Kisah Qais Shirmah : Sahabat Nabi yang Menjadi Sebab Ditentukannya Puasa Ramadan dan Aturannya
loading...
A
A
A
Ada kisah menarik dari seorang sahabat Nabi Shallallahu alaihi wa sallam, yakni Qais bin Shirmah. Ia adalah salah satu sahabat Rasulullah yang berasal dari kaum Anshar dan sehari-hari bekerja sebagai buruh di perkebunan kurma.
Kisah Qais bin Shirmah ternyata menjadi awal turunnya surat Al-Baqarah ayat 187 tentang awal mula mengetahui ketentuan apa saja yang boleh dan dilarang selama puasa Ramadan.
Kisah sahabat Nabi SAW ini dikutip buku 'Pesona Ibadah Nabi', karya Ahmad Rofi’ Usmani, edisi tahun 2015. Alkisah, saat itu, bulan Ramadan berlangsung bertepatan dengan musim kemarau. Ketika waktu untuk berbuka telah tiba, Qais kembali ke rumahnya. Dia bertanya kepada istrinya apakah ada makanan untuk berbuka puasa. Namun, istrinya menjawab bahwa saat itumereka tidak punya makanan.
“Maafkan aku, suamiku. Hari ini kita tidak punya makanan apapun. Tunggulah sebentar, aku akan mencarikan makanan untukmu,” kata istri Qais, .
Saat itu, istri Qais langsung keluar rumah dan mencari sesuatu yang bisa dimakan suaminya untuk berbuka puasa. Sedangkan Qais yang merasa lelah bekerja seharian, tertidur tanpa makan apapun untuk berbuka puasa. Tidak lama kemudian, istrinya datang membawa makanan. Tetapi ketika dia melihat suaminya tidur nyenyak, dia tidak membangunkannya. Qais bin Shirmah tidur sampai keesokan harinya.
Keesokan harinya, Qais melanjutkan puasa Ramadan dan berpuasa tanpa makan sejak kemarin. Hari itu, dia kembali bekerja di kebun kurma. Namun, saat sedang bekerja, dia pingsan. Karena itu, para sahabat melaporkan kejadian tersebut kepada Rasulullah. Tidak lama kemudian, turunlah Al-Qur'an surat Al-Baqarah ayat 187 yang berbunyi:
Artinya: “Dihalalkan bagi kamu pada malam hari bulan puasa bercampur dengan isteri-isteri kamu; mereka adalah pakaian bagimu, dan kamupun adalah pakaian bagi mereka. Allah mengetahui bahwasanya kamu tidak dapat menahan nafsumu, karena itu Allah mengampuni kamu dan memberi maaf kepadamu. Maka sekarang campurilah mereka dan ikutilah apa yang telah ditetapkan Allah untukmu, dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam, (tetapi) janganlah kamu campuri mereka itu, sedang kamu beri'tikaf dalam mesjid. Itulah larangan Allah, maka janganlah kamu mendekatinya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia, supaya mereka bertakwa.” (QS. Al-Baqarah ayat 187).
Mengetahui hal itu, para sahabat pun merasa lega karena mereka masih diperbolehkan untuk makan dan minum sampai terbitnya fajar. Rasulullah juga bersabda,
“Perbedaan antara puasa kita dan puasa Ahli Kitab (Yahudi dan Nasrani) adalah makan sahur.” (HR. Muslim).
Turunnya surat Al-Baqarah ayat 187 merupakan pedoman bagi umat Islam dalam menjalankan puasa Ramadan dengan ketentuan-ketentuan yang telah dianjurkan. Tentang waktu sahur dan berbuka puasa pada bulan Ramadan yaitu dari matahari terbit sampai matahari terbenam. Kemudian, dalam ayat ini juga dijelaskan bahwa boleh bersetubuh suami-istri pada malam hari di bulan Ramadan.
Wallahu A'lam
Kisah Qais bin Shirmah ternyata menjadi awal turunnya surat Al-Baqarah ayat 187 tentang awal mula mengetahui ketentuan apa saja yang boleh dan dilarang selama puasa Ramadan.
Kisah sahabat Nabi SAW ini dikutip buku 'Pesona Ibadah Nabi', karya Ahmad Rofi’ Usmani, edisi tahun 2015. Alkisah, saat itu, bulan Ramadan berlangsung bertepatan dengan musim kemarau. Ketika waktu untuk berbuka telah tiba, Qais kembali ke rumahnya. Dia bertanya kepada istrinya apakah ada makanan untuk berbuka puasa. Namun, istrinya menjawab bahwa saat itumereka tidak punya makanan.
“Maafkan aku, suamiku. Hari ini kita tidak punya makanan apapun. Tunggulah sebentar, aku akan mencarikan makanan untukmu,” kata istri Qais, .
Saat itu, istri Qais langsung keluar rumah dan mencari sesuatu yang bisa dimakan suaminya untuk berbuka puasa. Sedangkan Qais yang merasa lelah bekerja seharian, tertidur tanpa makan apapun untuk berbuka puasa. Tidak lama kemudian, istrinya datang membawa makanan. Tetapi ketika dia melihat suaminya tidur nyenyak, dia tidak membangunkannya. Qais bin Shirmah tidur sampai keesokan harinya.
Keesokan harinya, Qais melanjutkan puasa Ramadan dan berpuasa tanpa makan sejak kemarin. Hari itu, dia kembali bekerja di kebun kurma. Namun, saat sedang bekerja, dia pingsan. Karena itu, para sahabat melaporkan kejadian tersebut kepada Rasulullah. Tidak lama kemudian, turunlah Al-Qur'an surat Al-Baqarah ayat 187 yang berbunyi:
اُحِلَّ لَـکُمۡ لَيۡلَةَ الصِّيَامِ الرَّفَثُ اِلٰى نِسَآٮِٕكُمۡؕ هُنَّ لِبَاسٌ لَّـكُمۡ وَاَنۡـتُمۡ لِبَاسٌ لَّهُنَّ ؕ عَلِمَ اللّٰهُ اَنَّکُمۡ كُنۡتُمۡ تَخۡتَانُوۡنَ اَنۡفُسَکُمۡ فَتَابَ عَلَيۡكُمۡ وَعَفَا عَنۡكُمۡۚ فَالۡـــٰٔنَ بَاشِرُوۡهُنَّ وَابۡتَغُوۡا مَا کَتَبَ اللّٰهُ لَـكُمۡ وَكُلُوۡا وَاشۡرَبُوۡا حَتّٰى يَتَبَيَّنَ لَـكُمُ الۡخَـيۡطُ الۡاَبۡيَضُ مِنَ الۡخَـيۡطِ الۡاَسۡوَدِ مِنَ الۡفَجۡرِؕ ثُمَّ اَتِمُّوا الصِّيَامَ اِلَى الَّيۡلِۚ وَلَا تُبَاشِرُوۡهُنَّ وَاَنۡـتُمۡ عٰكِفُوۡنَ فِى الۡمَسٰجِدِؕ تِلۡكَ حُدُوۡدُ اللّٰهِ فَلَا تَقۡرَبُوۡهَا ؕ كَذٰلِكَ يُبَيِّنُ اللّٰهُ اٰيٰتِهٖ لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمۡ يَتَّقُوۡنَ
Artinya: “Dihalalkan bagi kamu pada malam hari bulan puasa bercampur dengan isteri-isteri kamu; mereka adalah pakaian bagimu, dan kamupun adalah pakaian bagi mereka. Allah mengetahui bahwasanya kamu tidak dapat menahan nafsumu, karena itu Allah mengampuni kamu dan memberi maaf kepadamu. Maka sekarang campurilah mereka dan ikutilah apa yang telah ditetapkan Allah untukmu, dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam, (tetapi) janganlah kamu campuri mereka itu, sedang kamu beri'tikaf dalam mesjid. Itulah larangan Allah, maka janganlah kamu mendekatinya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia, supaya mereka bertakwa.” (QS. Al-Baqarah ayat 187).
Mengetahui hal itu, para sahabat pun merasa lega karena mereka masih diperbolehkan untuk makan dan minum sampai terbitnya fajar. Rasulullah juga bersabda,
“Perbedaan antara puasa kita dan puasa Ahli Kitab (Yahudi dan Nasrani) adalah makan sahur.” (HR. Muslim).
Turunnya surat Al-Baqarah ayat 187 merupakan pedoman bagi umat Islam dalam menjalankan puasa Ramadan dengan ketentuan-ketentuan yang telah dianjurkan. Tentang waktu sahur dan berbuka puasa pada bulan Ramadan yaitu dari matahari terbit sampai matahari terbenam. Kemudian, dalam ayat ini juga dijelaskan bahwa boleh bersetubuh suami-istri pada malam hari di bulan Ramadan.
Wallahu A'lam
(wid)