Zakat Merupakan Saudara Kandung Salat, Begini Penjelasan Al-Qardhawi
loading...
A
A
A
Syaikh Yusuf al-Qardhawi mengatakan zakat merupakan syi'ar kedua dalam Islam dan merupakan kekuatan pendanaan sosial dari kekuatan-kekuatan besar lainnya. Zakat merupakan saudara kandung salat di dalam Al Qur'an dan As-Sunnah.
"Al Qur'an telah menyebutkan keduanya secara bersamaan dalam dua puluh delapan kali," ujar Al-Qardhawi dalam bukunya berjudul "Malaamihu Al Mujtama' Al Muslim Alladzi Nasyuduh" yang dalam edisi Indonesia menjadi "Sistem Masyarakat Islam dalam Al Qur'an & Sunnah" (Citra Islami Press, 1997).
Menurut dia, sebagian disebutkan dalam bentuk perintah (amar), seperti firman Allah: "Dan dirikanlah salat dan tunaikanlah zakat." ( QS Al Baqarah : 43)
Kadang-kadang dalam bentuk kalam khabar, seperti firman Allah SWT: "Sesungguhnya orang-orang yang beriman, mengerjakan amal saleh, mendirikan salat dan menunaikan zakat, mereka dapat pahala di sisi Tuhannnya. Tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati." ( QS Al Baqarah : 277)
Kadang-kadang zakat disebutkan secara bersama dengan salat dalam bentuk persyaratan untuk masuk Islam atau masuk di dalam masyarakat Islam Allah SWT berfirman dalam surat At-Taubah ketika menjelaskan keadaan orang-orang musyrik yang memerangi (kaum Muslimin): "Jika mereka bertobat, mendirikan salat dan menunaikan zakat, maka mereka itu adalah saudara-saudara seagama." ( QS At-Taubah :11)
Orang yang musyrik tidak dianggap masuk Islam dan tidak sah bergabung dengan masyarakat Islam serta menjadi saudara mereka kecuali dengan bertobat dari kekufuran, mendirikan salat dan menunaikan zakat.
Zakat merupakan ibadah yang memiliki akar historis yang cukup panjang seperti juga salat. Para Nabi membawanya dan sangat diserukan oleh mereka. Dan wasiat pertama yang diberikan Allah kepada mereka adalah zakat, untuk kemudian disampaikan kepada ummat-ummatnya.
Allah SWT telah menyanjung Abul Anbiya' Ibrahim, Ishaq dan Ya'qub dengan firman-Nya:
"Kami telah menjadikan mereka itu sebagai pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah Kami dan telah Kami wahyukan kepada mereka mengerjakan kebajikan, mendirikan shalat, membayar zakat, dan hanya kepada Kamilah mereka selalu meyembah." ( QS Al Anblya' : 73)
Allah juga memuji Ismail as dengan firman-Nya sebagai berikut: "Dan ia (Ismail) menyuruh ahlinya (keluarganya) untuk mendirikan shalat dan menunaikan zakat, dan ia adalah seorang yang diridhai di sisi Tuhannnya." ( QS Maryam : 55)
Allah SWT juga berfirman yang ditujukan kepada Musa AS sebagai berikut: "Dan Rahmat-Ku meliputi segala sesuatu. Maka akan aku tetapkan rahmatKu untuk orang-orang bertaqwa, yang menunaikan zakat dan orang-orang yang beriman kepada ayat-ayat Kami." ( QS Al A'raf : 156)
Allah juga berfirman kepada Bani Israil: "Janganlah kamu menyembah selain Allah, dan berbuat baiklah kepada ibu bapak, kaum kerabat, anak-anak yatim, dan orang-orang miskin, serta ucapkanlah kata-kata yang baik kepada manusia, dirikanlah salat dan tunaikanlah zakat." (QS Al Baqarah: 83)
Allah juga berfirman melalui lesan Isa AS ketika di ayunan, "Dan Dia (Allah) memerintahkan kepadaku (mendirikan) salat dan (menunaikan) zakat selama hidup." (Maryam: 31)
Allah SWT juga berfirman mengenai Ahlul Kitab dengan firman-Nya sebagai berikut: "Padahal mereka tidak diperintahkan kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus, dan supaya mereka mendirikan salat dan menunaikan zakat; dan demikian itu agama yang lurus." (QS Al Baqarah: 5)
Al-Qardhawi mengatakan melalui ayat-ayat tersebut, secara jelas bisa kita lihat bahwa zakat disebutkan oleh Allah bersamaan dengan salat, karena keduanya merupakan syi'ar dan ibadah yang diwajibkan.
Kalau salat merupakan ibadah ruhiyah, kata al-Qardhawi, maka zakat merupakan ibadah maliyah dan itima'iyah (harta dan sosial). "Tetapi tetap saja zakat juga merupakan ibadah dan pendekatan diri kepada Allah SWT, maka niat dan keikhlasan merupakan syarat yang ditetapkan oleh syari'at. Tidak diterima zakat tersebut kecuali dengan niat bertaqarrub kepada Allah, inilah yang membedakan dengan pajak, suatu aturan yang dibuat oleh manusia," ujarnya.
Sistem Baru yang Unik
Menurut Al-Qardhawi, hanya saja kita yakin bahwa zakat yang telah diwajibkan oleh Islam meskipun sama dalam landasan dan namanya dengan zakat dalam agama-agama dahulu sebenarnya ia merupakan sistem baru yang unik yang belum pernah ada pada agama samawi dahulu maupun dalam undang-undang bumi sekarang ini.
Zakat bukanlah sekadar amal kebajikan yang bersandar kepada keimanan seseorang, akan tetapi ia merupakan ibadah yang selalu dijaga oleh keimanan seseorang, pengawasan jamaah dan kekuasaan daulah.
Pada dasarnya dalam Islam zakat itu dipungut oleh seorang imam (pemimpin) dan lembaga-lembaga syar'i, atau dengan kata lain melalui daulah Islamlah, dalam hal ini melalui lembaga resmi yang telah dinash oleh Al Qur'an dengan nama "Al 'Amilina 'Alaiha."
Dan Al Qur'an memberikan kepada mereka bagian dari pembagian zakat. Itu membuktikan atas disendirikannya anggaran zakat dari pintu-pintu yang lainnya dalam masalah anggaran, sehingga tidak hilang hasil zakat itu untuk pembiayaan negara yang beragam dan sehingga orang-orang yang berhak menerima zakat itu memperolehnya.
Allah berfirman: "Ambilah zakat dan sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka." (QS At-Taubah: 103)
Di dalam hadis disebutkan, "Sesungguhnya zakat itu diambil dan orang-orang kaya mereka (kaum Muslimin) dan dibagikan kepada, fuqara' mereka," maka zakat merupakan kewajiban yang dipungut, bukan sumbangan bebas yang diserahkan atas kemauan seseorang.
Al-Qardhawi mengatakan data sejarah yang benar telah menceritakan kepada kita bahwa Khalifah yang pertama yaitu Abu Bakar ra telah memobilisasi pasukan dan mengirimkan beberapa katibah (batalyon) serta mengumumkan peperangan atas suatu kaum yang tidak mau membayar zakat.
Ketika itu mereka mengatakan, "Kami akan mendirikan salat tetapi tidak membayar zakat" maka Abu Bakar menolak untuk berunding dengan mereka sedikit pun dari sesuatu yang telah diwajibkan oleh Allah, dan beliau berkata dengan kata-katanya yang masyhur:
"Demi Allah, sesungguhnya saya memerangi orang yang membedakan salat dengan zakat. Demi Allah, kalau mereka membangkang kepadaku sedikit saja yang semula mereka berikan kepada Rasulullah, niscaya aku akan memerangi mereka."
Abu bakar tidak membedakan antara orang-orang yang murtad, yaitu yang menjadi pengikut orang-orang yang mengaku nabi dengan orang-orang yang tidak mau membayar zakat dan beliau memerangi semuanya.
Al-Qardhawi menjelaskan ketika zakat telah menjadi suatu kewajiban yang pemungutannya dilakukan oleh Daulah Islamiyah dari orang-orang yang wajib membayarkannya, kemudian membagikannya kepada orang-orang yang berhak menerimanya, maka Islam menetapkan batasan ukuran (nishab atau standar) yang wajib dikeluarkan dan juga menentukan batas yang akan diberikan serta orang-orang yang berhak menerimanya.
"Islam tidak membiarkan zakat itu terserah pada kemauan hati orang-orang yang beriman, baik dalam menentukan ukuran, kadar dan pemasukan atau pengeluarannya," demikian Syaikh Yusuf al-Qardhawi.
"Al Qur'an telah menyebutkan keduanya secara bersamaan dalam dua puluh delapan kali," ujar Al-Qardhawi dalam bukunya berjudul "Malaamihu Al Mujtama' Al Muslim Alladzi Nasyuduh" yang dalam edisi Indonesia menjadi "Sistem Masyarakat Islam dalam Al Qur'an & Sunnah" (Citra Islami Press, 1997).
Menurut dia, sebagian disebutkan dalam bentuk perintah (amar), seperti firman Allah: "Dan dirikanlah salat dan tunaikanlah zakat." ( QS Al Baqarah : 43)
Kadang-kadang dalam bentuk kalam khabar, seperti firman Allah SWT: "Sesungguhnya orang-orang yang beriman, mengerjakan amal saleh, mendirikan salat dan menunaikan zakat, mereka dapat pahala di sisi Tuhannnya. Tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati." ( QS Al Baqarah : 277)
Baca Juga
Kadang-kadang zakat disebutkan secara bersama dengan salat dalam bentuk persyaratan untuk masuk Islam atau masuk di dalam masyarakat Islam Allah SWT berfirman dalam surat At-Taubah ketika menjelaskan keadaan orang-orang musyrik yang memerangi (kaum Muslimin): "Jika mereka bertobat, mendirikan salat dan menunaikan zakat, maka mereka itu adalah saudara-saudara seagama." ( QS At-Taubah :11)
Orang yang musyrik tidak dianggap masuk Islam dan tidak sah bergabung dengan masyarakat Islam serta menjadi saudara mereka kecuali dengan bertobat dari kekufuran, mendirikan salat dan menunaikan zakat.
Zakat merupakan ibadah yang memiliki akar historis yang cukup panjang seperti juga salat. Para Nabi membawanya dan sangat diserukan oleh mereka. Dan wasiat pertama yang diberikan Allah kepada mereka adalah zakat, untuk kemudian disampaikan kepada ummat-ummatnya.
Allah SWT telah menyanjung Abul Anbiya' Ibrahim, Ishaq dan Ya'qub dengan firman-Nya:
"Kami telah menjadikan mereka itu sebagai pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah Kami dan telah Kami wahyukan kepada mereka mengerjakan kebajikan, mendirikan shalat, membayar zakat, dan hanya kepada Kamilah mereka selalu meyembah." ( QS Al Anblya' : 73)
Allah juga memuji Ismail as dengan firman-Nya sebagai berikut: "Dan ia (Ismail) menyuruh ahlinya (keluarganya) untuk mendirikan shalat dan menunaikan zakat, dan ia adalah seorang yang diridhai di sisi Tuhannnya." ( QS Maryam : 55)
Baca Juga
Allah SWT juga berfirman yang ditujukan kepada Musa AS sebagai berikut: "Dan Rahmat-Ku meliputi segala sesuatu. Maka akan aku tetapkan rahmatKu untuk orang-orang bertaqwa, yang menunaikan zakat dan orang-orang yang beriman kepada ayat-ayat Kami." ( QS Al A'raf : 156)
Allah juga berfirman kepada Bani Israil: "Janganlah kamu menyembah selain Allah, dan berbuat baiklah kepada ibu bapak, kaum kerabat, anak-anak yatim, dan orang-orang miskin, serta ucapkanlah kata-kata yang baik kepada manusia, dirikanlah salat dan tunaikanlah zakat." (QS Al Baqarah: 83)
Allah juga berfirman melalui lesan Isa AS ketika di ayunan, "Dan Dia (Allah) memerintahkan kepadaku (mendirikan) salat dan (menunaikan) zakat selama hidup." (Maryam: 31)
Allah SWT juga berfirman mengenai Ahlul Kitab dengan firman-Nya sebagai berikut: "Padahal mereka tidak diperintahkan kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus, dan supaya mereka mendirikan salat dan menunaikan zakat; dan demikian itu agama yang lurus." (QS Al Baqarah: 5)
Al-Qardhawi mengatakan melalui ayat-ayat tersebut, secara jelas bisa kita lihat bahwa zakat disebutkan oleh Allah bersamaan dengan salat, karena keduanya merupakan syi'ar dan ibadah yang diwajibkan.
Kalau salat merupakan ibadah ruhiyah, kata al-Qardhawi, maka zakat merupakan ibadah maliyah dan itima'iyah (harta dan sosial). "Tetapi tetap saja zakat juga merupakan ibadah dan pendekatan diri kepada Allah SWT, maka niat dan keikhlasan merupakan syarat yang ditetapkan oleh syari'at. Tidak diterima zakat tersebut kecuali dengan niat bertaqarrub kepada Allah, inilah yang membedakan dengan pajak, suatu aturan yang dibuat oleh manusia," ujarnya.
Sistem Baru yang Unik
Menurut Al-Qardhawi, hanya saja kita yakin bahwa zakat yang telah diwajibkan oleh Islam meskipun sama dalam landasan dan namanya dengan zakat dalam agama-agama dahulu sebenarnya ia merupakan sistem baru yang unik yang belum pernah ada pada agama samawi dahulu maupun dalam undang-undang bumi sekarang ini.
Zakat bukanlah sekadar amal kebajikan yang bersandar kepada keimanan seseorang, akan tetapi ia merupakan ibadah yang selalu dijaga oleh keimanan seseorang, pengawasan jamaah dan kekuasaan daulah.
Pada dasarnya dalam Islam zakat itu dipungut oleh seorang imam (pemimpin) dan lembaga-lembaga syar'i, atau dengan kata lain melalui daulah Islamlah, dalam hal ini melalui lembaga resmi yang telah dinash oleh Al Qur'an dengan nama "Al 'Amilina 'Alaiha."
Dan Al Qur'an memberikan kepada mereka bagian dari pembagian zakat. Itu membuktikan atas disendirikannya anggaran zakat dari pintu-pintu yang lainnya dalam masalah anggaran, sehingga tidak hilang hasil zakat itu untuk pembiayaan negara yang beragam dan sehingga orang-orang yang berhak menerima zakat itu memperolehnya.
Allah berfirman: "Ambilah zakat dan sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka." (QS At-Taubah: 103)
Di dalam hadis disebutkan, "Sesungguhnya zakat itu diambil dan orang-orang kaya mereka (kaum Muslimin) dan dibagikan kepada, fuqara' mereka," maka zakat merupakan kewajiban yang dipungut, bukan sumbangan bebas yang diserahkan atas kemauan seseorang.
Al-Qardhawi mengatakan data sejarah yang benar telah menceritakan kepada kita bahwa Khalifah yang pertama yaitu Abu Bakar ra telah memobilisasi pasukan dan mengirimkan beberapa katibah (batalyon) serta mengumumkan peperangan atas suatu kaum yang tidak mau membayar zakat.
Ketika itu mereka mengatakan, "Kami akan mendirikan salat tetapi tidak membayar zakat" maka Abu Bakar menolak untuk berunding dengan mereka sedikit pun dari sesuatu yang telah diwajibkan oleh Allah, dan beliau berkata dengan kata-katanya yang masyhur:
"Demi Allah, sesungguhnya saya memerangi orang yang membedakan salat dengan zakat. Demi Allah, kalau mereka membangkang kepadaku sedikit saja yang semula mereka berikan kepada Rasulullah, niscaya aku akan memerangi mereka."
Abu bakar tidak membedakan antara orang-orang yang murtad, yaitu yang menjadi pengikut orang-orang yang mengaku nabi dengan orang-orang yang tidak mau membayar zakat dan beliau memerangi semuanya.
Baca Juga
Al-Qardhawi menjelaskan ketika zakat telah menjadi suatu kewajiban yang pemungutannya dilakukan oleh Daulah Islamiyah dari orang-orang yang wajib membayarkannya, kemudian membagikannya kepada orang-orang yang berhak menerimanya, maka Islam menetapkan batasan ukuran (nishab atau standar) yang wajib dikeluarkan dan juga menentukan batas yang akan diberikan serta orang-orang yang berhak menerimanya.
"Islam tidak membiarkan zakat itu terserah pada kemauan hati orang-orang yang beriman, baik dalam menentukan ukuran, kadar dan pemasukan atau pengeluarannya," demikian Syaikh Yusuf al-Qardhawi.
(mhy)