Siapa Pengarang Perjanjian Lama? Begini Analisis Maurice Bucaille
loading...
A
A
A
Siapa pengarang Perjanjian Lama? Dr Maurice Bucaille mengatakan kebanyakan pembaca Perjanjian Lama yang menerima pertanyaan tersebut akan menjawab dengan mengulangi apa yang pernah mereka baca dalam Kata Pengantar Bibel, yaitu yang mengatakan bahwa pasal itu semua adalah karangan Tuhan, walaupun ditulis oleh orang-orang yang mendapat wahyu dari Ruhul Kudus.
"Kadang-kadang orang yang memperkenalkan Bibel tadi menganggap cukup dengan keterangan singkat tersebut," tulis Dr Maurice Bucaille dalam bukunya berjudul "La Bible Le Coran Et La Science" yang dilahihbahasakan Prof Dr HM Rasyidi menjadi "Bibel, Qur'an, dan Sains Modern" (Bulan Bintang, 1979).
Menurutnya, dengan begitu ia menutup kemungkinan untuk pertanyaan lebih lanjut. Tetapi kadang-kadang ia menambah penjelasan bahwa mungkin ada perincian-perincian yang ditambahkan orang dalam teks lama.
Meskipun begitu, kata Maurice Bucaille, perbedaan paham tentang sesuatu ayat, tidak mengubah kebenaran keseluruhan.
Orang selalu menekankan kepada "Kebenaran" yang dijamin oleh Kepala Gereja, yaitu orang yang mendapat bantuan dari Ruhul Kudus, satu-satunya pihak yang berhak menerangkan sesuatu kepada orang-orang yang percaya.
Bukankah Gereja , semenjak konsili-konsili abad ke-4 telah meresmikan daftar Kitab Suci yaitu daftar yang dikuatkan oleh konsili Florence (1441), Trente (1546) dan Vatikan I (1870) untuk menjadi Kanon (Injil Induk).
Tiga Teks Ibrani
Dalam buku karangan Prof Edmond Yacob tentang "Perjanjian Lama," dijelaskan banyak orang yang tidak tahu bahwa pada permulaannya, terdapat beberapa teks Perjanjian Lama dan bukan teks tunggal.
Pada abad III SM sedikitnya ada tiga teks Ibrani, yaitu teks massorethique, teks yang dipakai untuk terjemahan Yunani dan teks kitab Taurat Samaria.
Pada abad pertama SM, ada kecenderungan untuk membentuk teks tunggal, akan tetapi hal tersebut baru terlaksana satu abad kemudian.
Maurice Bucaille mengatakan jika kita mempunyai tiga teks, tentu kita dapat melakukan studi perbandingan dan kita mungkin dapat mempunyai idea tentang teks yang asli, akan tetapi kita tak mempunyai teks tersebut di atas.
Selain gulungan-gulungan yang terdapat di gua Qumran pada tahun 1947, yaitu gulungan yang berasal dari zaman sebelum timbulnya agama Kristen, dan dekat sebelum munculnya Nabi Isa, telah terdapat Papyrus Decalogue berasal dari abad II M, dan mengandung perbedaan-perbedaan dari teks klasik, begitu juga fragmen Perjanjian Lama, yang ditulis orang pada abad V M. (Fragmen Geniza, Cairo); selain itu semua, teks Bibel Ibrani yang paling tua adalah teks abad IX M.
Terjemahan Perjanjian Lama dalam bahasa Yunani terjadi pada abad III sebelum Masehi. Teksnya dinamakan Septante (berarti tujuh puluh; yakni jumlah orang yang menterjemahkan).
Terjemahan tersebut dilakukan oleh orang-orang Yahudi di Alexandria. Pengarang-pengarang Perjanjian Baru bersandar kepada teks tersebut, dan teks tersebut dipakai orang sampai abad VII M.
Pada waktu sekarang teks Yunani yang dipakai Dunia Kristen adalah manuskrip (tulisan tangan) yang dinamakan Codex Vaticanus yang disimpan di Vatican dan Codex Sinaiticus (berasal dari Sinai) yang disimpan di British Museum di London. Manuskrip tersebut ditulis pada abad IV M.
Terjemahan dalam bahasa Latin dilakukan oleh Jerome dari dokumen-dokumen Ibrani pada permulaan abad V M. Terjemahan Latin ini kemudian dinamakan Vulgate oleh karena telah tersebar diseluruh Dunia sesudah abad VII M.
Perlu kita ketahui juga bahwa ada terjemahan Aramaik dan Syriaks akan tetapi terjemahan itu hanya mengenai beberapa bagian dari Perjanjian Lama.
Bermacam-macam terjemahan tersebut telah diolah oleh beberapa orang ahli dan dijadikan teks tengah-tengah; yakni yang merupakan kompromi antara bentuk-bentuk yang berbeda-beda. Ada pula yang mengumpulkan bermacam-macam terjemahan disamping Bibel Ibrani seperti terjemahan Yunani, Latin, Syriak, Aramaik dan Arab. Kumpulan itulah yang tersohor dengan nama Bibel Walton (London tahun 1657).
Perlu kita tambahkan pula bahwa di antara Gereja-gereja Masehi yang bermacam-macam sekarang keadaannya adalah bahwa Gereja-gereja itu tidak menerima pasal-pasal yang sama dalam Bibel, dan Gereja-gereja tersebut juga tidak mempunyai pengesahan yang sama mengenai terjemahan-terjemahan dalam satu bahasa.
Usaha-usaha untuk mempersatukan masih dilakukan dan terjemahan Ekumenik (persatuan) yang dilakukan oleh ahli-ahli Katolik dan Protestan mengenai Perjanjian Lama ternyata akan menghasilkan sintesa (perpaduan).
Maurice Bucaille mengatakan dengan begitu maka usaha manusia mengenai teks Perjanjian Lama ternyata sangat besar, dan dengan mudah kita mengetahui bahwa sebagai akibat koreksi-koreksi antara versi yang bermacam-macam dan terjemahan yang bermacam-macam, teks yang asli sudah berubah selama dua ribu tahun.
"Kadang-kadang orang yang memperkenalkan Bibel tadi menganggap cukup dengan keterangan singkat tersebut," tulis Dr Maurice Bucaille dalam bukunya berjudul "La Bible Le Coran Et La Science" yang dilahihbahasakan Prof Dr HM Rasyidi menjadi "Bibel, Qur'an, dan Sains Modern" (Bulan Bintang, 1979).
Menurutnya, dengan begitu ia menutup kemungkinan untuk pertanyaan lebih lanjut. Tetapi kadang-kadang ia menambah penjelasan bahwa mungkin ada perincian-perincian yang ditambahkan orang dalam teks lama.
Meskipun begitu, kata Maurice Bucaille, perbedaan paham tentang sesuatu ayat, tidak mengubah kebenaran keseluruhan.
Orang selalu menekankan kepada "Kebenaran" yang dijamin oleh Kepala Gereja, yaitu orang yang mendapat bantuan dari Ruhul Kudus, satu-satunya pihak yang berhak menerangkan sesuatu kepada orang-orang yang percaya.
Bukankah Gereja , semenjak konsili-konsili abad ke-4 telah meresmikan daftar Kitab Suci yaitu daftar yang dikuatkan oleh konsili Florence (1441), Trente (1546) dan Vatikan I (1870) untuk menjadi Kanon (Injil Induk).
Tiga Teks Ibrani
Dalam buku karangan Prof Edmond Yacob tentang "Perjanjian Lama," dijelaskan banyak orang yang tidak tahu bahwa pada permulaannya, terdapat beberapa teks Perjanjian Lama dan bukan teks tunggal.
Pada abad III SM sedikitnya ada tiga teks Ibrani, yaitu teks massorethique, teks yang dipakai untuk terjemahan Yunani dan teks kitab Taurat Samaria.
Pada abad pertama SM, ada kecenderungan untuk membentuk teks tunggal, akan tetapi hal tersebut baru terlaksana satu abad kemudian.
Maurice Bucaille mengatakan jika kita mempunyai tiga teks, tentu kita dapat melakukan studi perbandingan dan kita mungkin dapat mempunyai idea tentang teks yang asli, akan tetapi kita tak mempunyai teks tersebut di atas.
Selain gulungan-gulungan yang terdapat di gua Qumran pada tahun 1947, yaitu gulungan yang berasal dari zaman sebelum timbulnya agama Kristen, dan dekat sebelum munculnya Nabi Isa, telah terdapat Papyrus Decalogue berasal dari abad II M, dan mengandung perbedaan-perbedaan dari teks klasik, begitu juga fragmen Perjanjian Lama, yang ditulis orang pada abad V M. (Fragmen Geniza, Cairo); selain itu semua, teks Bibel Ibrani yang paling tua adalah teks abad IX M.
Terjemahan Perjanjian Lama dalam bahasa Yunani terjadi pada abad III sebelum Masehi. Teksnya dinamakan Septante (berarti tujuh puluh; yakni jumlah orang yang menterjemahkan).
Terjemahan tersebut dilakukan oleh orang-orang Yahudi di Alexandria. Pengarang-pengarang Perjanjian Baru bersandar kepada teks tersebut, dan teks tersebut dipakai orang sampai abad VII M.
Pada waktu sekarang teks Yunani yang dipakai Dunia Kristen adalah manuskrip (tulisan tangan) yang dinamakan Codex Vaticanus yang disimpan di Vatican dan Codex Sinaiticus (berasal dari Sinai) yang disimpan di British Museum di London. Manuskrip tersebut ditulis pada abad IV M.
Terjemahan dalam bahasa Latin dilakukan oleh Jerome dari dokumen-dokumen Ibrani pada permulaan abad V M. Terjemahan Latin ini kemudian dinamakan Vulgate oleh karena telah tersebar diseluruh Dunia sesudah abad VII M.
Perlu kita ketahui juga bahwa ada terjemahan Aramaik dan Syriaks akan tetapi terjemahan itu hanya mengenai beberapa bagian dari Perjanjian Lama.
Bermacam-macam terjemahan tersebut telah diolah oleh beberapa orang ahli dan dijadikan teks tengah-tengah; yakni yang merupakan kompromi antara bentuk-bentuk yang berbeda-beda. Ada pula yang mengumpulkan bermacam-macam terjemahan disamping Bibel Ibrani seperti terjemahan Yunani, Latin, Syriak, Aramaik dan Arab. Kumpulan itulah yang tersohor dengan nama Bibel Walton (London tahun 1657).
Perlu kita tambahkan pula bahwa di antara Gereja-gereja Masehi yang bermacam-macam sekarang keadaannya adalah bahwa Gereja-gereja itu tidak menerima pasal-pasal yang sama dalam Bibel, dan Gereja-gereja tersebut juga tidak mempunyai pengesahan yang sama mengenai terjemahan-terjemahan dalam satu bahasa.
Usaha-usaha untuk mempersatukan masih dilakukan dan terjemahan Ekumenik (persatuan) yang dilakukan oleh ahli-ahli Katolik dan Protestan mengenai Perjanjian Lama ternyata akan menghasilkan sintesa (perpaduan).
Maurice Bucaille mengatakan dengan begitu maka usaha manusia mengenai teks Perjanjian Lama ternyata sangat besar, dan dengan mudah kita mengetahui bahwa sebagai akibat koreksi-koreksi antara versi yang bermacam-macam dan terjemahan yang bermacam-macam, teks yang asli sudah berubah selama dua ribu tahun.
(mhy)