Maksud Rafats, Fasik, dan Jidal yang Dilarang dalam Haji
loading...
A
A
A
Apakah yang dimaksud rafats, fasik, dan jidal yang dilarang dalam haji ? Lalu, apakah hal itu membatalkan haji? Pertanyaan tersebut dilatar belakangi oleh firman Allah Ta’ala sebagai berikut:
"(Musim) haji adalah dalam beberapa bulan yang dimaklumi. Barangsiapa yang menetapkan niatnya dalam bulan itu akan mengerjakan haji, maka tidak boleh rafat, berbuat fasik, dan berbantah-bantahan dalam masa mengerjakan haji” (QS Al-Baqarah/2 : 197)
Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz dalam buku berjudul "Fatwa-Fatwa Haji dan Umrah oleh Ulama-Ulama Besar Saudi Arabia" yang disusun Muhammad bin Abdul Aziz Al-Musnad dan diterjemahkan H Asmuni Solihan Zamkhsyari, Lc, menjelaskan ulama menafsirkan bahwa rafats adalah melakukan senggama dan hal-hal yang mengarah kepadanya.
Sedangkan fasik adalah semua perbuatan maksiat . Jidal adalah perdebatan dalam hal-hal yang tidak berguna, atau dalam hal-hal yang telah dijelaskan Allah kepada hamba-hamba-Nya. Dan termasuk dalam perdebatan yang dilarang adalah semua perdebatan yang menyebabkan kegaduhan, mudarat kepada orang lain atau mengurangi ketentraman. Atau bahwa yang dimaksudkan perdebatan yang dilarang adalah perdebatan yang menyerukan kebatilan dan mengaburkan kebenaran.
Sedangkan perdebatan dengan cara yang baik untuk menjelaskan kebenaran sebagai kebenaran, dan kebatilan sebagai kebatilan adalah perdebatan yang dibenarkan dalam syariat Islam dan tidak termasuk perdebatan yang dilarang ketika haji.
Menurut Syaikh Abdul Aziz, ketiga hal tersebut tidak membatalkan haji kecuali senggama yang dilakukan sebelum tahallaul awal. Tapi ketiganya mengurangi pahal haji, mengurangi iman, dan melemahkannya. "Maka kewajiban setiap orang yang melaksanakan haji dan umrah adalah menjauhi ketiga hal tersebut, karena mereka sedang melaksanakan perintah Allah dan berkeinginan mendapat kesempurnaan haji dan umrahnya," ujarnya.
الْحَجُّ أَشْهُرٌ مَعْلُومَاتٌۚ فَمَنْ فَرَضَ فِيهِنَّ الْحَجَّ فَلَا رَفَثَ وَلَا فُسُوقَ وَلَا جِدَالَ فِي الْحَجِّ
"(Musim) haji adalah dalam beberapa bulan yang dimaklumi. Barangsiapa yang menetapkan niatnya dalam bulan itu akan mengerjakan haji, maka tidak boleh rafat, berbuat fasik, dan berbantah-bantahan dalam masa mengerjakan haji” (QS Al-Baqarah/2 : 197)
Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz dalam buku berjudul "Fatwa-Fatwa Haji dan Umrah oleh Ulama-Ulama Besar Saudi Arabia" yang disusun Muhammad bin Abdul Aziz Al-Musnad dan diterjemahkan H Asmuni Solihan Zamkhsyari, Lc, menjelaskan ulama menafsirkan bahwa rafats adalah melakukan senggama dan hal-hal yang mengarah kepadanya.
Sedangkan fasik adalah semua perbuatan maksiat . Jidal adalah perdebatan dalam hal-hal yang tidak berguna, atau dalam hal-hal yang telah dijelaskan Allah kepada hamba-hamba-Nya. Dan termasuk dalam perdebatan yang dilarang adalah semua perdebatan yang menyebabkan kegaduhan, mudarat kepada orang lain atau mengurangi ketentraman. Atau bahwa yang dimaksudkan perdebatan yang dilarang adalah perdebatan yang menyerukan kebatilan dan mengaburkan kebenaran.
Sedangkan perdebatan dengan cara yang baik untuk menjelaskan kebenaran sebagai kebenaran, dan kebatilan sebagai kebatilan adalah perdebatan yang dibenarkan dalam syariat Islam dan tidak termasuk perdebatan yang dilarang ketika haji.
Menurut Syaikh Abdul Aziz, ketiga hal tersebut tidak membatalkan haji kecuali senggama yang dilakukan sebelum tahallaul awal. Tapi ketiganya mengurangi pahal haji, mengurangi iman, dan melemahkannya. "Maka kewajiban setiap orang yang melaksanakan haji dan umrah adalah menjauhi ketiga hal tersebut, karena mereka sedang melaksanakan perintah Allah dan berkeinginan mendapat kesempurnaan haji dan umrahnya," ujarnya.
(mhy)