Musibah dalam Kehidupan dan Cara Meresponsnya
loading...
A
A
A
Imam Shamsi Ali
Direktur Jamaica Muslim Center
Presiden Nusantara Foundation USA
Hidup itu tantangan. Kehidupan itu sendiri adalah perjuangan. Karenanya siapapun yang hidup di atas bumi ini pastinya akan tertantang. Dari raja-raja dan pemilik kekuasaan, para pebisnis dan saudagar yang kaya raya, hingga mereka yang papah melarat dan dipandang hina dina. Semua pastinya menghadapi ujian atau cobaan sesuai kadar dan ketentuan Penguasa alam semesta.
Musibah yang biasa diterjemahkan dengan cobaan atau ujian sesungguhnya bermakna target. Kata ini berasal dari kata Ashoba (menarget). Sehingga mushibah yang seolah kata benda sebenarnya juga berbentuk kata faa'il (pelaku). Bermakna bahwa sesuatu yang menimpa kita itu adalah pelaku yang menarget targetnya.
Dari pemaknaan ini sebenarnya dipahami bahwa sebuah cobaan atau ujian pastinya memiliki target yang pasti. Target ini yang kita pahami sebagai hikmah dari terjadinya musibah dalam kehidupan manusia.
Sebagaimana kehidupan, dunia ini sendiri identik dengan tempat di mana ujian itu pasti berlaku. Bahkan ujian itu bersifat natural (alami) dan pasti, bahkan menjadi bagian tak terpisahkan dari dunia. Ujian hanya akan berakhir dengan berakhirnya hidup sementara dan dunia ini ditinggalkan.
Oleh karena itu, isu yang sesungguhnya bukan pada ujian dan musibah. Tapi lebih kepada bagaimana cara pandang (mindset) kita dalam memahami dan merespons setiap ujian yang terjadi dalam hidup.
Seorang Mukmin tentunya dalam memandang segalanya akan memakai pandangan yang menyeluruh. Selain pandangan lahir juga tidak kalah pentingnya seorang Mukmin akan memandang segala sesuatu dalam hidupnya dengan mata batin (hati/iman). Sehingga penilaian dan respons yang diambil tidak dibatasi pada penilaian dan respon lahir semata.
Musibah atau ujian dan cobaan yang menimpa seseorang secara lahir pastinya pahit. Namun ketika pandangan lahir ini diimbangi oleh pandangan batin atau iman maka pahit getirnya ujian bisa berubah menjadi obat dan jalan kebaikan.
Ujian atau cobaan (musibah) secara umum bisa merupakan jalan penghapusan dosa-dosa. Dengan pandangan batin (iman) dihapuskannya dosa-dosa kita tidak dinilai menyakitkan. Justru dengan kesadaran batin tentang penghapusan dosa (pengampunan) ujian itu menjadi terasa indah dan manis.
Ujian atau cobaan (musibah) juga bisa dimaknai sebagai jalan Allah dalam mengangkat derajat seorang hambaNya. Ulul Azmi dari kalangan pada Rasulullah SAW diuji sedemikian rupa. Bukan karena dosa-dosa mereka. Tapi karena memang itulah cara Allah meninggikan derat mereka. Merekalah Rasul-Rasul Allah yang termulia.
Ujian atau cobaan (musibah) juga dapat dimaknai sebagai 'tadzkiran' (reminder) atau peringatan dari Allah sebelum terjadi musibah yang takkan lagi terselesaikan. Sebesar apapun musibah dunia ini, masih ada jalan penyelesaian dan berakhir. Tapi ketika ada yang salah (something wrong) yang terjadi pada kita dan kita dibiarkan saja, maka itulah musibah terbesar. Karena musibah itu akan membawa kepada musibah yang abadi.
Para akhirnya yang ingin saya sampaikan adalah bahwa tak ada seorang pun yang tidak akan menghadapi musibah (ujian/cobaan) dalam hidup dunia ini. Karena memang itulah tabiat kehidupan dunia. Karenanya permasalahan bukan pada ujiannya. Tapi bagaimana merespons warna/bentuk ujian yang terjadi dalam hidup dunia kita.
Respons seorang Mukmin tentunya berifat menyeluruh. Respons lahir dan juga respons batin. Jika Anda sakit responslah dengan pengobatan. Tapi lengkapi respons itu dengan pemahaman jika penyakit itu pasti ada hikmah untuk kebaikan dari Allah. Semoga!
NYC Subway, 17 Juli 2023
Direktur Jamaica Muslim Center
Presiden Nusantara Foundation USA
Hidup itu tantangan. Kehidupan itu sendiri adalah perjuangan. Karenanya siapapun yang hidup di atas bumi ini pastinya akan tertantang. Dari raja-raja dan pemilik kekuasaan, para pebisnis dan saudagar yang kaya raya, hingga mereka yang papah melarat dan dipandang hina dina. Semua pastinya menghadapi ujian atau cobaan sesuai kadar dan ketentuan Penguasa alam semesta.
Musibah yang biasa diterjemahkan dengan cobaan atau ujian sesungguhnya bermakna target. Kata ini berasal dari kata Ashoba (menarget). Sehingga mushibah yang seolah kata benda sebenarnya juga berbentuk kata faa'il (pelaku). Bermakna bahwa sesuatu yang menimpa kita itu adalah pelaku yang menarget targetnya.
Dari pemaknaan ini sebenarnya dipahami bahwa sebuah cobaan atau ujian pastinya memiliki target yang pasti. Target ini yang kita pahami sebagai hikmah dari terjadinya musibah dalam kehidupan manusia.
Sebagaimana kehidupan, dunia ini sendiri identik dengan tempat di mana ujian itu pasti berlaku. Bahkan ujian itu bersifat natural (alami) dan pasti, bahkan menjadi bagian tak terpisahkan dari dunia. Ujian hanya akan berakhir dengan berakhirnya hidup sementara dan dunia ini ditinggalkan.
Oleh karena itu, isu yang sesungguhnya bukan pada ujian dan musibah. Tapi lebih kepada bagaimana cara pandang (mindset) kita dalam memahami dan merespons setiap ujian yang terjadi dalam hidup.
Seorang Mukmin tentunya dalam memandang segalanya akan memakai pandangan yang menyeluruh. Selain pandangan lahir juga tidak kalah pentingnya seorang Mukmin akan memandang segala sesuatu dalam hidupnya dengan mata batin (hati/iman). Sehingga penilaian dan respons yang diambil tidak dibatasi pada penilaian dan respon lahir semata.
Musibah atau ujian dan cobaan yang menimpa seseorang secara lahir pastinya pahit. Namun ketika pandangan lahir ini diimbangi oleh pandangan batin atau iman maka pahit getirnya ujian bisa berubah menjadi obat dan jalan kebaikan.
Ujian atau cobaan (musibah) secara umum bisa merupakan jalan penghapusan dosa-dosa. Dengan pandangan batin (iman) dihapuskannya dosa-dosa kita tidak dinilai menyakitkan. Justru dengan kesadaran batin tentang penghapusan dosa (pengampunan) ujian itu menjadi terasa indah dan manis.
Ujian atau cobaan (musibah) juga bisa dimaknai sebagai jalan Allah dalam mengangkat derajat seorang hambaNya. Ulul Azmi dari kalangan pada Rasulullah SAW diuji sedemikian rupa. Bukan karena dosa-dosa mereka. Tapi karena memang itulah cara Allah meninggikan derat mereka. Merekalah Rasul-Rasul Allah yang termulia.
Ujian atau cobaan (musibah) juga dapat dimaknai sebagai 'tadzkiran' (reminder) atau peringatan dari Allah sebelum terjadi musibah yang takkan lagi terselesaikan. Sebesar apapun musibah dunia ini, masih ada jalan penyelesaian dan berakhir. Tapi ketika ada yang salah (something wrong) yang terjadi pada kita dan kita dibiarkan saja, maka itulah musibah terbesar. Karena musibah itu akan membawa kepada musibah yang abadi.
Para akhirnya yang ingin saya sampaikan adalah bahwa tak ada seorang pun yang tidak akan menghadapi musibah (ujian/cobaan) dalam hidup dunia ini. Karena memang itulah tabiat kehidupan dunia. Karenanya permasalahan bukan pada ujiannya. Tapi bagaimana merespons warna/bentuk ujian yang terjadi dalam hidup dunia kita.
Respons seorang Mukmin tentunya berifat menyeluruh. Respons lahir dan juga respons batin. Jika Anda sakit responslah dengan pengobatan. Tapi lengkapi respons itu dengan pemahaman jika penyakit itu pasti ada hikmah untuk kebaikan dari Allah. Semoga!
NYC Subway, 17 Juli 2023
(rhs)