Hukum Tidak Mengganti Puasa Ramadan Bagi Wanita

Sabtu, 17 Februari 2024 - 05:15 WIB
loading...
Hukum Tidak Mengganti Puasa Ramadan Bagi Wanita
Hukum tidak mengganti puasa Ramadan bagi wanita adalah haram, bila sengaja meninggalkan atau lalai dan tidak dibarengi dengan adanya udzur syar’i. Foto ilustrasi/ist
A A A
Hukum tidak mengganti puasa Ramadan bagi wanita adalah haram, bila sengaja meninggalkan atau lalai dan tidak dibarengi dengan adanya udzur syar’i. Seperti sakit berkepanjangan, tidak sengaja lupa, atau memang belum mengetahui hukum mengqadha puasa.

Bagi kaum wanita, adanya haid atau siklus bulanan ini menjadi salah satu alasan ia berutang puasa Ramadan. Dalam kondisi ini, mayoritas ulama menyetujui bahwa wanita yang sedang haid tidak diperbolehkan untuk berpuasa, karena salah satu syarat sah-nya puasa adalah bersih/suci dari haid dan nifas.

Namun, wanita yang meninggalkan puasa karena haid, wajib hukumnya mengqadha puasa sebanyak jumlah puasa yang dia tinggalkan.Waktu membayar puasa itu selama 1 tahun menjelang puasa Ramadan berikutnya.

Lantas bagaimana bila wanita tersebut tidak mengganti puasa hingga memasuki kembali puasa Ramadan? Di kalangan ulama ternyata ada perbedaan pendapat .

Dikutip dari laman MUI, dijelaskan pendapat ulama yang pertama adalah bagi yang sengaja meninggalkan qadha puasa maka berdosa, ia tetap tidak kehilangan kewajiban melaksanakan qadha puasa, dan juga ditambah dengan kewajiban berfidyah, yakni 1 mud/hari atau setara 543 gram menurut Malikiyah, Syafi’iyah, dan Hanabilah.

Sementara menurut Hanafiyah, satu mud seukuran dengan 815,39 gram bahan makanan pokok seperti beras dan gandum.

Syekh Nawawi Banten dalam kitabnya Kasyifatus Saja ala Safinatin Naja menjelaskan, apakah ketidaksempatan qadha puasa hingga Ramadan berikutnya tiba itu disebabkan karena sakit, lupa, atau memang kelalaian menunda-nunda.

Jikalau memang disebabkan karena kelalaian, tentu yang wanita yang memiliki utang puasa ini wajib mengqadha dan juga membayar fidyah sebesar satu mud untuk satu hari utang puasanya.

Pendapat kedua, menyatakan bahwa tidak ada kewajiban membayar fidyah bagi yang sengaja lalai meninggalkan qadha puasa, cukup dengan bertaubat dan membayar puasa yang ia tinggalkan sesuai dengan QS Al-Baqarah 184 yang selalu menjadi rujukan utama dalam menetapkan hukum puasa qadha .

[arabopen]أَيَّامًا مَّعْدُودَٰتٍ ۚ فَمَن كَانَ مِنكُم مَّرِيضًا أَوْ عَلَىٰ سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِّنْ أَيَّامٍ أُخَرَ ۚ وَعَلَى ٱلَّذِينَ يُطِيقُونَهُۥ فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِينٍ ۖ فَمَن تَطَوَّعَ خَيْرًا فَهُوَ خَيْرٌ لَّهُۥ ۚ وَأَن تَصُومُوا۟ خَيْرٌ لَّككُمْ ۖ إِن كُنتُمْ تَعْلَمُونَ


“(yaitu) dalam beberapa hari yang tertentu. Maka barangsiapa diantara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin. Barangsiapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka itulah yang lebih baik baginya. Dan berpuasa lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.” (Nurul Mahmudah, ed: Nashih)



Wallahu A'lam
(wid)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1056 seconds (0.1#10.140)