Hak-Hak Istri yang Wajib Dipenuhi Suami Menurut Syaikh Al-Qardhawi
loading...
A
A
A
Syaikh Yusuf al-Qardhawi mengatakan Islam telah menetapkan untuk istri hak-hak yang wajib dipenuhi oleh suaminya. Hak-hak itu tak sekadar tinta di atas kertas, akan tetapi Islam menjadikan lebih dari itu yaitu yang mampu memelihara dan mengawasi.
"Pertama, keimanan dan ketakwaan seorang Muslim, kedua, hati nurani masyarakat dan kesadarannya, dan ketiga keterikatan dengan hukum Islam ," tulis Syaikh Yusuf al-Qardhawi dalam bukunya berjudul "Malaamihu Al Mujtama' Al Muslim Alladzi Nasyuduh" yang dalam edisi Indonesia menjadi "Sistem Masyarakat Islam dalam Al Qur'an & Sunnah" (Citra Islami Press, 1997).
Pertama kali hak yang wajib dipenuhi seorang suami terhadap istrinya adalah mas kawin yang telah diwajibkan oleh Islam sebagai tanda kecintaan seorang suami terhadap istrinya. Allah SWT berfirman,
"Berikanlah mas kawin (mahar) kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian dengan penuh kerelaan. Kemudian jika: mereka menyerahkan kepada kamu sebagian dari maskawin itu dengan senang hati; maka makanlah (ambillah) pemberian itu (sebagai makanan) yang sedap lagi baik akibatnya." ( QS An-Nisa' : 4)
Maka di manakah letak wanita dalam peradaban selain Islam yang memberikan sebagian hartanya kepada kaum lelaki, padahal fitrah Allah telah menjadikan wanita itu menuntut dan tidak dituntut (untuk memberi harta).
Hak yang kedua yang harus dipenuhi seorang suami terhadap istrinya adalah nafkah. Seorang suami diwajibkan untuk mencukupi makanan, pakaian, tempat tinggal dan pengobatan kepada istrinya.
Rasulullah SAW menjelaskan hak-hak wanita yang harus dipenuhi oleh seorang suami dalam sabdanya, "Dan bagi wanita (yang diwajibkan) atas kamu (kaum lelaki) rezeki mereka dan pakaian mereka dengan makruf (baik)." Yang dimaksud dengan makruf adalah sesuatu yang dianggap baik oleh ahli agama tanpa berlebihan dan tanpa mengurangi.
Allah SWT berfirman:
"Hendaklah orang yang mampu memberi nafkah menurut kemampuannnya. Dan orang yang disempitkan rizkinya hendaklah memberi nafkah dari harta yang diberikan Allah kepadannya. Allah tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan (sekedar) apa yang Allah berikan kesanggupan kepadanya. Allah kelak akan memberikan kelapangan sesudah kesempitan." ( QS At-Thalaq :7)
Hak yang ketiga adalah mempergauli dengan baik. Allah SWT berfirman, "Dan pergaulilah mereka (istri-istrimu), baik dalam berbicara, wajah yang berseri-seri, menghibur dengan bersendagurau dan mesra dalam hubungan.
Rasulullah SAW bersabda, "Mukmin yang paling sempurna keimanannya adalah yang paling baik akhlaknya, dan yang paling bersikap lemah lembut terhadap keluarganya." (HR Tirmidzi)
Ibnu Hibban berkata dari Aisyah ra, sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda, "Sebaik-baik kamu adalah yang paling baik terhadap keluarganya dan saya adalah sebaik-baik (perlakuan) terhadap keluarga saya."
Al-Qardhawi mengatakan sirah Nabawiyah secara aplikatif telah membuktikan kelembutan Rasulullah SAW terhadap keluarganya dan akhlak beliau sangat mulia terhadap para istrinya. Sampai-sampai Rasulullah SAW sering membantu para istrinya untuk menyelesaikan tugas-tugas di rumah dan di antara kelembutan Rasulullah SAW adalah bahwa beliau pernah mendahului Aisyah berlomba lari dua kali, lalu Aisyah mengalahkan beliau sekali dan sekali lagi dalam kesempatan yang lainnya. Maka beliau berkata kepada Aisyah "Ini dengan itu (skor sama)."
Kewajiban Istri
Syaikh al-Qardhawi mengatakan sebagai timbal balik dari pelaksanaan hak-hak yang wajib dipenuhi seorang suami terhadap istrinya, maka Islam mewajibkan kepada istri untuk menaati suami di luar perkara maksiat. Serta memelihara hartanya, sehingga seorang istri tidak boleh mempergunakan harta tersebut kecuali dengan izinnya. Demikian juga seorang istri wajib memelihara rumahnya sehingga tidak boleh memasukkan orang ke dalam rumahnya kecuali atas seizin suaminya, walaupun itu keluarganya.
Kewajiban-kewajiban ini tidak banyak dan tidak bersifat menzalimi seorang istri, jika dibandingkan dengan kewajiban yang harus dipenuhi oleh suaminya. Oleh karena itu setiap hak selalu diimbangi dengan kewajiban, dan di antara keadilan Islam bahwa Islam tidak menjadikan kewajiban itu hanya dibebankan pada wanita saja atau laki-laki saja.
Diriwayatkan bahwa sesungguhnya Ibnu Abbas pernah berdiri di depan cermin untuk memperbagus penampilannya. Ketika ditanya beliau menjawab, "Aku berhias untuk istriku sebagaimana istriku berhias untukku," kemudian membacakan ayat yang artinya:
"Dan para wanita mernpunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya ." ( QS Al Bagarah : 228)
"Ini adalah bukti yang nyata tentang dalamnya pemahaman Rasul dan sahabat terhadap Al Qur'an," demikian Syaikh Yusuf al-Qardhawi.
"Pertama, keimanan dan ketakwaan seorang Muslim, kedua, hati nurani masyarakat dan kesadarannya, dan ketiga keterikatan dengan hukum Islam ," tulis Syaikh Yusuf al-Qardhawi dalam bukunya berjudul "Malaamihu Al Mujtama' Al Muslim Alladzi Nasyuduh" yang dalam edisi Indonesia menjadi "Sistem Masyarakat Islam dalam Al Qur'an & Sunnah" (Citra Islami Press, 1997).
Pertama kali hak yang wajib dipenuhi seorang suami terhadap istrinya adalah mas kawin yang telah diwajibkan oleh Islam sebagai tanda kecintaan seorang suami terhadap istrinya. Allah SWT berfirman,
"Berikanlah mas kawin (mahar) kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian dengan penuh kerelaan. Kemudian jika: mereka menyerahkan kepada kamu sebagian dari maskawin itu dengan senang hati; maka makanlah (ambillah) pemberian itu (sebagai makanan) yang sedap lagi baik akibatnya." ( QS An-Nisa' : 4)
Maka di manakah letak wanita dalam peradaban selain Islam yang memberikan sebagian hartanya kepada kaum lelaki, padahal fitrah Allah telah menjadikan wanita itu menuntut dan tidak dituntut (untuk memberi harta).
Hak yang kedua yang harus dipenuhi seorang suami terhadap istrinya adalah nafkah. Seorang suami diwajibkan untuk mencukupi makanan, pakaian, tempat tinggal dan pengobatan kepada istrinya.
Rasulullah SAW menjelaskan hak-hak wanita yang harus dipenuhi oleh seorang suami dalam sabdanya, "Dan bagi wanita (yang diwajibkan) atas kamu (kaum lelaki) rezeki mereka dan pakaian mereka dengan makruf (baik)." Yang dimaksud dengan makruf adalah sesuatu yang dianggap baik oleh ahli agama tanpa berlebihan dan tanpa mengurangi.
Allah SWT berfirman:
"Hendaklah orang yang mampu memberi nafkah menurut kemampuannnya. Dan orang yang disempitkan rizkinya hendaklah memberi nafkah dari harta yang diberikan Allah kepadannya. Allah tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan (sekedar) apa yang Allah berikan kesanggupan kepadanya. Allah kelak akan memberikan kelapangan sesudah kesempitan." ( QS At-Thalaq :7)
Hak yang ketiga adalah mempergauli dengan baik. Allah SWT berfirman, "Dan pergaulilah mereka (istri-istrimu), baik dalam berbicara, wajah yang berseri-seri, menghibur dengan bersendagurau dan mesra dalam hubungan.
Rasulullah SAW bersabda, "Mukmin yang paling sempurna keimanannya adalah yang paling baik akhlaknya, dan yang paling bersikap lemah lembut terhadap keluarganya." (HR Tirmidzi)
Ibnu Hibban berkata dari Aisyah ra, sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda, "Sebaik-baik kamu adalah yang paling baik terhadap keluarganya dan saya adalah sebaik-baik (perlakuan) terhadap keluarga saya."
Al-Qardhawi mengatakan sirah Nabawiyah secara aplikatif telah membuktikan kelembutan Rasulullah SAW terhadap keluarganya dan akhlak beliau sangat mulia terhadap para istrinya. Sampai-sampai Rasulullah SAW sering membantu para istrinya untuk menyelesaikan tugas-tugas di rumah dan di antara kelembutan Rasulullah SAW adalah bahwa beliau pernah mendahului Aisyah berlomba lari dua kali, lalu Aisyah mengalahkan beliau sekali dan sekali lagi dalam kesempatan yang lainnya. Maka beliau berkata kepada Aisyah "Ini dengan itu (skor sama)."
Kewajiban Istri
Syaikh al-Qardhawi mengatakan sebagai timbal balik dari pelaksanaan hak-hak yang wajib dipenuhi seorang suami terhadap istrinya, maka Islam mewajibkan kepada istri untuk menaati suami di luar perkara maksiat. Serta memelihara hartanya, sehingga seorang istri tidak boleh mempergunakan harta tersebut kecuali dengan izinnya. Demikian juga seorang istri wajib memelihara rumahnya sehingga tidak boleh memasukkan orang ke dalam rumahnya kecuali atas seizin suaminya, walaupun itu keluarganya.
Kewajiban-kewajiban ini tidak banyak dan tidak bersifat menzalimi seorang istri, jika dibandingkan dengan kewajiban yang harus dipenuhi oleh suaminya. Oleh karena itu setiap hak selalu diimbangi dengan kewajiban, dan di antara keadilan Islam bahwa Islam tidak menjadikan kewajiban itu hanya dibebankan pada wanita saja atau laki-laki saja.
Diriwayatkan bahwa sesungguhnya Ibnu Abbas pernah berdiri di depan cermin untuk memperbagus penampilannya. Ketika ditanya beliau menjawab, "Aku berhias untuk istriku sebagaimana istriku berhias untukku," kemudian membacakan ayat yang artinya:
"Dan para wanita mernpunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya ." ( QS Al Bagarah : 228)
"Ini adalah bukti yang nyata tentang dalamnya pemahaman Rasul dan sahabat terhadap Al Qur'an," demikian Syaikh Yusuf al-Qardhawi.
(mhy)