Siang Puasa, Balas Dendam saat Malam: Lalu, Apa Faedah dalam Rohani?

Senin, 18 Maret 2024 - 05:15 WIB
loading...
Siang Puasa, Balas Dendam saat Malam: Lalu, Apa Faedah dalam Rohani?
Orang yang melakukan ini sama seperti orang yang tidak mau mencuri, hanya karena undang-undang melarang pencurian. Ilustrasi: SINDOnews
A A A
Muhammad Husain Haekal mengatakan Islam telah mewajibkan puasa sebagai suatu langkah mencapai martabat kebaktian (takwa) seperti dalam firman Tuhan:

"Orang-orang beriman! Kepadamu telah diwajibkan berpuasa, seperti yang sudah diwajibkan juga kepada mereka yang sebelum kamu, supaya kamu bertakwa - memelihara diri dari kejahatan." ( Qur'an, 2 : 183)

Dalam bukunya yang diterjemahkan oleh Ali Audah berjudul "Sejarah Hidup Muhammad", Haekal mengatakan bertakwa dan berbuat baik (birr) itu sama.

"Yang berbuat baik orang yang bertakwa dan yang berbuat baik ialah orang yang beriman kepada Allah, hari kemudian, para malaikat, kitab dan para nabi dan diteruskan dengan ayat yang sudah kita sebutkan," tuturnya.



Kalau tujuan puasa itu supaya tubuh tidak terlampau memberatkan jiwa, katanya, sifat materialisma kita jangan terlalu menekan sifat kemanusiaan kita. Orang yang menahan diri dari waktu fajar sampai malam, kemudian sesudah itu hanyut dalam berpuas-puas dalam kesenangan, berarti ia sudah mengalihkan tujuan tersebut.

Tanpa puasa pun hanyut dalam memuaskan diri itu sudah sangat merusak. Apalagi kalau orang berpuasa, sepanjang hari ia menahan diri dari segala makanan, minuman dan segala kesenangan, dan bilamana sudah lewat waktunya ia lalu menyerahkan diri kepada apa saja yang dikiranya di waktu siang ia tak dapat menikmatinya!

Kalau begitu Tuhan jugalah yang menyaksikan, bahwa puasanya bukan untuk membersihkan diri, mempertinggi sifat kemanusiaannya, juga ia berpuasa bukan atas kehendak sendiri karena percaya, bahwa puasa itu memberi faedah ke dalam rohaninya, tapi ia puasa karena menunaikan suatu kewajiban, tidak disadari oleh pikirannya sendiri perlunya puasa itu.

Ia melihatnya sebagai suatu kekangan atas kebebasannya, begitu kebebasan itu berakhir pada malam harinya, begitu hanyut ia ke dalam kesenangan, sebagai ganti puasa yang telah mengekangnya tadi.

Orang yang melakukan ini sama seperti orang yang tidak mau mencuri, hanya karena undang-undang melarang pencurian, bukan karena jiwanya sudah cukup tinggi untuk tidak melakukan perbuatan itu dan mencegahnya atas kemauan sendiri pula.

Menurut Haekal, sebenarnya tanggapan orang mengenai puasa sebagai suatu tekanan atau pencegahan dan pembatasan atas kebebasan manusia adalah suatu tanggapan yang salah samasekali, yang akhirnya akan menempatkan fungsi puasa tidak punya arti dan tidak punya tempat lagi.

(mhy)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2401 seconds (0.1#10.140)