Makam Badar, Memaknai Perjuangan Syuhada Perang Badar
loading...
A
A
A
PERJALANAN panjang melalui jalur Badar saya tempuh demi memuaskan rasa penasaran atas peristiwa 17 Ramadan tahun ke-2 hijriah. Hiace putih yang membawa saya dan tim Media Center Haji (MCH) melaju meninggalkan kota Suci Madinah, Arab Saudi untuk melibas jalur 152 km menuju Badar.
Foto/SINDOnews/Andryanto Wisnuwidodo
Suhu panas 42° celcius di luar tak menyurutkan semangat kami. Sungguh tak terbayang, bagaimana dulu sang Mustafa melalui terjalnya bebatuan dan padang pasir dari Madinah menuju kota syuhada ini demi keberlanjutan ajaran-Nya.
Badar kini sudah jadi salah satu kota permukiman di Madinah. Sensus pada tahun 2022 menyebut bahwa populasi Badar kini mencapai sekitar 58.000 penduduk. Total luas kota ini mencapai 6.888 KM2.
Foto/SINDOnews/Andryanto Wisnuwidodo
Dilihat dari satelit Google Maps, kota perang besar dalam sejarah Islam ini banyak dipenuhi berbagai bangunan di berbagai sisinya. Beberapa kali kami melewati gerai-gerai waralaba modern, bangunan pemerintahan, hingga monumen sejarah.
Setelah 1 jam 30 menit melalui perjalanan dari Madinah ke Badar, Hiace sampai di Badar. Saat menginjakkan kaki di Tanah Badar, pandangan mata tertuju pada tembok panjang pembatas yang berpagar besi hijau berornamen Arab.
Ternyata makam syuhada Badar tidak semegah Baqi dan tak seramai Jabal Uhud. Hanya ada tiga mobil yang terparkir di depan tembok berpagar besi dengan ornamen Arab
Puing-puing bersejarah Kota Badar bisa saya saksikan dari monumen sejarah Perang Badar yang bersebelahan dengan makam Syuhada Badar. Pada monumen tersebut tertulis para sahabat nabi yang syahid.
Saat saya tiba, pemakaman ini cenderung sepi. Hanya ada dua sampai tiga orang yang datang sebelum kami. Di depan pintu makam yang terkunci, ada dua orang yang sepertinya warga lokal menyambut. Kami diberi mangkuk isi kismis dan kacang-kacangan.
“Halal, halal,” tuturnya. Kami pun mengambil sebagian isi mangkuk itu dan memakannya. Lumayan jadi “cemilan selamat datang”.
Sepinya makam Syuhada Badar ini sangat wajar. Mengingat, tempat ini bukanlah rute city tour yang dilalui jemaah haji maupun umrah. Tak seperti Uhud atau Baqi yang mudah dijangkau, atau bahkan bersebelahan dengan masjid nabi.
Di dalam pagar, banyak kuburan dengan nisan kecil yang tak dinamai. Saya sendiri tak bisa menghitungnya.
Dengan jumlah sebanyak itu, kami tak bisa memastikan di sebelah mana para Syuhada Badar dikuburkan. Saya menduga bahwa tempat pemakaman ini tak hanya diisi para syuhada Badar.
Bisa jadi kelompok Kafir Quraisy yang tewas juga turut dimakamkan di sini. Apalagi dengan sejarah panjang Saudi yang kurang tertarik untuk merawat makam, bisa jadi ada orang-orang baru yang turut dimakamkan di situ.
Panasnya udara Badar saat itu membuat saya dan beberapa teman Media Center Haji 2024 hanya berhenti sekitar 15-20 menit, dan kemudian melanjutkan perjalanan menuju Jeddah.
Sembari menahan terik matahari, durasi waktu tersebut cukup bagi saya untuk berkeliling, mengambil foto-video, dan melakukan live media sosial.
Jika panas siang itu tak begitu menyengat, maka kami mungkin bisa berkeliling lebih jauh: ke Jabal Malaikah yang konon jadi tempat pasukan bala bantuan dari golongan Malaikat, hingga ke Masjid Areesh.
Foto/SINDOnews/Andryanto Wisnuwidodo
Suhu panas 42° celcius di luar tak menyurutkan semangat kami. Sungguh tak terbayang, bagaimana dulu sang Mustafa melalui terjalnya bebatuan dan padang pasir dari Madinah menuju kota syuhada ini demi keberlanjutan ajaran-Nya.
Badar kini sudah jadi salah satu kota permukiman di Madinah. Sensus pada tahun 2022 menyebut bahwa populasi Badar kini mencapai sekitar 58.000 penduduk. Total luas kota ini mencapai 6.888 KM2.
Foto/SINDOnews/Andryanto Wisnuwidodo
Dilihat dari satelit Google Maps, kota perang besar dalam sejarah Islam ini banyak dipenuhi berbagai bangunan di berbagai sisinya. Beberapa kali kami melewati gerai-gerai waralaba modern, bangunan pemerintahan, hingga monumen sejarah.
Setelah 1 jam 30 menit melalui perjalanan dari Madinah ke Badar, Hiace sampai di Badar. Saat menginjakkan kaki di Tanah Badar, pandangan mata tertuju pada tembok panjang pembatas yang berpagar besi hijau berornamen Arab.
Ternyata makam syuhada Badar tidak semegah Baqi dan tak seramai Jabal Uhud. Hanya ada tiga mobil yang terparkir di depan tembok berpagar besi dengan ornamen Arab
Puing-puing bersejarah Kota Badar bisa saya saksikan dari monumen sejarah Perang Badar yang bersebelahan dengan makam Syuhada Badar. Pada monumen tersebut tertulis para sahabat nabi yang syahid.
Saat saya tiba, pemakaman ini cenderung sepi. Hanya ada dua sampai tiga orang yang datang sebelum kami. Di depan pintu makam yang terkunci, ada dua orang yang sepertinya warga lokal menyambut. Kami diberi mangkuk isi kismis dan kacang-kacangan.
“Halal, halal,” tuturnya. Kami pun mengambil sebagian isi mangkuk itu dan memakannya. Lumayan jadi “cemilan selamat datang”.
Sepinya makam Syuhada Badar ini sangat wajar. Mengingat, tempat ini bukanlah rute city tour yang dilalui jemaah haji maupun umrah. Tak seperti Uhud atau Baqi yang mudah dijangkau, atau bahkan bersebelahan dengan masjid nabi.
Di dalam pagar, banyak kuburan dengan nisan kecil yang tak dinamai. Saya sendiri tak bisa menghitungnya.
Dengan jumlah sebanyak itu, kami tak bisa memastikan di sebelah mana para Syuhada Badar dikuburkan. Saya menduga bahwa tempat pemakaman ini tak hanya diisi para syuhada Badar.
Bisa jadi kelompok Kafir Quraisy yang tewas juga turut dimakamkan di sini. Apalagi dengan sejarah panjang Saudi yang kurang tertarik untuk merawat makam, bisa jadi ada orang-orang baru yang turut dimakamkan di situ.
Panasnya udara Badar saat itu membuat saya dan beberapa teman Media Center Haji 2024 hanya berhenti sekitar 15-20 menit, dan kemudian melanjutkan perjalanan menuju Jeddah.
Sembari menahan terik matahari, durasi waktu tersebut cukup bagi saya untuk berkeliling, mengambil foto-video, dan melakukan live media sosial.
Jika panas siang itu tak begitu menyengat, maka kami mungkin bisa berkeliling lebih jauh: ke Jabal Malaikah yang konon jadi tempat pasukan bala bantuan dari golongan Malaikat, hingga ke Masjid Areesh.
(shf)