Beda Sebutan Kaum Yahudi dan Nasrani dalam Surat Al-Baqarah Ayat 120
loading...
A
A
A
Surat Al-Baqarah [2] ayat 120 berbunyi "Lan tardha 'ankal-Yahud wa lan Nashara hatta tattabi'a millatahum (orang Yahudi dan Nasrani tidak akan rela kepadamu (Muhammad) sampai engkau mengikuti agama/tatacara mereka." Ayat ini menggunakan kata "lan" terhadap orang Yahudi, dan kata "la" terhadap orang Nasrani.
Muhammad Quraish Shihab dalam bukunya berjudul " Wawasan al-Quran, Tafsir Maudhu'i atas Pelbagai Persoalan Umat " menjelaskan, bahwa pakar-pakar bahasa Al-Qur'an, antara lain Az-Zarkasyi dalam bukunya Al-Burhan, kata "lan" digunakan untuk menafikkan sesuatu di masa datang, dan penafian tersebut lebih kuat dari "la" yang digunakan untuk menafikkan sesuatu, tanpa mengisyaratkan masa penafian itu, sehingga boleh saja ia terbatas untuk masa lampau, kini, atau masa datang.
Ayat di atas, kata Quraish, secara tegas menyatakan bahwa selama seseorang itu Yahudi (Ingat bukan Al-Ladzina Hadu atau Ahl Al-Kitab), maka ia pasti tidak akan rela terhadap umat Islam hingga umat Islam mengikuti agama/tatacara mereka. "Dalam arti, menyetujui sikap dan tindakan serta arah yang mereka tuju," jelasnya.
Mufasir besar Ar-Razi mengemukakan bahwa maksud ayat ini adalah menjelaskan:
"Keadaan mereka dalam bersikeras berpegang pada kebatilan mereka, dan ketegaran mereka dalam kekufuran, bahwa mereka itu juga (di samping kekufuran itu) berkeinginan agar diikuti millat mereka. Mereka tidak rela dengan kitab (suci yang dibawa beliau), bahkan mereka berkeinginan (memperoleh) persetujuan beliau menyangkut keadaan mereka.
Dengan demikian, (Allah) menjelaskan kerasnya permusuhan mereka terhadap Rasul, serta menerangkan situasi yang mengakibatkan keputusasaan tentang persetujuan mereka (menganut Islam)."
Syaikh Muhammad Thahir bin Asyur dalam tafsirnya menjelaskan bahwa kalimat hatta tattabi'a millatahum (sampai engkau mengikuti agama mereka) adalah:
Kinayat (kalimat yang mengandung makna bukan sesuai bunyi teksnya) keputusasaan (tidak adanya kemungkinan) bagi orang Yahudi dan Nasrani untuk memeluk Islam ketika itu, karena mereka tidak rela kepada Rasul kecuali (kalau Rasul) mengikuti agama/tatacara mereka. Maka ini berarti bahwa mereka tidak mungkin akan mengikuti agama beliau; dan karena keikutan Nabi pada ajaran mereka merupakan sesuatu yang mustahil, maka kerelaan mereka terhadap beliau (Nabi) pun demikian.
Ini sama dengan (firman-Nya):
"hingga masuk ke lubang jarum" ( QS Al-A'raf [7] : 40)
dan (firman-Nya),
"Aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah, dan kamu bukan penyembah (Tuhan) yang aku sembah" ( QS Al-Kafirun [109] : 2-3).
Quraish Shihab mengatakan dalam uraian Syaikh Fadhil di atas ditemukan kalimat "ketika itu" untuk menjelaskan bahwa keputusasaan tersebut hanya ditekankan oleh ayat ini pada Al-Yahud wan-Nashara tertentu ketika itu, bukan terhadap mereka semua, karena kenyataan menunjukkan bahwa setelah turunnya ayat ini ada di antara Ahl Al-Kitab yang memeluk agama Islam. Pengertian tersebut sama dengan firman-Nya dalam surat Yasin [36] : 10:
"Sama saja bagi mereka: apakah kamu memberi peringatan kepada mereka, ataukah kamu tidak memberi peringatan kepada mereka, mereka tidak akan beriman."
Menurut Quraish, yang dimaksud di sini adalah orang-orang kafir tertentu ketika itu (pada masa Nabi), bukan seluruh orang kafir karena kenyataan juga menunjukkan bahwa sebagian besar dari orang kafir pada masa Nabi, pada akhirnya memeluk Islam.
Quraish Shihab mengatakan arti surat Al-Baqarah [2] : 120 di atas perlu ditegaskan, karena sering terjadi kesalahpahaman tentang maknanya. Dan juga sebagaimana diketahui, Yudaisme bukanlah agama dakwah, bahkan mereka cenderung eksklusif dalam bidang agama dan orang lain cenderung enggan menganut agamanya.
Di sisi lain, seperti dikemukakan dalam riwayat-riwayat, sebab turunnya surat Al-Baqarah [2]: 120 di atas berkenaan dengan pemindahan kiblat salat kaum Muslim ke arah Kakbah, yang ditanggapi oleh non-Muslim dengan sinis, karena ketika itu kaum Yahudi Madinah dan kaum Nasrani Najran mengharapkan agar Nabi dan kaum Muslim mengarahkan shalat mereka ke kiblat mereka.
Muhammad Quraish Shihab dalam bukunya berjudul " Wawasan al-Quran, Tafsir Maudhu'i atas Pelbagai Persoalan Umat " menjelaskan, bahwa pakar-pakar bahasa Al-Qur'an, antara lain Az-Zarkasyi dalam bukunya Al-Burhan, kata "lan" digunakan untuk menafikkan sesuatu di masa datang, dan penafian tersebut lebih kuat dari "la" yang digunakan untuk menafikkan sesuatu, tanpa mengisyaratkan masa penafian itu, sehingga boleh saja ia terbatas untuk masa lampau, kini, atau masa datang.
Ayat di atas, kata Quraish, secara tegas menyatakan bahwa selama seseorang itu Yahudi (Ingat bukan Al-Ladzina Hadu atau Ahl Al-Kitab), maka ia pasti tidak akan rela terhadap umat Islam hingga umat Islam mengikuti agama/tatacara mereka. "Dalam arti, menyetujui sikap dan tindakan serta arah yang mereka tuju," jelasnya.
Mufasir besar Ar-Razi mengemukakan bahwa maksud ayat ini adalah menjelaskan:
"Keadaan mereka dalam bersikeras berpegang pada kebatilan mereka, dan ketegaran mereka dalam kekufuran, bahwa mereka itu juga (di samping kekufuran itu) berkeinginan agar diikuti millat mereka. Mereka tidak rela dengan kitab (suci yang dibawa beliau), bahkan mereka berkeinginan (memperoleh) persetujuan beliau menyangkut keadaan mereka.
Dengan demikian, (Allah) menjelaskan kerasnya permusuhan mereka terhadap Rasul, serta menerangkan situasi yang mengakibatkan keputusasaan tentang persetujuan mereka (menganut Islam)."
Syaikh Muhammad Thahir bin Asyur dalam tafsirnya menjelaskan bahwa kalimat hatta tattabi'a millatahum (sampai engkau mengikuti agama mereka) adalah:
Kinayat (kalimat yang mengandung makna bukan sesuai bunyi teksnya) keputusasaan (tidak adanya kemungkinan) bagi orang Yahudi dan Nasrani untuk memeluk Islam ketika itu, karena mereka tidak rela kepada Rasul kecuali (kalau Rasul) mengikuti agama/tatacara mereka. Maka ini berarti bahwa mereka tidak mungkin akan mengikuti agama beliau; dan karena keikutan Nabi pada ajaran mereka merupakan sesuatu yang mustahil, maka kerelaan mereka terhadap beliau (Nabi) pun demikian.
Ini sama dengan (firman-Nya):
"hingga masuk ke lubang jarum" ( QS Al-A'raf [7] : 40)
dan (firman-Nya),
"Aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah, dan kamu bukan penyembah (Tuhan) yang aku sembah" ( QS Al-Kafirun [109] : 2-3).
Quraish Shihab mengatakan dalam uraian Syaikh Fadhil di atas ditemukan kalimat "ketika itu" untuk menjelaskan bahwa keputusasaan tersebut hanya ditekankan oleh ayat ini pada Al-Yahud wan-Nashara tertentu ketika itu, bukan terhadap mereka semua, karena kenyataan menunjukkan bahwa setelah turunnya ayat ini ada di antara Ahl Al-Kitab yang memeluk agama Islam. Pengertian tersebut sama dengan firman-Nya dalam surat Yasin [36] : 10:
"Sama saja bagi mereka: apakah kamu memberi peringatan kepada mereka, ataukah kamu tidak memberi peringatan kepada mereka, mereka tidak akan beriman."
Menurut Quraish, yang dimaksud di sini adalah orang-orang kafir tertentu ketika itu (pada masa Nabi), bukan seluruh orang kafir karena kenyataan juga menunjukkan bahwa sebagian besar dari orang kafir pada masa Nabi, pada akhirnya memeluk Islam.
Quraish Shihab mengatakan arti surat Al-Baqarah [2] : 120 di atas perlu ditegaskan, karena sering terjadi kesalahpahaman tentang maknanya. Dan juga sebagaimana diketahui, Yudaisme bukanlah agama dakwah, bahkan mereka cenderung eksklusif dalam bidang agama dan orang lain cenderung enggan menganut agamanya.
Di sisi lain, seperti dikemukakan dalam riwayat-riwayat, sebab turunnya surat Al-Baqarah [2]: 120 di atas berkenaan dengan pemindahan kiblat salat kaum Muslim ke arah Kakbah, yang ditanggapi oleh non-Muslim dengan sinis, karena ketika itu kaum Yahudi Madinah dan kaum Nasrani Najran mengharapkan agar Nabi dan kaum Muslim mengarahkan shalat mereka ke kiblat mereka.