Hitam dan Jadi Budak, Doa Nabi Nuh untuk Keturunan Ham
loading...
A
A
A
Ka’ab al-Ahbar mengatakan, setelah Nabi Nuh berusia lanjut dan mendekati ajalnya, dia mengundang anak cucunya. Dia memohon kepada Allah agar mengabulkan doanya. Dia naik ke puncak gunung.
Selanjutnya Nabi Nuh memanggil Ham. Tidak seperti Sam, anak kedua ini tidak menyambut panggilan ayahnya. Akhirnya, Nabi Nuh mengutuk dalam doanya, “Ya Allah, buatlah anak cucunya menjadi terhina dan hitamkanlah paras mereka. Jadikanlah mereka sebagai budak dan pelayan bagi keturunan Sam.”
Menurut sebuah riwayat, Ham mempunyai seorang anak yang bernama Mishrayim. Dia mendengar doa kakeknya itu. Dia pun mendatangi Nabi Nuh, “Wahai kakek, aku penuhi panggilanmu, sebab ayahku tidak memenuhinya.”
Nabi Nuh meletakkan kedua tangannya di badan Mishrayim dan berdoa, “Ya Allah, sebagaimana Engkau telah mengabulkan doaku, maka berkatilah anak ini beserta keturunannya. Tempatkanlah mereka di bumi yang diberkati yang merupakan induk negeri dan tempat hiruk pikuknya para hamba, yang sungainya merupakan sungai terunggul.”
Dan pada masa berikutnya, Mishrayim menetap di Mesir. Tempat yang ditinggalinya diberi nama dengan namanya dan di antara keturunannya adalah suku Qibthi.
Rupanya, ketika Nabi Nuh memanggil Ham, pada malam itu dia bersenggama dengan istrinya. Kemudian istrinya melahirkan dua anak, laki-laki dan perempuan. Ham melihat kedua anaknya berkulit hitam. Dia mengingkari keduanya sebagai anaknya seraya berkata, “Kedua anak ini bukan keturunanku.”
Istrinya berkata, “Keduanya benar-benar darah dagingmu. Akan tetapi, kita terkena kutukan bapakmu (Nuh).” Akhirnya, Ham meninggalkan istrinya beserta kedua anaknya; lantas dia kabur karena merasa malu kepada orang-orang.
Ketika kedua anak itu menginjak dewasa, mereka pergi untuk mencari jejak bapak mereka, Ham. Keduanya sampai ke sebuah kampung yang dekat dengan Sungai Nil.
Kemudian pemuda hitam tersebut menggauli saudara perempuannya; lalu si perempuan itu mengandung dan melahirkan anaknya, laki-laki dan perempuan yang berkulit hitam.
Pada akhirnya, dua bersaudara itu menikah dan melahirkan keturunan. Keturunan mereka berdua semuanya berkulit hitam hingga sekarang. Al-Kisa’i mengatakan bahwa kampung yang didiami oleh mereka bernama Naubah.
Selanjutnya Nabi Nuh memanggil Ham. Tidak seperti Sam, anak kedua ini tidak menyambut panggilan ayahnya. Akhirnya, Nabi Nuh mengutuk dalam doanya, “Ya Allah, buatlah anak cucunya menjadi terhina dan hitamkanlah paras mereka. Jadikanlah mereka sebagai budak dan pelayan bagi keturunan Sam.”
Menurut sebuah riwayat, Ham mempunyai seorang anak yang bernama Mishrayim. Dia mendengar doa kakeknya itu. Dia pun mendatangi Nabi Nuh, “Wahai kakek, aku penuhi panggilanmu, sebab ayahku tidak memenuhinya.”
Nabi Nuh meletakkan kedua tangannya di badan Mishrayim dan berdoa, “Ya Allah, sebagaimana Engkau telah mengabulkan doaku, maka berkatilah anak ini beserta keturunannya. Tempatkanlah mereka di bumi yang diberkati yang merupakan induk negeri dan tempat hiruk pikuknya para hamba, yang sungainya merupakan sungai terunggul.”
Dan pada masa berikutnya, Mishrayim menetap di Mesir. Tempat yang ditinggalinya diberi nama dengan namanya dan di antara keturunannya adalah suku Qibthi.
Rupanya, ketika Nabi Nuh memanggil Ham, pada malam itu dia bersenggama dengan istrinya. Kemudian istrinya melahirkan dua anak, laki-laki dan perempuan. Ham melihat kedua anaknya berkulit hitam. Dia mengingkari keduanya sebagai anaknya seraya berkata, “Kedua anak ini bukan keturunanku.”
Istrinya berkata, “Keduanya benar-benar darah dagingmu. Akan tetapi, kita terkena kutukan bapakmu (Nuh).” Akhirnya, Ham meninggalkan istrinya beserta kedua anaknya; lantas dia kabur karena merasa malu kepada orang-orang.
Ketika kedua anak itu menginjak dewasa, mereka pergi untuk mencari jejak bapak mereka, Ham. Keduanya sampai ke sebuah kampung yang dekat dengan Sungai Nil.
Kemudian pemuda hitam tersebut menggauli saudara perempuannya; lalu si perempuan itu mengandung dan melahirkan anaknya, laki-laki dan perempuan yang berkulit hitam.
Pada akhirnya, dua bersaudara itu menikah dan melahirkan keturunan. Keturunan mereka berdua semuanya berkulit hitam hingga sekarang. Al-Kisa’i mengatakan bahwa kampung yang didiami oleh mereka bernama Naubah.
(mhy)