Kisah Ulama Sufi Menutupi Aib Wanita Hamil di Luar Nikah
loading...
A
A
A
Kisah ulama menutupi aib wanita yang hamil di luar nikah ini termasuk deretan kisah unik yang sarat dengan hikmah. Di zaman ini mungkin banyak orang begitu gemar mengumbar aib dan keburukan seseorang.
Namun, tidak demikian dengan ulama sufi yang satu ini. Beliau justru menyembunyikan aib wanita yang hamil di luar nikah tersebut. Berikut kisahnya diceritakan Abu Ubaidah Yusuf bin Mukhtar as-Sidawi dalam bukunya "100 Kisah Menarik Penuh Ibrah".
Dahulu ada seorang ulama sufi ahli Hadis bernama Ahmad bin Mahdi bin Rustam (wafat 272 H). Selain banyak meriwayatkan Hadis lagi terpercaya, beliau juga memiliki banyak harta dan dikenal sangat dermawan. Beliau menafkahi para ulama pada zamannya sebanyak 300 ribu Dirham.
Suatu hari seorang wanita datang kepadanya seraya mengatakan, "Demi Allah, tutupilah aibku. Aku telah diperkosa. Kini aku mengandung, dan aku bilang pada orang-orang bahwa Anda adalah suamiku. Maka tolong janganlah bongkar aibku."
Sang alim terdiam mendengar penuturannya. Setelah beberapa hari, kepala desa dan para tetangga datang untuk mengucapkan selamat akan lahirnya anak. Sang ulama sufi ini pun menampakkan kegembiraan dan mengirimkan 2 Dinar sebagai nafkah untuk wanita tersebut. Demikian setiap bulannya, Ahmad bin Mahdi memberinya 2 Dinar sehingga bayinya berumur dua tahun.
Setelah itu bayinya meninggal dunia. Orang-orang pun bertakziah kepadanya dan dia menampakkan kesedihan dan kepasrahan kepada Allah. Beberapa hari kemudian, perempuan yang lahir di luar nikah itu datang kepadanya dengan membawa emas seraya berkata:
"Semoga Allah menutupi aib Anda, ambilah emas Anda." Maka sang ulama alim itu berkata kepadanya: "Dinar-dinar ini adalah pemberianku untuk si kecil, dan sekarang engkaulah yang berhak mewarisinya."
Kisah ini juga diketengahkan dalam Tadzkiratul Huffazh 2/598 oleh adz-Dzahabi, Dzikru Akhabri Ashbahan 2/85 oleh Abu Nua'im al-Ashbahani. Lihatlah bagaimana akhlak ulama tersebut menutupi aib wanita tersebut yang justru telah mencoreng nama baiknya. Beliau tidak malah membongkar aib perempuan itu.
Imam Hatim Pura-pura Tuli Demi Jaga Kehormatan Wanita
Ada lagi kisah yang tak kalah menariknya. Seorang ulama besar Khurasan Imam Hatim Al-Ashom (wafat 273 H) berpura-pura tuli semasa hidupnya demi menjaga kehormatan seorang perempuan.
Dikisahkan, suatu hari seorang perempuan datang kepadanya untuk meminta sesuatu. Tanpa sengaja, wanita itu kentut dengan suara yang agak keras di hadapan Imam Hatim. Wanita itu pun merasa malu dan menjadi salah tingkah.
Melihat keadaan itu, Imam Hatim berusaha mengalihkan perhatiannya dengan berpura-pura tuli. beliau berpura-pura tidak mendengar kentut perempuan itu. "Hai keraskanlah suaramu, karena aku tidak mendengar apa yang kamu bicarakan."
Imam Hatim berpura-pura tuli selama 15 tahun demi menjaga nama baik dan perasaan perempuan itu. "Berbicaralah yang keras!". Kata-kata ini diucapkannya selama 15 tahun kepada siapa saja yang menjadi lawan bicaranya. Sejak peristiwa itu, Imam Hatim diberi gelar Al-Ashom yang artinya si tuli.
Setelah wanita itu meninggal dunia, Imam Hatim pun tidak berpura-pura tuli lagi. Subhanallah. Bagaimana dengan kita yang mungkin suka menyebarkan aib orang lain atau tak dasar menyebut-nyebut kekurangan orang lain? Semoga Allah menjaga hati kita dan melimpahkanya taufik-Nya.
Namun, tidak demikian dengan ulama sufi yang satu ini. Beliau justru menyembunyikan aib wanita yang hamil di luar nikah tersebut. Berikut kisahnya diceritakan Abu Ubaidah Yusuf bin Mukhtar as-Sidawi dalam bukunya "100 Kisah Menarik Penuh Ibrah".
Dahulu ada seorang ulama sufi ahli Hadis bernama Ahmad bin Mahdi bin Rustam (wafat 272 H). Selain banyak meriwayatkan Hadis lagi terpercaya, beliau juga memiliki banyak harta dan dikenal sangat dermawan. Beliau menafkahi para ulama pada zamannya sebanyak 300 ribu Dirham.
Suatu hari seorang wanita datang kepadanya seraya mengatakan, "Demi Allah, tutupilah aibku. Aku telah diperkosa. Kini aku mengandung, dan aku bilang pada orang-orang bahwa Anda adalah suamiku. Maka tolong janganlah bongkar aibku."
Sang alim terdiam mendengar penuturannya. Setelah beberapa hari, kepala desa dan para tetangga datang untuk mengucapkan selamat akan lahirnya anak. Sang ulama sufi ini pun menampakkan kegembiraan dan mengirimkan 2 Dinar sebagai nafkah untuk wanita tersebut. Demikian setiap bulannya, Ahmad bin Mahdi memberinya 2 Dinar sehingga bayinya berumur dua tahun.
Setelah itu bayinya meninggal dunia. Orang-orang pun bertakziah kepadanya dan dia menampakkan kesedihan dan kepasrahan kepada Allah. Beberapa hari kemudian, perempuan yang lahir di luar nikah itu datang kepadanya dengan membawa emas seraya berkata:
"Semoga Allah menutupi aib Anda, ambilah emas Anda." Maka sang ulama alim itu berkata kepadanya: "Dinar-dinar ini adalah pemberianku untuk si kecil, dan sekarang engkaulah yang berhak mewarisinya."
Kisah ini juga diketengahkan dalam Tadzkiratul Huffazh 2/598 oleh adz-Dzahabi, Dzikru Akhabri Ashbahan 2/85 oleh Abu Nua'im al-Ashbahani. Lihatlah bagaimana akhlak ulama tersebut menutupi aib wanita tersebut yang justru telah mencoreng nama baiknya. Beliau tidak malah membongkar aib perempuan itu.
Imam Hatim Pura-pura Tuli Demi Jaga Kehormatan Wanita
Ada lagi kisah yang tak kalah menariknya. Seorang ulama besar Khurasan Imam Hatim Al-Ashom (wafat 273 H) berpura-pura tuli semasa hidupnya demi menjaga kehormatan seorang perempuan.
Dikisahkan, suatu hari seorang perempuan datang kepadanya untuk meminta sesuatu. Tanpa sengaja, wanita itu kentut dengan suara yang agak keras di hadapan Imam Hatim. Wanita itu pun merasa malu dan menjadi salah tingkah.
Melihat keadaan itu, Imam Hatim berusaha mengalihkan perhatiannya dengan berpura-pura tuli. beliau berpura-pura tidak mendengar kentut perempuan itu. "Hai keraskanlah suaramu, karena aku tidak mendengar apa yang kamu bicarakan."
Imam Hatim berpura-pura tuli selama 15 tahun demi menjaga nama baik dan perasaan perempuan itu. "Berbicaralah yang keras!". Kata-kata ini diucapkannya selama 15 tahun kepada siapa saja yang menjadi lawan bicaranya. Sejak peristiwa itu, Imam Hatim diberi gelar Al-Ashom yang artinya si tuli.
Setelah wanita itu meninggal dunia, Imam Hatim pun tidak berpura-pura tuli lagi. Subhanallah. Bagaimana dengan kita yang mungkin suka menyebarkan aib orang lain atau tak dasar menyebut-nyebut kekurangan orang lain? Semoga Allah menjaga hati kita dan melimpahkanya taufik-Nya.
(rhs)