Syaikh Al-Qardhawi: Manusia Itu Berada di Antara Hukum Allah dan Hukum Jahiliyah
loading...
A
A
A
Hukum merupakan salah satu kekuatan utama bagi masyarakat. Maka masyarakat manapun selalu memerlukan hukum atau undang-undang yang mengatur hubungan sesama mereka. Hukum memberikan sanksi kepada orang yang menyimpang dari kaidah-kaidahnya, baik hukum tersebut berasal dari langit (wahyu) atau buatan manusia.
Syaikh Yusuf al-Qardhawi mengatakan karena hati nurani dan motivasi saja tidak cukup untuk makhluk secara umum dalam memelihara keselamatan berjamaah, menjaga eksistensinya baik yang bersifat materi atau moral dan menegakkan keadilan di tengah-tengah masyarakat. Oleh karena itu Allah mengutus para rasul-Nya dan menurunkan kitab-Nya untuk menentukan dan mengatur perjalanan hidup dengan benar.
Allah SWT berfirman:
"Sesungguhnnya Kami telah mengutus rasul-rasul Kami dengan membawa bukti-bukti yang nyata dan telah Kami turunkan bersama mereka Al Kitab dan neraca (keadilan) supaya manusia dapat melaksanakan keadilan." ( QS Al Hadid : 25)
"Demikian juga Allah SWT telah menurunkan kitab-Nya yang abadi untuk menghukumi manusia, bukan sekadar untuk dibacakan kepada orang-orang yang sudah mati dan bukan pula untuk hiasan dinding," tambah al-Qardhawi, dalam bukunya berjudul "Malaamihu Al Mujtama' Al Muslim Alladzi Nasyuduh" yang dalam edisi Indonesia menjadi "Sistem Masyarakat Islam dalam Al Qur'an & Sunnah" (Citra Islami Press, 1997)
Allah SWT berfirman:
"Sesungguhnya Kami telah menurunkan Kitab kepadamu dengan membawa kebenaran, supaya kamu mengadili antara manusia dengan apa yang telah Allah wahyukan kepadamu..." ( QS An-Nisa ': 105)
Ayat-ayat Al Qur'an jelas sekali dalam mewajibkan kita untuk berhukum pada kitab yang diturunkan Allah SWT. Allah berfirman:
"Dan Kami telah turunkan kepadamu Al Qur'an dengan membawa kebenaran, membenarkan apa yang sebelumnya, yaitu kitab-kitab (yang diturunkan sebelumnya) dan batu ujian terhadap kitab-kitab yang lain itu; maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang Allah turunkan dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu. Untuk tiap-tiap ummat di antara kamu, Kami berikan syari'at (aturan) dan minhaj (jalan yang terang). Sekiranya Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu ummat saja, tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap pemberian-Nya kepadamu, maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan. Hanya kepada Allah-lah kembali kamu semuannya, lalu diberitahukan-Nya kepadamu apa yang telah kamu perselisihkan itu, dan hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang diturunkan Allah, dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka. Dan berhati-hatilah kami terhadap mereka, supaya mereka tidak memalingkan kamu dari sebagian apa yang telah diturunkan Allah kepadamu. Jika mereka berpaling (dan hukum yang telah diturunkan Allah), maka ketahuilah bahwa sesungguhnnya Allah menghendaki dan menimpakan musibah kepada mereka disebabkan sebagian dosa-dosa mereka. Dan sesunggahnya kebanyakan manusia adalah orang-orang yang fasik. Apakah hukum jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin?" ( QS Al Maidah : 48-50)
Menurut al-Qardhawi, dalam ayat tersebut ada beberapa catatan penting sebagai berikut:
Pertama, ayat tersebut datang setelah ayat-ayat yang berbicara tentang Ahli kitab yang dua, yaitu Taurat dan injil, yang di dalamnya terdapat firman Allah SWT:
"Barangsiapa yang hendak berhukum dengan sesuatu yang diturunkan Allah maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir." ( QS Al Maidah : 44)
"Dan barangsiapa yang tidak berhukum dengan sesuatu yang diturunkan Allah maka mereka itu adalah orang-orang yang zhalim." ( QS Al Maidah : 45)
"Dan barangsiapa yang tidak berhukum dengan sesuatu yang diturunkan Allah maka mereka itu adalah orang-orang yang fasik." ( QS Al Maidah : 47)
Maka tidak sepantasnya bagi Allah SWT yang telah menghukumi kepada Ahlul Kitab dengan kekufuran, kezaliman dan kefasikan atau dengan ketiganya, apabila mereka tidak berhukum dengan apa yang diturunkan Allah.
Kemudian mema'afkan kaum Muslimin yang melakukan kesalahan serupa. Karena sesungguhnya keadilan Allah itu tetap dan berlaku sampai kapan pun atas semua makhluk-Nya. Telah datang hukum Al Qur'an dengan kata-kata yang bersifat umum, maka tidak ada alasan bagi orang yang tidak mau melaksanakan untuk mengatakan bahwa ayat-ayat di atas hanya untuk Ahlul Kitab bukan untuk kaum Muslimin.
Kedua, sesungguhnya kita tidak diperkenankan meninggalkan satu bagian dari kitab yang diturunkan oleh Allah kepada Rasul-Nya. Allah memperingatkan hal itu dengan ungkapan yang keras sebagai berikut:
"Dan hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang diturunkan Allah, dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka. Dan berhati-hatilah kamu terhadap mereka, supaya mereka tidak memalingkan kamu dari sebagian apa yang telah diturunkan Allah kepadamu. Jika mereka berpaling (dari hukum yang telah diturunkan Allah), maka ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah menghendaki akan menimpakan musibah kepada mereka disebabkan sebagian dosa-dosa mereka. Dan sesungguhnya kebanyakan manusia adalah orang-orang yang fasik." ( QS Al Maidah : 49)
Ketiga, sesungguhnya manusia itu berada di antara dua hukum, tidak ada yang ketiganya.Yakni hukum Allah atau hukum jahiliyah. Maka barangsiapa tidak rela untuk menerima yang pertama, berarti ia terjerumus pada yang kedua, tidak mungkin tidak dan begitu pun sebaliknya. Karena itu Allah SWT berfirman:
"Apakah hukum jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin?" ( QS Al Maidah : 50)
Menurut al-Qardhawi, sesungguhnya tasyri' (hukum Allah) itulah yang mentransfer taujiihaat (arahan-arahan) agama dan akhlaq pada undang-undang yang berlaku dan memberikan sanksi apabila ditinggalkan.
Hajat manusia akan tasyri' Rabbani yang itu demi menjamin keselamatan manusia dari kekurangan dan jerat hawa nafsunya. Dia merupakan hajat utama (primer) yang tidak bisa diwujudkan kecuali oleh tasyri' islami (hukum Islam). Karena hukum inilah yang akan membawa kepada hidayah Allah yang terakhir kepada manusia dan tidak ada di bumi ini tasyri' Rabbani selainnya.
Seluruh sumber dari langit telah terkena penyimpangan dan perubahan, sebagaimana telah ditegaskan oleh para peneliti lama maupun modern terhadap Taurat dan Injil. Maka sumber langit satu-satunya yang masih terpelihara tanpa ada yang menambahi atau mengurangi dan tanpa adanya penyimpangan atau perubahan adalah Al Qur'an.
Al-Qardhawi menjelaskan sesungguhnya manusia memerlukan taujih Ilahi yang dapat menjauhkan mereka dari kesesatan dalam berfikir, dan penyimpangan dalam berbuat, karena kebanyakan yang membuat akal manusia tertutup adalah dosa-dosa besar dan penyelewengan yang dahsyat. Sehingga kita dapatkan bangsa "Asbarithah" dahulu pernah membunuh anak-anak mereka yang lemah fisiknya, bangsa Arab di zaman jahiliyah juga pernah mengubur hidup-hidup setiap bayi atau bahkan anak wanitanya, kemudian bangsa lndia, Romawi, Persi serta bangsa lainnya telah membagi manusia dalam kasta-kasta, yang membolehkan bagi level (tingkatan) tertentu sesuatu yang tidak boleh bagi yang lainnya, bahkan sebagian membunuh yang lain secara sengaja tanpa ada pembalasan.
"Kita dapatkan pada zaman kita sekarang ini ada orang yang memperbolehkan homoseks (perkawinan laki-laki dengan laki-laki) dan bahkan dikeluarkan undang-undang resmi dengan disetujui oleh sebagian pendeta di Barat saat ini," tutur al-Qardhawi.
Betapapun dangkalnya akal manusia jika dibanding dengan ilmu Allah, kata al-Qardhawi, kita dapatkan bahwa sesungguhnya manusia telah diberi bekal untuk bisa membedakan antara petunjuk dengan kesesatan, antara yang bermanfaat dengan yang berbahaya, antara yang hitam dengan yang putih.
"Namun demikian, seringkali mereka dikalahkan oleh hawa nafsu dan syahwat mereka atau mengikuti kemauan orang-orang yang mempunyai pengaruh dan kepentingan khusus dari mereka. Sehingga yang terjadi kemudian adalah mereka menghalalkan yang haram dan mengharamkan yang seharusnya halal bagi mereka," ujarnya.
Barangkali contoh yang paling jelas untuk itu adalah sikap pemerintah Amerika Serikat yang sempat mengharamkan khamr dan kemudian mencabut kembali pengharaman tersebut, meskipun sudah jelas terbukti bahayanya terhadap individu, rumah tangga dan masyarakat, baik secara moral maupun material.
Syaikh Yusuf al-Qardhawi mengatakan karena hati nurani dan motivasi saja tidak cukup untuk makhluk secara umum dalam memelihara keselamatan berjamaah, menjaga eksistensinya baik yang bersifat materi atau moral dan menegakkan keadilan di tengah-tengah masyarakat. Oleh karena itu Allah mengutus para rasul-Nya dan menurunkan kitab-Nya untuk menentukan dan mengatur perjalanan hidup dengan benar.
Allah SWT berfirman:
"Sesungguhnnya Kami telah mengutus rasul-rasul Kami dengan membawa bukti-bukti yang nyata dan telah Kami turunkan bersama mereka Al Kitab dan neraca (keadilan) supaya manusia dapat melaksanakan keadilan." ( QS Al Hadid : 25)
"Demikian juga Allah SWT telah menurunkan kitab-Nya yang abadi untuk menghukumi manusia, bukan sekadar untuk dibacakan kepada orang-orang yang sudah mati dan bukan pula untuk hiasan dinding," tambah al-Qardhawi, dalam bukunya berjudul "Malaamihu Al Mujtama' Al Muslim Alladzi Nasyuduh" yang dalam edisi Indonesia menjadi "Sistem Masyarakat Islam dalam Al Qur'an & Sunnah" (Citra Islami Press, 1997)
Baca Juga
Allah SWT berfirman:
"Sesungguhnya Kami telah menurunkan Kitab kepadamu dengan membawa kebenaran, supaya kamu mengadili antara manusia dengan apa yang telah Allah wahyukan kepadamu..." ( QS An-Nisa ': 105)
Ayat-ayat Al Qur'an jelas sekali dalam mewajibkan kita untuk berhukum pada kitab yang diturunkan Allah SWT. Allah berfirman:
"Dan Kami telah turunkan kepadamu Al Qur'an dengan membawa kebenaran, membenarkan apa yang sebelumnya, yaitu kitab-kitab (yang diturunkan sebelumnya) dan batu ujian terhadap kitab-kitab yang lain itu; maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang Allah turunkan dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu. Untuk tiap-tiap ummat di antara kamu, Kami berikan syari'at (aturan) dan minhaj (jalan yang terang). Sekiranya Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu ummat saja, tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap pemberian-Nya kepadamu, maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan. Hanya kepada Allah-lah kembali kamu semuannya, lalu diberitahukan-Nya kepadamu apa yang telah kamu perselisihkan itu, dan hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang diturunkan Allah, dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka. Dan berhati-hatilah kami terhadap mereka, supaya mereka tidak memalingkan kamu dari sebagian apa yang telah diturunkan Allah kepadamu. Jika mereka berpaling (dan hukum yang telah diturunkan Allah), maka ketahuilah bahwa sesungguhnnya Allah menghendaki dan menimpakan musibah kepada mereka disebabkan sebagian dosa-dosa mereka. Dan sesunggahnya kebanyakan manusia adalah orang-orang yang fasik. Apakah hukum jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin?" ( QS Al Maidah : 48-50)
Menurut al-Qardhawi, dalam ayat tersebut ada beberapa catatan penting sebagai berikut:
Pertama, ayat tersebut datang setelah ayat-ayat yang berbicara tentang Ahli kitab yang dua, yaitu Taurat dan injil, yang di dalamnya terdapat firman Allah SWT:
"Barangsiapa yang hendak berhukum dengan sesuatu yang diturunkan Allah maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir." ( QS Al Maidah : 44)
"Dan barangsiapa yang tidak berhukum dengan sesuatu yang diturunkan Allah maka mereka itu adalah orang-orang yang zhalim." ( QS Al Maidah : 45)
"Dan barangsiapa yang tidak berhukum dengan sesuatu yang diturunkan Allah maka mereka itu adalah orang-orang yang fasik." ( QS Al Maidah : 47)
Maka tidak sepantasnya bagi Allah SWT yang telah menghukumi kepada Ahlul Kitab dengan kekufuran, kezaliman dan kefasikan atau dengan ketiganya, apabila mereka tidak berhukum dengan apa yang diturunkan Allah.
Kemudian mema'afkan kaum Muslimin yang melakukan kesalahan serupa. Karena sesungguhnya keadilan Allah itu tetap dan berlaku sampai kapan pun atas semua makhluk-Nya. Telah datang hukum Al Qur'an dengan kata-kata yang bersifat umum, maka tidak ada alasan bagi orang yang tidak mau melaksanakan untuk mengatakan bahwa ayat-ayat di atas hanya untuk Ahlul Kitab bukan untuk kaum Muslimin.
Kedua, sesungguhnya kita tidak diperkenankan meninggalkan satu bagian dari kitab yang diturunkan oleh Allah kepada Rasul-Nya. Allah memperingatkan hal itu dengan ungkapan yang keras sebagai berikut:
"Dan hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang diturunkan Allah, dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka. Dan berhati-hatilah kamu terhadap mereka, supaya mereka tidak memalingkan kamu dari sebagian apa yang telah diturunkan Allah kepadamu. Jika mereka berpaling (dari hukum yang telah diturunkan Allah), maka ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah menghendaki akan menimpakan musibah kepada mereka disebabkan sebagian dosa-dosa mereka. Dan sesungguhnya kebanyakan manusia adalah orang-orang yang fasik." ( QS Al Maidah : 49)
Ketiga, sesungguhnya manusia itu berada di antara dua hukum, tidak ada yang ketiganya.Yakni hukum Allah atau hukum jahiliyah. Maka barangsiapa tidak rela untuk menerima yang pertama, berarti ia terjerumus pada yang kedua, tidak mungkin tidak dan begitu pun sebaliknya. Karena itu Allah SWT berfirman:
"Apakah hukum jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin?" ( QS Al Maidah : 50)
Menurut al-Qardhawi, sesungguhnya tasyri' (hukum Allah) itulah yang mentransfer taujiihaat (arahan-arahan) agama dan akhlaq pada undang-undang yang berlaku dan memberikan sanksi apabila ditinggalkan.
Hajat manusia akan tasyri' Rabbani yang itu demi menjamin keselamatan manusia dari kekurangan dan jerat hawa nafsunya. Dia merupakan hajat utama (primer) yang tidak bisa diwujudkan kecuali oleh tasyri' islami (hukum Islam). Karena hukum inilah yang akan membawa kepada hidayah Allah yang terakhir kepada manusia dan tidak ada di bumi ini tasyri' Rabbani selainnya.
Seluruh sumber dari langit telah terkena penyimpangan dan perubahan, sebagaimana telah ditegaskan oleh para peneliti lama maupun modern terhadap Taurat dan Injil. Maka sumber langit satu-satunya yang masih terpelihara tanpa ada yang menambahi atau mengurangi dan tanpa adanya penyimpangan atau perubahan adalah Al Qur'an.
Al-Qardhawi menjelaskan sesungguhnya manusia memerlukan taujih Ilahi yang dapat menjauhkan mereka dari kesesatan dalam berfikir, dan penyimpangan dalam berbuat, karena kebanyakan yang membuat akal manusia tertutup adalah dosa-dosa besar dan penyelewengan yang dahsyat. Sehingga kita dapatkan bangsa "Asbarithah" dahulu pernah membunuh anak-anak mereka yang lemah fisiknya, bangsa Arab di zaman jahiliyah juga pernah mengubur hidup-hidup setiap bayi atau bahkan anak wanitanya, kemudian bangsa lndia, Romawi, Persi serta bangsa lainnya telah membagi manusia dalam kasta-kasta, yang membolehkan bagi level (tingkatan) tertentu sesuatu yang tidak boleh bagi yang lainnya, bahkan sebagian membunuh yang lain secara sengaja tanpa ada pembalasan.
"Kita dapatkan pada zaman kita sekarang ini ada orang yang memperbolehkan homoseks (perkawinan laki-laki dengan laki-laki) dan bahkan dikeluarkan undang-undang resmi dengan disetujui oleh sebagian pendeta di Barat saat ini," tutur al-Qardhawi.
Betapapun dangkalnya akal manusia jika dibanding dengan ilmu Allah, kata al-Qardhawi, kita dapatkan bahwa sesungguhnya manusia telah diberi bekal untuk bisa membedakan antara petunjuk dengan kesesatan, antara yang bermanfaat dengan yang berbahaya, antara yang hitam dengan yang putih.
"Namun demikian, seringkali mereka dikalahkan oleh hawa nafsu dan syahwat mereka atau mengikuti kemauan orang-orang yang mempunyai pengaruh dan kepentingan khusus dari mereka. Sehingga yang terjadi kemudian adalah mereka menghalalkan yang haram dan mengharamkan yang seharusnya halal bagi mereka," ujarnya.
Barangkali contoh yang paling jelas untuk itu adalah sikap pemerintah Amerika Serikat yang sempat mengharamkan khamr dan kemudian mencabut kembali pengharaman tersebut, meskipun sudah jelas terbukti bahayanya terhadap individu, rumah tangga dan masyarakat, baik secara moral maupun material.
(mhy)