Bolehkah Menebar Janji? Bagaimana Hukumnya dalam Islam?

Rabu, 31 Januari 2024 - 10:14 WIB
loading...
Bolehkah Menebar Janji? Bagaimana Hukumnya dalam Islam?
Dalam Islam menepati atau memenuhi janji adalah keharusan, kecuali ada uzur atau alasan. Jika saat berjanji memang ada niatan untuk tidak memenuhi atau menepati janji tersebut, maka itulah salah satu perbuatan munafik. Foto ilustrasi/ist
A A A
Di masa kampanye pemilihan calon presiden dan wakil-wakil rakyat, banyak orang menebar janji-janji untuk menarik simpatisannya. Bolehkah menabar janji dalam Islam? Bagaimana hukumnya?

Dalam Al Qur'an, Allah Subhanahu wa ta'ala telah memerintahkan kita untuk memenuhi janji-janji kita. Ini sebagaimana firman-Nya,

وَلَا تَقۡرَبُوۡا مَالَ الۡيَتِيۡمِ اِلَّا بِالَّتِىۡ هِىَ اَحۡسَنُ حَتّٰى يَبۡلُغَ اَشُدَّهٗ‌ۖ وَاَوۡفُوۡا بِالۡعَهۡدِ‌ۚ اِنَّ الۡعَهۡدَ كَانَ مَسۡـــُٔوۡلًا


“Penuhilah oleh kalian janji itu, karena sesungguhnya janji itu akan dimintai pertanggungjawaban.” (QS Al-Isra’ [17]: 34).

Dari Muadz bin Jabbal radhiyallahu'anhu bertutur, “Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam pernah berkata kepada diriku, ‘Aku mewasiatkan kepada engkau agar selalu bertakwa kepada Allah, berkata jujur, menunaikan amanah, dan memenuhi janji.’” (An-Nawawi, Riyadh Shalihin, I/94).

Sebaliknya, jika memang kita khawatir janji itu tidak dapat terpenuhi atau kita khawatir mengkhianati janji kita, selayaknya kita tidak boleh banyak mengumbar janji. Sesungguhnya, janji serupa dengan utang yang mesti dibayar.

Dalam Surat Ash-Shaff ayat 2-3, Allah Subhanahu wa ta'ala telah mencela orang-orang yang ucapannya tidak sesuai dengan tindakannya. Bahkan Rasulullah SAW juga memasukkan perbuatan tidak memenuhi janji sebagai salah satu tanda orang munafik.

Dituturkan Abu Hurairah radhiyalllahu'anhu, Rasulullah SAW bersabda,

“Tanda munafik itu ada tiga, yakni jika bicara banyak berdusta, jika berjanji sering mengingkari, dan jika diberi amanah banyak mengkhianati.” (Mutaffaq ‘alaih).

Dalam riwayat Imam Muslim ditambahkan, “..meskipun ia berpuasa, salat, dan mengaku dirinya muslim.”

Oleh karena itu, menepati atau memenuhi janji adalah keharusan, kecuali ada uzur atau alasan. Jika saat berjanji memang ada niatan untuk tidak memenuhi atau menepati janji tersebut, maka itulah salah satu perbuatan munafik. (Al-Ghazali, Bidayah al-Hidayah, I/15).

Demikian pula dusta dalam ucapan dan sumpah, keduanya termasuk ke dalam dosa dan aib. Imam Al-Hasan radhiyallahu'anhu berkata, “Sesungguhnya pangkal perbuatan munafik adalah dusta.”

Imam Al-Hasan juga berkata, “Sungguh besar pengkhianatan jika kamu berbicara kepada saudaramu dengan suatu ucapan, lalu saudaramu itu membenarkannya, sementara kamu malah berdusta.” (Al-Ghazali, Ihya’ ‘Ulum ad-Din, I/292-231).

Apalagi jika pengkhianatan janji itu dilakukan oleh para pemimpin dan para calon pemimpin masyarakat. Rasulullah saw. bersabda, “Setiap pengkhianat memiliki panji pada hari kiamat kelak sesuai kadar pengkhianatannya. Ingatlah, tidak ada pengkhianatan yang lebih besar dari (pengkhianatan) seorang pemimpin masyarakat.” (HR Muslim).



Wallahu A'lam
(wid)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2735 seconds (0.1#10.140)