Tanpa Izin Suami, 3 Amalan Istri Ini Malah Jadi Dosa
loading...
A
A
A
Tanpa ada izin suami, amalan atau kebiasaan baik yang dilakukan seorang istri bisa menjadi dosa . Kok bisa? Tentang hal ini, Rasulullah Shalallahu alaihi wa sallam menyampaikan larangannya.
Abu Hurairah Radhiyallahu-anhu meriwayatkan bahwa Rasulullah Shalallahu Alaihi wa sallam bersabda:
"Tidak halal bagi seorang perempuan berpuasa dan suaminya ada kecuali dengan izinnya dan tidak juga ia mengijinkan (seseorang) ke rumahnya kecuali dengan izinnya,"
Imam Nawawi Rahimahullah berkata dalam penjelasannya tentang hadis ini,"Sabda Nabi Shalallahu Alaihi wa sallam;"Tidak halal bagi seorang perempuan berpuasa dan suaminya ada kecuali dengan izinnya..."
Sebabnya adalah suami memiliki hak untuk bersenang-senang pada setiap hari dan haknya itu wajib dilakukan langsung, tidak dapat ditinggalkan karena hal yang sunnah. Jika dikatakan,"Seharusnya dibolehkan bagi para istri berpuasa tanpa izin suaminya. Kalaupun suaminya ingin bersenang-senang, maka si istri dapat membatalkan puasanya,"
Jawabannya: biasanya puasa itu telah mencegah suami untuk bersenang-senang karena dia takut merusak puasa istrinya.
Sabda NabiShalallahu Alaihi wa sallam, "Dan suaminya ada..." artinya dia tinggal di kota itu. Tetapi jika suaminya bepergian, maka istri boleh berpuasa karena ajakan bersenang-senang tidak ada dari suaminya ketika itu.
Beda halnya jika puasa tersebut adalah puasa wajib, seperti puasa Ramadan, puasa nadzar dan kafaroh yang pelaksanaannya harus berturut-turut, semisal kafaroh orang yang berhubungan badan di siang hari di bulan Ramadan, atau kafaroh orang yang membunuh karena tidak sengaja, maka tidak perlu meminta izin dari sang suami.
Dinukil dari buku Abdul Latif bin Hajis Al-Ghomidi, dijelaskan bahwa puasa wajib tersebut merupakan hak Allah yang wajib ditunaikan. Sedangkan jika hanya puasa qadha (mengganti puasa), maka seorang istri harus tetap meminta izin kepada suaminya, karena masih memungkinkan untuk ditunda pelaksanaannya. Seperti mengqadha puasa karena haid, nifas, bersafar atau sakit. Kecuali jika waktunya sangat mepet karena sudah mendekati datangnya bulan Ramadan berikutnya.
Abu Umamah Al-Bahali berkata," Aku mendengar Rasululullah Shalallahu alaihi wa sallampada khutbahnya di hari Hajjatu Al-Wada bersabda : "(Istri) tidak boleh mengeluarkan sesuatu pun dari rumah suaminya kecuali atas izinnya," Dikatakan Rasulullah,"Wahai Rasulullah, sampai pun makanan?" Ia adalah harta benda kita yang paling baik," jawab Rasulullah
Jika istri bersedekah dengan izin suaminya, maka dia mendapatkan pahala yang sempurna tanpa mengurangi pahala suaminya. Aisyah Radhiyallahu-anhu meriwayatkan bahwa Rasulullah bersabda :
"Jika perempuan (istri bersedekah dari rumah suaminya, maka dia mendapatkan pahala sepertinya. Bagi suaminya mendapatkan seperti itu, juga untuk yang menjaga (hartanya), masing-masing tidak mengurangi pahala yang lainnya, dia (suaminya) mendapatkan apa yang diusahakan dan istri mendapatkan apa yang tlah dia sedekahkan."
Demikianlah dan istri harus puas dengan apa yang telah diberikan Allah kepada suaminya. Jangan membebaninya
melebihi kemampuannya hingga tidak mendorong suaminya untuk mengambil barang haram dan melanggar aturan agama.
"Demi jiwaku yang ada di tangan-Nya, tidak ada seorang laki-laki yang memanggil istrinya ke tempat tidur lalu dia menolaknya kecuali bahwa yang ada di langit murka kepadanya (istri) sampai suaminya meridhainya (istri)".
Imam Nawawi berpendapat,"Ini adalah dalil yang diharamkannya istri menolak suami yang mengajaknya ke tempat tidur kecuali karena alasan syar'i. Haid bukanlah udzur yang membolehkannya menolak, karena suami berhak untuk bersenang-senang dengan istri pada bagian atasnya".
Makna hadis: Laknat itu terus menimpa istrinya sampai kemaksiatan itu hilang dengan terbitnya matahari dan suami sudah tidak membutuhkannya lagi atau hilang dengan taubat atau dengan menyetujui permintaan suaminya untuk naik ke tempat tidur"
Abdullah bin Abi Aufa Radhiyallahu-anhu berkata, Rasullulah bersabda :
"Demi jiwaku yang ada di tangan-Nya, tidaklah seorang perempuan melaksanakan hak Tuhannya hingga dia melaksanakan hak suaminya. Jika dia (Suami) meminta dirinya saat dia pada perjalanan pendek, maka dirinya tidak boleh menolak,"
Abu HurairahRadhiyallahu-anhu meriwayatkan bahwa NabShalallahu alaihi wa sallam bersabda:
"Jika seseorang memanggil istrinya ke tempat tidur dan dia tidak datang, lalu suaminya tetap marah kepadanya, maka para malaikat akan melaknatnya hingga subuh,"
Namun demikian, suami juga hendaknya memperhatikan kondisi istrinya hingga dia memaksa istrinya untuk bermaksiat dan mengingkari ajakannya. Dengan pengertian, maka kerukunan akan terpelihara. Allah Maha Pemberi Taufik."
Wallahu A'lam
Abu Hurairah Radhiyallahu-anhu meriwayatkan bahwa Rasulullah Shalallahu Alaihi wa sallam bersabda:
"Tidak halal bagi seorang perempuan berpuasa dan suaminya ada kecuali dengan izinnya dan tidak juga ia mengijinkan (seseorang) ke rumahnya kecuali dengan izinnya,"
Imam Nawawi Rahimahullah berkata dalam penjelasannya tentang hadis ini,"Sabda Nabi Shalallahu Alaihi wa sallam;"Tidak halal bagi seorang perempuan berpuasa dan suaminya ada kecuali dengan izinnya..."
1. Puasa Sunnah
Yang dimaksudkan dalam hadis ini adalah puasa sunnah, yang tidak ada waktu khusus untuk melakukannya. Larangan ini adalah menunjukkan pengharaman sebagaimana yang dinyatakan jelas oleh sahabat-sahabat nabi.Sebabnya adalah suami memiliki hak untuk bersenang-senang pada setiap hari dan haknya itu wajib dilakukan langsung, tidak dapat ditinggalkan karena hal yang sunnah. Jika dikatakan,"Seharusnya dibolehkan bagi para istri berpuasa tanpa izin suaminya. Kalaupun suaminya ingin bersenang-senang, maka si istri dapat membatalkan puasanya,"
Jawabannya: biasanya puasa itu telah mencegah suami untuk bersenang-senang karena dia takut merusak puasa istrinya.
Sabda NabiShalallahu Alaihi wa sallam, "Dan suaminya ada..." artinya dia tinggal di kota itu. Tetapi jika suaminya bepergian, maka istri boleh berpuasa karena ajakan bersenang-senang tidak ada dari suaminya ketika itu.
Beda halnya jika puasa tersebut adalah puasa wajib, seperti puasa Ramadan, puasa nadzar dan kafaroh yang pelaksanaannya harus berturut-turut, semisal kafaroh orang yang berhubungan badan di siang hari di bulan Ramadan, atau kafaroh orang yang membunuh karena tidak sengaja, maka tidak perlu meminta izin dari sang suami.
Dinukil dari buku Abdul Latif bin Hajis Al-Ghomidi, dijelaskan bahwa puasa wajib tersebut merupakan hak Allah yang wajib ditunaikan. Sedangkan jika hanya puasa qadha (mengganti puasa), maka seorang istri harus tetap meminta izin kepada suaminya, karena masih memungkinkan untuk ditunda pelaksanaannya. Seperti mengqadha puasa karena haid, nifas, bersafar atau sakit. Kecuali jika waktunya sangat mepet karena sudah mendekati datangnya bulan Ramadan berikutnya.
2. Bersedekah
Amalan bersedekah yang biasa dilakukan istri bisa menjadi dosa bila tidak mempunyai izin suaminya. Sebab, seorang istri tidak boleh mengeluarkan sesuatu pun dari rumahnya kecuali atas izin suami.Abu Umamah Al-Bahali berkata," Aku mendengar Rasululullah Shalallahu alaihi wa sallampada khutbahnya di hari Hajjatu Al-Wada bersabda : "(Istri) tidak boleh mengeluarkan sesuatu pun dari rumah suaminya kecuali atas izinnya," Dikatakan Rasulullah,"Wahai Rasulullah, sampai pun makanan?" Ia adalah harta benda kita yang paling baik," jawab Rasulullah
Jika istri bersedekah dengan izin suaminya, maka dia mendapatkan pahala yang sempurna tanpa mengurangi pahala suaminya. Aisyah Radhiyallahu-anhu meriwayatkan bahwa Rasulullah bersabda :
"Jika perempuan (istri bersedekah dari rumah suaminya, maka dia mendapatkan pahala sepertinya. Bagi suaminya mendapatkan seperti itu, juga untuk yang menjaga (hartanya), masing-masing tidak mengurangi pahala yang lainnya, dia (suaminya) mendapatkan apa yang diusahakan dan istri mendapatkan apa yang tlah dia sedekahkan."
Demikianlah dan istri harus puas dengan apa yang telah diberikan Allah kepada suaminya. Jangan membebaninya
melebihi kemampuannya hingga tidak mendorong suaminya untuk mengambil barang haram dan melanggar aturan agama.
3. Menolak ajakan berhubungan intim
Abu Hurairah Radhiyallahu-anhumeriwayatkan bahwa Nabi Shalallahu alaihi wa sallam bersabda :"Demi jiwaku yang ada di tangan-Nya, tidak ada seorang laki-laki yang memanggil istrinya ke tempat tidur lalu dia menolaknya kecuali bahwa yang ada di langit murka kepadanya (istri) sampai suaminya meridhainya (istri)".
Imam Nawawi berpendapat,"Ini adalah dalil yang diharamkannya istri menolak suami yang mengajaknya ke tempat tidur kecuali karena alasan syar'i. Haid bukanlah udzur yang membolehkannya menolak, karena suami berhak untuk bersenang-senang dengan istri pada bagian atasnya".
Makna hadis: Laknat itu terus menimpa istrinya sampai kemaksiatan itu hilang dengan terbitnya matahari dan suami sudah tidak membutuhkannya lagi atau hilang dengan taubat atau dengan menyetujui permintaan suaminya untuk naik ke tempat tidur"
Abdullah bin Abi Aufa Radhiyallahu-anhu berkata, Rasullulah bersabda :
"Demi jiwaku yang ada di tangan-Nya, tidaklah seorang perempuan melaksanakan hak Tuhannya hingga dia melaksanakan hak suaminya. Jika dia (Suami) meminta dirinya saat dia pada perjalanan pendek, maka dirinya tidak boleh menolak,"
Abu HurairahRadhiyallahu-anhu meriwayatkan bahwa NabShalallahu alaihi wa sallam bersabda:
"Jika seseorang memanggil istrinya ke tempat tidur dan dia tidak datang, lalu suaminya tetap marah kepadanya, maka para malaikat akan melaknatnya hingga subuh,"
Namun demikian, suami juga hendaknya memperhatikan kondisi istrinya hingga dia memaksa istrinya untuk bermaksiat dan mengingkari ajakannya. Dengan pengertian, maka kerukunan akan terpelihara. Allah Maha Pemberi Taufik."
Wallahu A'lam
(wid)