Siapa Anak Nabi Ibrahim yang Dikurbankan? Nabi Ismail atau Habi Ishaq?
loading...
A
A
A
Siapa anak Nabi Ibrahim alaihissalam yang dikurbankan ? Pertanyaan ini berkutat di dua nama anak Nabi Ibrahim yakni Ismail dan Ishaq. Pada dasarnya umat Islam mempercayai bahwa Nabi Ismail adalah anak yang dikurbankan, namun terdapat kepercayaan yang menyebut jika Nabi Ishaq adalah anak yang dikurbankan.
Perihal ibadah kurban ini sendiri didasarkan pada QS. Ash-Shaffat ayat 103-107. Sebagaimana Allah SWT Berfirman :
"“Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah apa pendapatmu! Ia menjawab: Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar. Tatkala keduanya telah berserah diri dan Ibrahim membaringkan anaknya atas pelipis (nya), (nyatalah kesabaran keduanya). Dan Kami panggillah dia: Hai Ibrahim, sesungguhnya kamu telah membenarkan mimpi itu, sesungguhnya demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata. Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar." (QS. Ash-Shaffat, 103-107)
Dalam surat tersebut menggunakan kata يَابُنَيَّ (hai anakku) yang terkesan masih samar dan belum menjelaskan siapa sebenarnya anak yang dikurbankan. Karena itulah hal ini memerlukan penjelasan dari hadits.
Rasulullah SAW menjelaskan bahwa yang dikurbankan itu adalah Nabi Ismail. Kata Nabi Muhammad Saw:
Maksud sabda tersebut adalah Nabi Muhammad SAW merupakan keturunan Nabi Ismail dan Abdullah (ayahnya), yang kedua-duanya pernah hendak disembelih oleh ayahnya yaitu Nabi Ibrahim dan Abdul Muthalib.
Jika ditinjau kembali dari apa yang diriwayatkan oleh al-Hakim dalam manakibnya adalah kuat, yaitu:
"Aku adalah anak laki-laki dari dua orang yang mau disembelih, maksudnya dari keturunan Nabi Ismail dan ayahnya sendiri Abdullah, dimana Abdul Muthalib ayahnya Abdullah pernah bernazar untuk menyembelih anak (laki-lakinya) bila dia dikaruniai sepuluh anak laki-laki, atau Allah memudahkannya penggalian sumur zam-zam."
"Maka ketika kedua perkara itu terpenuhi, Abdul Muthalib mengundi, dan anak panah undian itu jatuh kepada diri Abdullah, tetapi saudara-saudaranya menghalang-halangi Abdul Muthalib (menyembelih Abdullah) dan mereka berkata: Tebuslah putramu Abdullah dengan 100 ekor unta, lalu Abdul Muthalib menebusnya dengan 100 ekor unta."
Dalam sejumlah atsar yang shahih disebutkan bahwa yang disembelih itu memang Nabi Isma‘il bukan Ishaq. Demikianlah riwayat dari Ibnu Abbas, Ibnu Umar, Ali bin Abi Thalib, Abu Hurairah, Abu Thufail, Amir bin Watsilah dari kalangan shahabat, dan Saad bin Musayyab, Said bin Jubair, al-Hasan al-Bashri, Mujahid, asy-Sya‘bi, Yusuf bin Mihran, Rabi‘ bin Anas, Muhammad bin Ka‘ab al-Qurdli, al-Kalbi, Alqamah, Abu Ja‘far Muhammad bin Ali, dan Abu Shaleh dari kalangan tabi‘in.
Seperti dalam Perjanjian Lama Kitab Kejadian 22:1 disebutkan: Ambillah anakmu yang tunggal itu yang engkau kasihi yakni Ishaq, pergilah ke tanah muria dan persembahkanlah dia di sana sebagai korban bakaran pada salah satu gunung yang akan kukatakan kepadamu.
Perkataan Ishaq adalah tambahan dari orang-orang atau pendeta mereka dari ahli kitab, seperti kata pengarang tafsir al-Munir, Prof. Dr. Wahbah Az-Zuhaily.
Hal tersebut membuat sejumlah mufassir yang terpengaruh dengan riwayat israiliyat mengatakan bahwa yang dikurbankan Nabi Ibrahim adalah Nabi Ishaq bukan Nabi Ismail.
Jika ditilik kembali, maka siapakah anak tunggal pada saat itu? Dalam catatan sejarah, Nabi Ibrahim mendapatkan perintah untuk khitan di usia 99 tahun bersama dengan Ismail yang saat itu sudah berusia 13 tahun.
Sementara itu Ishaq dikhitan 8 hari sesudah ia lahir, dan Ibrahim waktu itu berumur 100 tahun. Sehingga jelaslah Ismail lebih tua daripada Ishaq sebanyak 14 tahun. Dan putra tunggal waktu itu tidak ada lain kecuali Ismail as.
Perihal ibadah kurban ini sendiri didasarkan pada QS. Ash-Shaffat ayat 103-107. Sebagaimana Allah SWT Berfirman :
"“Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah apa pendapatmu! Ia menjawab: Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar. Tatkala keduanya telah berserah diri dan Ibrahim membaringkan anaknya atas pelipis (nya), (nyatalah kesabaran keduanya). Dan Kami panggillah dia: Hai Ibrahim, sesungguhnya kamu telah membenarkan mimpi itu, sesungguhnya demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata. Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar." (QS. Ash-Shaffat, 103-107)
Dalam surat tersebut menggunakan kata يَابُنَيَّ (hai anakku) yang terkesan masih samar dan belum menjelaskan siapa sebenarnya anak yang dikurbankan. Karena itulah hal ini memerlukan penjelasan dari hadits.
Nabi Ismail adalah Anak Ibrahim yang Disembelih Menurut Kepercayaan Islam
Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh banyak perawi, seperti Imam al-Hakim, Imam Ibnu Murdawaih yang bersumber kepada sahabat Muawiyah Ra, dan diperkuat dengan riwayat para ahli sejarah dan ahli tafsir.Rasulullah SAW menjelaskan bahwa yang dikurbankan itu adalah Nabi Ismail. Kata Nabi Muhammad Saw:
أَنَا ابْنُ الذَّبِيْحَيْنِ
(aku anak dari dua orang yang disembelih). Maksud sabda tersebut adalah Nabi Muhammad SAW merupakan keturunan Nabi Ismail dan Abdullah (ayahnya), yang kedua-duanya pernah hendak disembelih oleh ayahnya yaitu Nabi Ibrahim dan Abdul Muthalib.
Jika ditinjau kembali dari apa yang diriwayatkan oleh al-Hakim dalam manakibnya adalah kuat, yaitu:
"Aku adalah anak laki-laki dari dua orang yang mau disembelih, maksudnya dari keturunan Nabi Ismail dan ayahnya sendiri Abdullah, dimana Abdul Muthalib ayahnya Abdullah pernah bernazar untuk menyembelih anak (laki-lakinya) bila dia dikaruniai sepuluh anak laki-laki, atau Allah memudahkannya penggalian sumur zam-zam."
"Maka ketika kedua perkara itu terpenuhi, Abdul Muthalib mengundi, dan anak panah undian itu jatuh kepada diri Abdullah, tetapi saudara-saudaranya menghalang-halangi Abdul Muthalib (menyembelih Abdullah) dan mereka berkata: Tebuslah putramu Abdullah dengan 100 ekor unta, lalu Abdul Muthalib menebusnya dengan 100 ekor unta."
Dalam sejumlah atsar yang shahih disebutkan bahwa yang disembelih itu memang Nabi Isma‘il bukan Ishaq. Demikianlah riwayat dari Ibnu Abbas, Ibnu Umar, Ali bin Abi Thalib, Abu Hurairah, Abu Thufail, Amir bin Watsilah dari kalangan shahabat, dan Saad bin Musayyab, Said bin Jubair, al-Hasan al-Bashri, Mujahid, asy-Sya‘bi, Yusuf bin Mihran, Rabi‘ bin Anas, Muhammad bin Ka‘ab al-Qurdli, al-Kalbi, Alqamah, Abu Ja‘far Muhammad bin Ali, dan Abu Shaleh dari kalangan tabi‘in.
Yahudi Membuat Dusta jika Ishaq adalah Anak Ibrahim yang Disembelih
Umat Yahudi yang dengki dan enggan untuk menerima kebenaran atas anugerah Allah SWT kepada Nabi Ismail dan keturunannya, lantas membuat kedustaan dengan menambah-nambah riwayat dalam Taurat.Seperti dalam Perjanjian Lama Kitab Kejadian 22:1 disebutkan: Ambillah anakmu yang tunggal itu yang engkau kasihi yakni Ishaq, pergilah ke tanah muria dan persembahkanlah dia di sana sebagai korban bakaran pada salah satu gunung yang akan kukatakan kepadamu.
Perkataan Ishaq adalah tambahan dari orang-orang atau pendeta mereka dari ahli kitab, seperti kata pengarang tafsir al-Munir, Prof. Dr. Wahbah Az-Zuhaily.
Hal tersebut membuat sejumlah mufassir yang terpengaruh dengan riwayat israiliyat mengatakan bahwa yang dikurbankan Nabi Ibrahim adalah Nabi Ishaq bukan Nabi Ismail.
Jika ditilik kembali, maka siapakah anak tunggal pada saat itu? Dalam catatan sejarah, Nabi Ibrahim mendapatkan perintah untuk khitan di usia 99 tahun bersama dengan Ismail yang saat itu sudah berusia 13 tahun.
Sementara itu Ishaq dikhitan 8 hari sesudah ia lahir, dan Ibrahim waktu itu berumur 100 tahun. Sehingga jelaslah Ismail lebih tua daripada Ishaq sebanyak 14 tahun. Dan putra tunggal waktu itu tidak ada lain kecuali Ismail as.
(wid)