Jelang Ajal, Umar bin Khattab Dihibur Ibnu Abbas tentang Berita Surga
loading...
A
A
A
Saat Khalifah Umar bin Khattab mengimami salat subuh , Abu Lu'lu'ah Fairuz, budak al-Mugirah menikamnya. Tikaman itu mengenai bawah pusarnya memutuskan lapisan kulit bagian dalam dan usus lambung. Peristiwa itu terjadi pada hari Rabu tanggal 4 Zulhijah tahun ke-23 Hijri.
Pada saat menjelang ajal, Umar mengadakan perhitungan dengan hati nuraninya sendiri mengenai segala yang sudah dikerjakannya itu. Tak lama lagi ia sudah akan menghadapi suasana yang paling pelik dan sulit, yaitu keberadaannya di hadapan Tuhannya. Yang akan menanyainya apa yang telah dikerjakan dan apa yang diabaikannya. Apa yang diniatkan dan apa yang diperbuat. Apa yang tersimpan di hati dan apa yang diungkapkan.
Salah seorang sahabat berkata kepadanya: "Sungguh saya mengharapkan sekali mudah-mudahan api neraka tidak akan pernah menyentuh kulitmu!"
Orang itu ditatapnya, dengan air mata yang sudah berlinangan, sehingga orang-orang di sekitarnya merasa iba melihatnya. Kemudian katanya kepada orang itu: "Perbuatan Anda dalam hal itu sedikit sekali. Kalaupun semua yang di muka bumi ini milik saya niscaya saya gunakan sebagai tebusan, mengingat hebatnya suasana hari kiamat!"
Dalam sebuah sumber disebutkan bahwa ketika ia mengucapkan kata-kata yang terakhir itu Abdullah bin Abbas hadir, yang kemudian berkata kepadanya:
"Sungguh saya tidak mengharapkan Anda akan melihatnya melebihi apa yang difirmankan Allah: 'Tidak seorang pun di antara kamu yang tidak akan melaluinya.' Yang kami ketahui Anda pemimpin orang-orang beriman, kepercayaan orang-orang beriman dan pemuka orang-orang beriman. Anda menjalankan hukum berdasarkan Kitabullah dan melaksanakan pembagian sama rata."
Kata-kata ini menarik perhatian Umar. Ia bangun terduduk dan katanya: "Ibn Abbas, maukah dalam hal ini Anda menjadi saksi saya?"
Ibn Abbas diam. Umar menepuk bahunya seraya katanya lagi: "Saksikanlah saya dengan itu, Ibn Abbas!"
Ibn Abbas menjawab: "Ya, saya menjadi saksi."
Muhammad Husain Haekal dalam bukunya berjudul "Al-Faruq Umar" mengatakan sebenarnya apa yang dikutip mengenai kekhawatiran Umar akan dahsyatnya hari kiamat itu membuktikan keteguhan imannya, keyakinannya yang begitu kuat serta rasa takutnya kepada Allah yang sungguh-sungguh.
"Itulah persiapan bagi orang yang tujuannya benar-benar hanya demi Allah semata dalam segala amal perbuatannya," tulis Haekal dalam buku yang diterjemahkan Ali Audah menjadi "Umar bin Khattab, Sebuah teladan mendalam tentang pertumbuhan Islam dan Kedaulatannya masa itu" (Pustaka Litera AntarNusa, 1987).
Pada saat terkena tikaman dan orang ramai berdatangan, mereka memujinya dan memanggil-manggilnya dengan Amirulmukminin, ia berkata: "Apakah kalian membekali saya dengan kedudukan saya sebagai amir? Saya sudah mendampingi Rasulullah, dan Rasulullah wafat dalam keadaan senang hati kepada saya. Kemudian saya mendampingi Abu Bakar, saya setia dan patuh kepadanya; sampai Abu Bakar wafat saya tetap setia dan patuh. Dan yang sekarang saya khawatirkan hanya kepemimpinan kalian ini."
Dia menahan rasa sakitnya, dan agar rasa sakit itu terlupakan mereka yang hadir berusaha memujinya. Tetapi dia berkata: "Orang yang teperdaya oleh umurnya ia menipu diri sendiri. Demi Allah! Ah, coba aku keluar dari semua ini seperti ketika memasukinya, tidak berutang dan tidak berpiutang!"
Sebuah sumber menyebutkan bahwa Ibn Abbas berkata: "Saya yang pertama mendatangi Umar bin Khattab ketika ia ditikam dan kata saya kepadanya: 'Bergembiralah dengan surga! Anda sudah mendampingi Rasulullah dan mendampinginya cukup lama. Anda menjabat Amirulmukminin dan sudah Anda perkuat, Anda telah menunaikan amanat."
Ketika itu Umar berkata: "Bahwa Anda sudah membawa berita gembira kepada saya dengan surga, maka hanya Allah, yang tiada tuhan selain Dia. Sekiranya dunia ini dan segala isinya milik saya niscaya dengan itulah akan saya tebus, mengingat betapa dahsyat yang di depan saya sebelum saya mendapat berita. Adapun yang Anda sebutkan saya telah mendampingi Rasulullah Sallallahu ‘alaihi wa sallam memang demikian."
Makin banyak orang memujinya ia merasa makin khawatir. Disebutkan bahwa ia merentangkan tangannya dan mengambil sebatang jerami di tanah ke sisi tempat tidurnya lalu diangkatnya ke depan matanya seraya berkata: "Ah, sekiranya aku sebatang jerami ini! Coba aku tidak dilahirkan! Coba ibuku tidak melahirkan aku! Coba aku bukan apa-apa! Ah, sekiranya aku terlupakan samasekali!"
Menurut Hekal, semua ini membuktikan keimanannya yang sungguh-sungguh, dan perasaan orang besar ini menunjukkan keagungannya selama memikul tanggung jawab dalam kepemimpinannya sebagai Amirulmukminin.
Kemenangan yang dicapainya selama masanya itu tidak sampai memperdayanya. Kemenangannya terhadap Persia dan Romawi tidak membuatnya pongah. Ia tidak merasa bangga karena pembicaraan dan pujian orang kepadanya. Malah ia khawatir kalau-kalau pernah ia berbuat zalim terhadap kaum lemah, dan rintihan orang lemah ini akan sampai ke langit dan Allah akan mengukurnya dengan semua amal kebaikan Umar!
Pada saat menjelang ajal, Umar mengadakan perhitungan dengan hati nuraninya sendiri mengenai segala yang sudah dikerjakannya itu. Tak lama lagi ia sudah akan menghadapi suasana yang paling pelik dan sulit, yaitu keberadaannya di hadapan Tuhannya. Yang akan menanyainya apa yang telah dikerjakan dan apa yang diabaikannya. Apa yang diniatkan dan apa yang diperbuat. Apa yang tersimpan di hati dan apa yang diungkapkan.
Salah seorang sahabat berkata kepadanya: "Sungguh saya mengharapkan sekali mudah-mudahan api neraka tidak akan pernah menyentuh kulitmu!"
Orang itu ditatapnya, dengan air mata yang sudah berlinangan, sehingga orang-orang di sekitarnya merasa iba melihatnya. Kemudian katanya kepada orang itu: "Perbuatan Anda dalam hal itu sedikit sekali. Kalaupun semua yang di muka bumi ini milik saya niscaya saya gunakan sebagai tebusan, mengingat hebatnya suasana hari kiamat!"
Dalam sebuah sumber disebutkan bahwa ketika ia mengucapkan kata-kata yang terakhir itu Abdullah bin Abbas hadir, yang kemudian berkata kepadanya:
"Sungguh saya tidak mengharapkan Anda akan melihatnya melebihi apa yang difirmankan Allah: 'Tidak seorang pun di antara kamu yang tidak akan melaluinya.' Yang kami ketahui Anda pemimpin orang-orang beriman, kepercayaan orang-orang beriman dan pemuka orang-orang beriman. Anda menjalankan hukum berdasarkan Kitabullah dan melaksanakan pembagian sama rata."
Kata-kata ini menarik perhatian Umar. Ia bangun terduduk dan katanya: "Ibn Abbas, maukah dalam hal ini Anda menjadi saksi saya?"
Ibn Abbas diam. Umar menepuk bahunya seraya katanya lagi: "Saksikanlah saya dengan itu, Ibn Abbas!"
Ibn Abbas menjawab: "Ya, saya menjadi saksi."
Muhammad Husain Haekal dalam bukunya berjudul "Al-Faruq Umar" mengatakan sebenarnya apa yang dikutip mengenai kekhawatiran Umar akan dahsyatnya hari kiamat itu membuktikan keteguhan imannya, keyakinannya yang begitu kuat serta rasa takutnya kepada Allah yang sungguh-sungguh.
"Itulah persiapan bagi orang yang tujuannya benar-benar hanya demi Allah semata dalam segala amal perbuatannya," tulis Haekal dalam buku yang diterjemahkan Ali Audah menjadi "Umar bin Khattab, Sebuah teladan mendalam tentang pertumbuhan Islam dan Kedaulatannya masa itu" (Pustaka Litera AntarNusa, 1987).
Pada saat terkena tikaman dan orang ramai berdatangan, mereka memujinya dan memanggil-manggilnya dengan Amirulmukminin, ia berkata: "Apakah kalian membekali saya dengan kedudukan saya sebagai amir? Saya sudah mendampingi Rasulullah, dan Rasulullah wafat dalam keadaan senang hati kepada saya. Kemudian saya mendampingi Abu Bakar, saya setia dan patuh kepadanya; sampai Abu Bakar wafat saya tetap setia dan patuh. Dan yang sekarang saya khawatirkan hanya kepemimpinan kalian ini."
Dia menahan rasa sakitnya, dan agar rasa sakit itu terlupakan mereka yang hadir berusaha memujinya. Tetapi dia berkata: "Orang yang teperdaya oleh umurnya ia menipu diri sendiri. Demi Allah! Ah, coba aku keluar dari semua ini seperti ketika memasukinya, tidak berutang dan tidak berpiutang!"
Sebuah sumber menyebutkan bahwa Ibn Abbas berkata: "Saya yang pertama mendatangi Umar bin Khattab ketika ia ditikam dan kata saya kepadanya: 'Bergembiralah dengan surga! Anda sudah mendampingi Rasulullah dan mendampinginya cukup lama. Anda menjabat Amirulmukminin dan sudah Anda perkuat, Anda telah menunaikan amanat."
Ketika itu Umar berkata: "Bahwa Anda sudah membawa berita gembira kepada saya dengan surga, maka hanya Allah, yang tiada tuhan selain Dia. Sekiranya dunia ini dan segala isinya milik saya niscaya dengan itulah akan saya tebus, mengingat betapa dahsyat yang di depan saya sebelum saya mendapat berita. Adapun yang Anda sebutkan saya telah mendampingi Rasulullah Sallallahu ‘alaihi wa sallam memang demikian."
Makin banyak orang memujinya ia merasa makin khawatir. Disebutkan bahwa ia merentangkan tangannya dan mengambil sebatang jerami di tanah ke sisi tempat tidurnya lalu diangkatnya ke depan matanya seraya berkata: "Ah, sekiranya aku sebatang jerami ini! Coba aku tidak dilahirkan! Coba ibuku tidak melahirkan aku! Coba aku bukan apa-apa! Ah, sekiranya aku terlupakan samasekali!"
Menurut Hekal, semua ini membuktikan keimanannya yang sungguh-sungguh, dan perasaan orang besar ini menunjukkan keagungannya selama memikul tanggung jawab dalam kepemimpinannya sebagai Amirulmukminin.
Kemenangan yang dicapainya selama masanya itu tidak sampai memperdayanya. Kemenangannya terhadap Persia dan Romawi tidak membuatnya pongah. Ia tidak merasa bangga karena pembicaraan dan pujian orang kepadanya. Malah ia khawatir kalau-kalau pernah ia berbuat zalim terhadap kaum lemah, dan rintihan orang lemah ini akan sampai ke langit dan Allah akan mengukurnya dengan semua amal kebaikan Umar!
(mhy)