Ketika Tawaf Jemaah Mengalami Haid, Ini Solusi dari Kiyai Wazir

Kamis, 15 Juni 2023 - 21:25 WIB
loading...
Ketika Tawaf Jemaah Mengalami Haid, Ini Solusi dari Kiyai Wazir
Konsultan Ibadah Daker Madinah, KH Ahmad Wazir Ali menjelaskan hukum tawaf bagi perempuan yang mengalami haid. Foto/Sucipto
A A A
MADINAH - Tawaf (ﻃﻮﺍﻑ) merupakan salah satu rangkaian ibadah yang wajib dilakukan karena termasuk ke dalam rukun haji. Tawaf adalah kegiatan mengelilingi Ka'bah sebanyak tujuh kali.

Namun dalam pelaksanaannya, ada jemaah yang mengalami haid. Apa yang harus dilakukan? Apa solusinya? Berikut penjelasan Konsultan Ibadah Daker Madinah, KH Ahmad Wazir Ali.

Kiyai Wazir menjelaskan bagi jamaah perempuan yang hendak melakukan tawaf Ifadah ataupun tawaf umrah harus mengetahui syarat sah dari pelaksanaan tawaf tersebut adalah harus suci.

Lantas kalau haid solusinya bagaimana? Pertama ketika jemaah perempuan memiliki waktu yang lama dan tidak dalam waktu kepulangan maka yang bersangkutan harus menunggu suci. Ketika sudah suci maka wajib baginya untuk mandi dan melaksanakan tawaf ifadah atau tawaf umroh.

"Ikhtiar berikutnya, jemaah perempuan dibolehkan menggunakan pil anti haid sebelum melaksanakan tawaf," kata Pengasuh Pesantren Denayar Jombang ini, Kamis (14/6/2023).

Kiyai Wazir melanjutkan, apabila waktu sudah mendesak lalu khawatir tertinggal rombongan dan mendekati pulang atau bagi gelombang kedua yang sudah harus diberangkatkan ke Madinah maka solusinya cari jeda waktu dalam sehari baik satu jam atau dua jam waktu tidak keluarnya haid. Jika waktu itu tiba, maka jamaah perempuan menyegerakan mandi lalu melaksanakan tawaf. Meskipun nanti selesai tawaf keluar haid maka sudah dianggap sah.

Dalam istilah fikihnya:

النقاء في أيام الحيض طهر

Annaqo' fi ayyam alhaid thuhrur.

"Artinya kondisi bersih (tidak keluar darah) pada hari haid, saat itu terbilang suci," kata Kiyai Wazir.

Kiyai Wazir menerangkan, dengan melihat waktu tidak keluarnya haid, jemaah bisa memperkirakan misalnya berapa waktu yang dibutuhkan untuk tawaf. Lalu berapa jam yang dibutuhkan untuk mandi plus berjalan menuju Masjidil Haram.

Katakanlah, lanjutnya, tawaf butuh tiga jam sementara tidak keluar haid diperkirakan tiga jam lebih sedikit maka secepatnya mandi dan tawaf. Misalnya malam tidak keluar haid maka tak perlu menunggu pagi khawatir keluar lagi. Jamaah segera langsung tawaf dengan menggunakan pembalut yang rapat.

"Itu sudah dianggap suci dan sudah dianggap sah. Solusi ini menggabungkan dua mazhab (talfiq) atau metode eklektik karena memang kondisinya," kata dia.

Bagaimana jika waktu sudah mepet, kata dia, sementara dalam sehari haid keluar terus maka jamaah bisa mengikuti pendapat Imam Ibnu Taimiyah dan Ibnu Qayyim yang menyatakan tawaf tersebut dianggap sah karena kondisi darurat sehingga tidak berkewajiban membayar dam.

"Tapi itu sudah 'kartu kuning' dari solusi-solusi paling akhir itu," kata dia.

Namun, menurut imam mazhab, kata Kiyai Wazir, ketika thawaf dalam kondisi darurat seperti itu maka wajib membayar dam yakni berupa kambing. Untuk Mazhab Hanafi membayar dam berupa unta. Sementara Mazhab Hambali membayar dam berupa kambing.

Apabila tidak sanggup membayar dam karena uang sudah habis dan sudah masuk jadwal pulang maka dikatakan Ibnu Taimiyah, dalam kaidah ushul fikihnya setiap kewajiban yang tidak mampu ditunaikan maka kewajiban itu menjadi gugur. "Dengan demikan itu sudah aman, ini sebagai solusi yang paling akhir," jelas Kiyai Wazir.

(rhs)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1656 seconds (0.1#10.140)