu sendiri untuk memperkenalkan diri.

Quraish Shihab menjelaskan wahyu, ilham, intuisi, atau firasat yang diperoleh manusia yang siap dan suci jiwanya atau apa yang diduga sebagai "kebetulan" yang dialami oleh ilmuwan yang tekun, kesemuanya tidak lain kecuali bentuk-bentuk pengajaran Allah yang dapat dianalogikan dengan kasus komet di atas. Itulah pengajaran tanpa qalam yang ditegaskan wahyu pertama ini.



Bacaan Sempurna

Al-Qur'an yang secara harfiah berarti "bacaan sempurna" merupakan suatu nama pilihan Allah yang sungguh tepat, karena tiada satu bacaan pun sejak manusia mengenal tulis baca lima ribu tahun yang lalu yang dapat menandingi Al-Qur'an Al-Karim, bacaan sempurna lagi mulia itu.

Quraish Shihab mengatakan tiada bacaan semacam Al-Qur'an yang dibaca oleh ratusan juta orang yang tidak mengerti artinya dan atau tidak dapat menulis dengan aksaranya. Bahkan dihafal huruf demi huruf oleh orang dewasa, remaja, dan anak-anak.

Tiada bacaan melebihi Al-Qur'an dalam perhatian yang diperolehnya, bukan saja sejarahnya secara umum, tetapi ayat demi ayat, baik dari segi masa, musim, dan saat turunnya, sampai kepada sebab-sebab serta waktu-waktu turunnya.

Tiada bacaan seperti Al-Qur'an yang dipelajari bukan hanya susunan redaksi dan pemilihan kosakatanya, tetapi juga kandungannya yang tersurat, tersirat bahkan sampai kepada kesan yang ditimbulkannya. Semua dituangkan dalam jutaan jilid buku, generasi demi generasi.

Kemudian apa yang dituangkan dari sumber yang tak pernah kering itu, berbeda-beda sesuai dengan perbedaan kemampuan dan kecenderungan mereka, namun semua mengandung kebenaran.

"Al-Qur'an layaknya sebuah permata yang memancarkan cahaya yang berbeda-beda sesuai dengan sudut pandang masing-masing," ujar Quraish Shihab.

Tiada bacaan seperti Al-Qur'an yang diatur tatacara membacanya, mana yang dipendekkan, dipanjangkan, dipertebal atau diperhalus ucapannya, di mana tempat yang terlarang, atau boleh, atau harus memulai dan berhenti, bahkan diatur lagu dan iramanya, sampai kepada etika membacanya.



Quraish Shihab menadaskan tiada bacaan sebanyak kosakata Al-Qur'an yang berjumlah 77.439 (tujuh puluh tujuh ribu empat ratus tiga puluh sembilan) kata, dengan jumlah huruf 323.015 (tiga ratus dua puluh tiga ribu lima belas) huruf yang seimbang jumlah kata-katanya, baik antara kata dengan padanannya, maupun kata dengan lawan kata dan dampaknya.

Sebagai contoh -sekali lagi sebagai contoh- kata hayat terulang sebanyak antonimnya maut, masing-masing 145 kali; akhirat terulang 115 kali sebanyak kata dunia; malaikat terulang 88 kali sebanyak kata setan; thuma'ninah (ketenangan) terulang 13 kali sebanyak kata dhijg (kecemasan); panas terulang 4 kali sebanyak kata dingin.

Kata infaq, menurut Quraish Shihab, terulang sebanyak kata yang menunjuk dampaknya yaitu ridha (kepuasan) masing-masing 73 kali; kikir sama dengan akibatnya yaitu penyesalan masing-masing 12 kali; zakat sama dengan berkat yakni kebajikan melimpah, masing-masing 32 kali. Masih amat banyak keseimbangan lainnya, seperti kata yaum (hari) terulang sebanyak 365, sejumlah hari-hari dalam setahun, kata syahr (bulan) terulang 12 kali juga sejumlah bulan-bulan dalam setahun. Demikian "Allah menurunkan kitab Al-Qur'an dengan penuh kebenaran dan keseimbangan ( QS Al-Syura [42] : 17)."

Adakah suatu bacaan ciptaan makhluk seperti itu? Al-Qur'an menantang: "Katakanlah, Seandainya manusia dan jin berkumpul untuk menyusun semacam Al-Qur'an ini, mereka tidak akan berhasil menyusun semacamnya walaupun mereka bekerja sama" ( QS Al-Isra,[17] : 88).



Orientalis HAR Gibb pernah menulis bahwa: "Tidak ada seorang pun dalam seribu lima ratus tahun ini telah memainkan 'alat' bernada nyaring yang demikian mampu dan berani, dan demikian luas getaran jiwa yang diakibatkannya, seperti yang dibaca Muhammad (Al-Quran)."

Demikian terpadu dalam Al-Qur'an keindahan bahasa, ketelitian, dan keseimbangannya, dengan kedalaman makna, kekayaan dan kebenarannya, serta kemudahan pemahaman dan kehebatan kesan yang ditimbulkannya.
(mhy)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2537 seconds (0.1#10.140)