Pemilu: Hakikat Kedaulatan Rakyat Menurut Islam

Minggu, 04 Februari 2024 - 09:55 WIB
loading...
Pemilu: Hakikat Kedaulatan Rakyat Menurut Islam
Kedaulatan absolut hanya milik Allah SWT. Ilustrasi: SINDOnews
A A A
Berbicara kedaulatan rakyat berarti membicarakan tentang kekuasaan yang tertinggi ada pada rakyat. Untuk mengimplementasikan kedaulatan rakyat maka harus dilaksanakan dengan pemilihan . Pemilihan semacam ini sebagai wujud dari demokrasi perwakilan yang dikenal selama ini, karena tidak mungkin semua rakyat dapat memimpin sehingga perlunya perwakilan umat/rakyat sebagai aspirasi rakyat.

Masdar Farid Mas’udi dalam buku berjudul "Syarah Konstitusi UUD 1945 dalam Perspektif Islam" (Jakarta: Alvabet, 2010) menjelaskan kata ”kedaulatan” berasal dari bahasa Arab , yaitu dawlah atau dûlah, dalam kamus al-Zurjawî dikatakan bahwa secara harfiah dûlah atau dawlah berarti ”putaran atau giliran”.
.
Kata dawlah memiliki dua bentuk yaitu pertama, dûlatan yang berarti beredar. Istilah ini dihubungkan dengan adanya larangan peredaran kekayaan hanya di antara orang kaya.



Kedua, nudâwiluhâ yang berarti mempergantikan. Istilah ini berkaitan dengan adanya penegasan bahwa kekuasaan merupakan sesuatu yang harus digilirkan di antara umat.

Menurut sejarah peradaban Islam, kata dawlah dipergunakan untuk menunjuk pada pengertian rezim kekuasaan, seperti Daulah Bani Umayyah dan Daulah Bani ’Abbasiyyah .

Masdar Farid Mas’udi menyatakan: Kedaulatan sebagai konsep kekuasaan (sovereignty) untuk mengatur kehidupan ada yang bersifat terbatas (muqayyad), relatif (nisbî) dan ada yang tidak terbatas (ghayr muqayaad) atau mutlak (absout).

Kedaulatan absolut adalah kedaulatan atas semua kedaulatan yang tidak dibatasi oleh kedaulatan pihak lain. Kedaulatan absolut hanya milik Allah SWT, untuk mengatur alam semesta melalui hukum alam-Nya dan mengatur kehidupan manusia melalui sinyal-sinyal hukum moral yang diilhamkan kepada setiap nurani (qalb) manusia atau diwahyukan melalui para nabi dan rasul-Nya. Sedangkan dalam negara sebagai bangunan sosial dan proyek peradaban yang direkayasa oleh manusia dalam wilayah tertentu yang berdaulat adalah manusia secara kolektif sebagai khalifah-Nya.
.
Makna kedaulatan dapat ditemukan dalam Al-Quran antara lain QS Âli ’Imrân [3] : 26 yang artinya ”Katakanlah: Wahai Tuhan Yang mempunyai kerajaan...”



Dalam tafsir dan kajian yang lain terhadap ayat tersebut ada pula yang menerjemahkan sebagai ”Katakanlah Hai Tuhan Yang memiliki (sekalian) Kekuasaan,...”

Ada juga yang mengartikan ”Ia, Allah Tuhan yang berdaulat...”
.
Selanjutnya kata ”rakyat” diartikan dengan segenap penduduk suatu negara (sebagai imbangan pemerintahan). Dalam bahasa Inggris diartikan dengan people, sedangkan dalam bahasa Arab dijumpai kata ra’iyyah yang mengacu pada pengertian masyarakat (rakyat).

Pada dasarnya setiap negara akhirnya akan berbicara tentang rakyat, dan rakyat pada suatu negara adalah pemegang kekuasaan, artinya rakyat menjadi sumber kekuasaan dalam arti relatif.

Mohammad Hatta dalam bukunya berjudul "Demokrasi Kita", (Jakarta:Ghalia Indonesia, 1977) menyatakan bahwa kedaulatan rakyat berarti pemerintahan rayat yang dilakukan oleh para pemimpin yang dipercaya oleh rakyat. Dengan sendirinya di kemudian hari pimpinan pemerintahan di pusat dan daerah jatuh ke tangan pemimpin-pemimpin rakyat.

Pemahaman tentang rakyat dalam kedaulatan rakyat berarti kekuasaan tertinggi ada pada rakyat dan menempatkan kekuasaan tertinggi ada pada rakyat.



Ajaran kedaulatan rakyat sebagai ajaran yang terakhir dipraktikkan pada negara-negara modern mendapatkan tempat yang baik, karena ajaran kedaulatan rakyat dapat dianggap sebagai ajaran yang terbaik selain ajaran kedaulatan yang lainnya.

Oleh karena rakyat berdaulat atau berkuasa, maka segala aturan dan kekuasaan yang dijalankan oleh negara tidak boleh bertentangan dengan kehendak rakyat.

Menurut ajaran ini, rakyat berdaulat dan berkuasa untuk menentukan bagaimana rakyat diperintah dalam rangka mencapai tujuan negara.

Ajaran ini dipraktikkan pada negara-negara Barat yang bersifat individualistis karena menempatkan rakyat sebagai sesuatu yang tinggi, sehingga menurut mereka suara rakyat adalah suara Tuhan. Akan tetapi dalam ajaran Islam bukan berarti rakyat yang berkuasa, tetapi ada hak Allah yang harus didahulukan, sehingga setiap peraturan perundang-undangan atau hukum harus sesuai syariat.

Seorang tokoh dan intelektual muslim, yaitu Kasman Singodimedjo dalam buku "Masalah Kedaulatan" (Jakarta: Bulan
Bintang, 1978) menyatakan bahwa: Karena rakyat atau umat itu selalu terdiri atas manusia, dan karena manusia itu sebagai makhluk selalui daif atau lemah (Allah menyatakan di dalam Alquran insân dha’îf yang artinya manusia itu lemah), maka tentunya semua hasil atau produk daripada kedaulatan rakyat/umat itu selalu pula tidak dapat dijamin kebenarannya setiap waktu.



Apalagi apabila ada ekses-ekses atau overacting yang lucu-lucu, sehingga dengan begitu tidak pula dapat dikatakan, bahwa kedaulatan rakyat itu selalu mengandung kekuasaan yang mutlak/ absolut benar. Dan karena yang mutlak benar itu adalah Allah, maka kedaulatan rakyat/umat itu, jika mau benar dan baik haruslah disesuaikan dan diarahkan kepada isi, maksud dan tujuan dari kedaulatan Allah, yang berkekuasaan penuh sepenuh-penuhnya atau mutlak).

Menurut ajaran Islam, sebagaimana dikemukakan oleh Kasman Singodimedjo, bahwa Allah Yang menciptakan dan Tuhan seru sekalian alam seisinya itu sungguh-sungguh mentolerir/mengizinkan adanya kedaulatan rakyat, adanya kedaulatan negara dan adanya kedaulatan hukum, yang tentunya di dalam arti terbatas, yaitu di dalam batas-batas keizinan Allah.

Ekspresi berdaulatnya Allah tercermin dalam QS alAhzâb [33] : 36 yang dapat diartikan bahwa jika Allah dan Rasul telah menetapkan suatu perkara (hukum), maka seorang mukmin atau mukminat tidak boleh menetapkan ketentuan lain menurut keinginannya sendiri.

Pendapat Kasman Singodimedjo yang tercermin dalam QS al-Ahzâb [33 ]: 36 tersebut menunjukkan bahwa meskipun kedaulatan yang berarti rakyat yang berdaulat dalam arti rakyat yang mempunyai kekuasaan, tetapi masih ada yang lebih berdaulat atau berkuasa
yaitu Allah SWT.

Di sini suara rakyat bukanlah suara Tuhan, karena rakyat dapat saja melakukan perbuatan yang tidak sesuai dengan syariat. Dengan demikian, dalam Islam kekuasaan politik hanya memiliki wewenang hukum untuk membuat produk hukum sebagai upaya menjalankan syariat.

Persoalan kemudian adalah bagaimana Allah mengekspresikan kedaulatan-Nya di dunia nyata. Al-Quran menegaskan bahwa manusia di bumi adalah khilâfah (pengganti) Allah dengan tugas memakmurkan bumi dan kekuasaan yang dimiliki adalah amanah. Oleh karena itu dalam Islam, kedaulatan Tuhan merupakan sumber dari segala kedaulatan.

(mhy)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.3469 seconds (0.1#10.140)