Quraish Shihab: Kebutuhan Manusia terhadap Agama Dapat Ditangguhkan, tetapi Tidak untuk Selamanya

Kamis, 04 Januari 2024 - 21:22 WIB
loading...
Quraish Shihab: Kebutuhan Manusia terhadap Agama Dapat Ditangguhkan, tetapi Tidak untuk Selamanya
Quraish Shihab: Keberagamaan adalah fitrah atau sesuatu yang melekat pada diri manusia dan terbawa sejak kelahirannya. Foto/Ilustrasi: Ist
A A A
Muhammad Quraish Shihab mengatakan dalam pandangan Islam, keberagamaan adalah fitrah atau sesuatu yang melekat pada diri manusia dan terbawa sejak kelahirannya.

"Fitrah Allah yang menciptakan manusia atas fitrah itu" ( QS Ad-Rum [30] : 30)

"Ini berarti manusia tidak dapat melepaskan diri dari agama," tulis Quraish Shihab dalam bukunya berjudul "Wawasan Al-Quran, Tafsir Maudhu'i atas Pelbagai Persoalan Umat" (Mizan, 2007)

Menurutnya, Tuhan menciptakan demikian, karena agama merupakan kebutuhan hidupnya. Memang manusia dapat menangguhkannya sekian lama--boleh jadi sampai dengan menjelang kematiannya. Tetapi pada akhirnya, sebelum roh rmeninggalkan jasad, ia akan merasakan kebutuhan itu.

"Desakan pemenuhan kebutuhan bertingkat-tingkat," jelas Quraish.



Kebutuhan manusia terhadap air dapat ditangguhkan lebih lama dibandingkan kebutuhan udara. Begitu juga kebutuhan manusia makanan, jauh lebih singkat dibandingkan dengan kebutuhan manusia untuk menyalurkan naluri seksual. "Demikian juga kebutuhan manusia terhadap agama dapat ditangguhkan, tetapi tidak untuk selamanya," katanya.

Quraish menjelaskan ketika terjadi konfrontasi antara ilmuwan di Eropa dengan Gereja, ilmuwan meninggalkan agama, tetapi tidak lama kemudian mereka sadar akan kebutuhan kepada pegangan yang pasti, dan ketika itu, mereka menjadikan "hati nurani" sebagai alternatif pengganti agama.

Namun tidak lama kemudian mereka menyadari bahwa alternatif ini, sangat labil, karena yang dinamai "nurani" terbentuk oleh lingkungan dan latar belakang pendidikan, sehingga nurani Si A dapat berbeda dengan Si B, dan dengan demikian tolok ukur yang pasti menjadi sangat rancu.

Setelah itu, lahir filsafat eksistensialisme, yang mempersilakan manusia melakukan apa saja yang dianggapnya baik, atau menyenangkan tanpa mempedulikan nilai-nilai.

Namun, itu semua tidak dapat menjadikan agama tergusur, karena seperti dikemukakan di atas ia tetap ada dalam diri manusia, walaupun keberadaannya kemudian tidak diakui oleh kebanyakan manusia itu sendiri.



William James menegaskan bahwa, "Selama manusia masih memiliki naluri cemas dan mengharap, selama itu pula ia beragama (berhubungan dengan Tuhan)." Itulah sebabnya mengapa perasaan takut merupakan salah satu dorongan yang terbesar untuk beragama.

Ilmu mempercepat Anda sampai ke tujuan, agama menentukan arah yang dituju.

Ilmu menyesuaikan manusia dengan lingkungannya, dan agama menyesuaikan dengan jati dirinya.

Ilmu hiasan 1ahir, dan agama hiasan batin.

Ilmu memberikan kekuatan dan menerangi jalan, dan agama memberi harapan dan dorongan bagi jiwa.

Ilmu menjawab pertanyaan yang dimulai dengan "bagaimana", dan agama menjawab yang dimulai dengan "mengapa."

Ilmu tidak jarang mengeruhkan pikiran pemiliknya, sedang agama selalu menenangkan jiwa pemeluknya yang tulus.

Demikian Murtadha Muthahhari menjelaskan sebagian fungsi dan peranan agama dalam kehidupan ini, yang tidak mampu diperankan oleh ilmu dan teknologi. Bukankah kenyataan hidup masyarakat Barat membuktikan hal tersebut?

(mhy)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1313 seconds (0.1#10.140)