Berikut Ini 3 Kelompok Orang dalam Memandang Masalah Qadar

Kamis, 24 Agustus 2023 - 19:02 WIB
loading...
Berikut Ini 3 Kelompok Orang dalam Memandang Masalah Qadar
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Usaimin. (Foto/Ilustrasi: Ist)
A A A
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-'Utsaimin mengatakan masalah Qadar menjadi pusat perdebatan di kalangan umat manusia sejak zaman dahulu. Dalam hal ini, mereka dapat diklasifikasikan ke dalam tiga kelompok.

"Dua kelompok saling kontroversial dan satu kelompok sebagai penengah," ujar Syaikh Muhammad bin Shalih Al-'Utsaimin dalam kitab "Al-Qadha' wal Qadar" yang dalam edisi Indonesia menjadi "Tanya Jawab Tentang Qadha dan Qadar".



Kelompok pertama, katanya, memandang pada keumuman Qadar Allah, sehingga dia buta tentang kebebasan memilih hamba. Dia mengatakan: "Sesungguhnya dia dipaksa dalam segala perbuatannya dan tidak mempunyai kebebasan memilih jalannya sendiri. Maka jatuhnya seseorang dari atap bersama angin dan sebagainya sama dengan turun dari atap tersebut dengan tangga sesuai dengan pilihannya sendiri.

Kelompok kedua, memandang bahwa seorang hamba melakukan dan meninggalkan sesuatu dengan pilihannya sendiri, sehingga dia buta dari Qadar Allah. Dia mengatakan bahwa seorang hamba bebas memilih semua perbuatannya dan tidak ada hubungannya dengan Qadar Allah.

Kelompok penengah, melihat dua sebab. Mereka memandang pada keumuman Qadar Allah dan sekaligus kebebasan memilih hamba-Nya. Maka mereka mengatakan: "Sesungguhnya perbuatan hamba terjadi karena Qadar Allah dan dengan pilihan hamba itu sendiri. Dia tentu tahu perbedaan antara jatuhnya seseorang dari atap karena angin dan semisalnya dengan turun melalui tangga atas pilihannya sendiri.

Yang pertama adalah orang yang melakukannya di luar pilihannya dan yang kedua dengan pilihannya sendiri. Masing-masing dari keduanya terjadi karena Qadha' dan Qadar Allah yang tidak akan terjadi dalam kerajaan-Nya apa yang tidak Dia kehendaki.



Akan tetapi sesuatu yang terjadi dengan pilihan seorang berhubungan dengan taklif (pembebanan/hukum) dan dia tidak punya alasan Qadar dalam melanggar apa yang telah dibebankan kepadanya, baik berupa perintah maupun larangan.

Dia melakukan sesuatu yang menyalahi (hukum Allah) dan ketika melakukannya dia belum tahu apa yang ditakdirkan kepadanya. Maka perlakuan tersebut menjadi sebab siksaan, baik di dunia maupun di akhirat.

Oleh karena itu, ketika dia dipaksa oleh seseorang untuk melakukan sesuatu yang menyalahi (hukum Allah), maka tidak ada hukum dan siksaan atas perbuatan tersebut karena keterpaksaannya.

Apabila manusia mengetahui bahwa melarikan diri dari api ke tempat yang lebih aman adalah pilihannya sendiri dan bahwa kedatangan ke rumah bagus, luas dan layak tinggal juga merupakan pilihannya, di sisi lain dia juga meyakini bahwa melarikan diri dan kedatangan tersebut terjadi karena Qadha' dan Qadar Allah.

Sedangkan tetap tinggal (di rumah tersebut) sehingga ditelan api dan ketelatannya untuk menempati rumah dapat dikatakan menyia-nyiakan kesempatan yang berakibat penyesalan. Maka kenapa dia tidak memahami ini dalam hal kecerobohannya dengan meninggalkan sebab-sebab yang bisa menyelamatkan dirinya dari neraka akhirat dan menggiringnya untuk masuk janah?



Demikian juga, tentang perbuatan maksiat manusia. Sesungguhnya Qadar Allah kepadanya untuk melakukan maksiat tidak berarti menghilangkan kebebasan (memilih)nya. Karena ketika dia memilih perbuatan tersebut (maksiat) dia belum tahu apa yang ditakdirkan Allah kepadanya, lalu dia melakukan perbuatan tersebut sesuai dengan pilihannya dan tidak merasa dipaksa oleh siapapun.

Akan tetapi, ketika dia telah melakukannya, maka kita baru mengetahui bahwa Allah telah menakdirkan perbuatan tersebut kepadanya. Begitu juga, cara pelaksanaan maksiat dan proses menuju ke sana yang terjadi dengan pilihan manusia tidak berarti menghilangkan Qadar Allah.

Allah telah menakdirkan segala sesuatu, baik secara global maupun rinci dan telah menetapkan sebab-sebab menuju ke sana dan seluruh perbuatan-Nya tidak terlepas dari Qadar-Nya dan begitu juga perbuatan hamba-Nya, baik yang bersifat ikhtiyari (sesuai pilihan) maupun idhthirari (terpaksa).

Allah berfirman: "Apakah kamu belum tahu bahwa Allah mengetahui apa yang ada di langit dan bumi, sesungguhnya hal itu telah ada dalam Kitab, sesungguhnya itu bagi Allah sangat mudah" [ Al-Hajj : 70]



Allah juga berfirman: "Begitu juga Aku telah menjadikan bagi setiap nabi musuh yang berupa syetan-syetan dari bangsa Manusia dan Jin yang sebagian menyampaikan kepada sebagian lain ucapan palsu. Dan apabila Rabb-mu menghendaki, maka mereka tidak melakukannya (kebohongan). Maka tinggalkanlah mereka dan kebohongannya" [ Al-An'am : 12]

Allah juga berfirman: "Begitu juga Allah telah menghiasi kebanyakan orang-orang musyrik dengan pembunuhan anak-anak mereka kepada teman-teman mereka untuk menarik mereka dan meremangkan agama mereka. Apabila Allah menghendaki, maka mereka tidak melakukannya. Maka tinggalkanlah mereka dan kebohongan mereka" [ Al-An'am : 137]

Dia juga berfirman: "Kalau Allah menghendaki, maka tidaklah saling membunuh orang-orang setelah mereka setelah datang penjelasan kepada mereka. Akan tetapi mereka saling berselisih, sehingga sebagian mereka ada yang beriman dan sebagian ada yang kafir. Kalau Allah menghendaki, maka mereka tidak saling membunuh" [ Al-Baqarah : 253]

(mhy)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1753 seconds (0.1#10.140)