Menceritakan Nikmat kepada Orang Lain (3): Ini Tipsnya Agar Tidak Mengundang Hasad
loading...
A
A
A
Berkata Nu'man bin Basyir radhiyallahu 'anhu: "Setan memiliki banyak perangkap dan jebakkan, dan di antara perangkap dan jebakannya adalah menghancurkan atas nikmat-nikmat Allah, menyombongkan diri melebihi hamba-hamba Allah, dan membanggakan diri melebihi pemberian Allah pada selain Dzat Allah." [Ar Ruh fi Kalami Arwah hal. 247]
Sebagian ulama mengatakan ada perbedaan mendasar antara orang yang niatnya lurus untuk menceritakan nikmat Allah dengan yang tujuannya untuk pamer. Diantaranya, bila kesan yang didapatkan ketika menceritakannya semakin membuat orang yang mendengarnya mengetahui kemurahan Allah, kasih sayang Allah dan luasnya karuniaNya, juga memotivasi untuk beramal kebaikan agar mendapatkan nikmat yang sama, maka itu diantara tanda bahwa niat orang yang menceritakan nikmat tersebut adalah Tahaduts bini'matillah.
Tapi jika cerita yang disampaikan menampakkan kesan kelebihannya dari orang lain, membuat orang lain terkagum-kagum kepadanya, bertujuan menjadikan hati orang banyak tunduk kepadanya, maka ini adalah tanda bahwa niatnya adalah untuk riya atau pamer. [Ar Ruh fi Kalami Arwah hal. 247]
Kesimpulan
Menceritakan nikmat kepada orang lain dengan tujuan yang benar adalah disyariatkan. Karena itu bentuk dari rasa syukur kepada Allah sebagai Dzat yang telah menganugerahkan nikmat tersebut kepadanya.
Dan di antara caranya adalah dengan niat yang baik, bukan untuk pamer dan ditujukan secara umum kepada orang-orang terpercaya di sekelilingnya, yakni mereka yang mencintai atau menghormatinya. Kecuali jika nikmat itu sifatnya diketahui oleh orang banyak, maka mensyukurinya dengan dinampakkan ke banyak orang.
Wallahu A'lam
Sebagian ulama mengatakan ada perbedaan mendasar antara orang yang niatnya lurus untuk menceritakan nikmat Allah dengan yang tujuannya untuk pamer. Diantaranya, bila kesan yang didapatkan ketika menceritakannya semakin membuat orang yang mendengarnya mengetahui kemurahan Allah, kasih sayang Allah dan luasnya karuniaNya, juga memotivasi untuk beramal kebaikan agar mendapatkan nikmat yang sama, maka itu diantara tanda bahwa niat orang yang menceritakan nikmat tersebut adalah Tahaduts bini'matillah.
Tapi jika cerita yang disampaikan menampakkan kesan kelebihannya dari orang lain, membuat orang lain terkagum-kagum kepadanya, bertujuan menjadikan hati orang banyak tunduk kepadanya, maka ini adalah tanda bahwa niatnya adalah untuk riya atau pamer. [Ar Ruh fi Kalami Arwah hal. 247]
Kesimpulan
Menceritakan nikmat kepada orang lain dengan tujuan yang benar adalah disyariatkan. Karena itu bentuk dari rasa syukur kepada Allah sebagai Dzat yang telah menganugerahkan nikmat tersebut kepadanya.
Dan di antara caranya adalah dengan niat yang baik, bukan untuk pamer dan ditujukan secara umum kepada orang-orang terpercaya di sekelilingnya, yakni mereka yang mencintai atau menghormatinya. Kecuali jika nikmat itu sifatnya diketahui oleh orang banyak, maka mensyukurinya dengan dinampakkan ke banyak orang.
Wallahu A'lam
(rhs)