Keindahan dalam Konsep Al-Qur'an: Bumi Berhias, Buah Keberhasilan Manusia
loading...
A
A
A
Prof M Quraish Shihab mengatakan tidak keliru jika dikatakan bahwa inti dari segala uraian Al-Quran adalah memperkenalkan keesaan Allah SWT. Ini terlihat sejak wahyu pertama Al-Qur'an, ketika wahyu tersebut memerintahkan untuk membaca dengan nama Tuhan yang diperkenalkannya sebagai Maha Pencipta, Maha Pemurah serta Pengajar.
Dalam rangka memperkenalkan diri-Nya itulah Allah menciptakan alam raya, seperti bunyi satu ungkapan yang dinilai oleh sementara ulama sebagai hadis qudsi: "Aku tadinya sesuatu yang tidak dikenal. Aku ingin dikenal, maka Kuciptakan makhluk agar mereka mengenal-Ku."
"Untuk tujuan memperkenalkan-Nya --disamping tujuan yang lain-- kitab suci Al-Quran mengajak manusia memandang ke seluruh jagat raya, antara lain dari sisi keserasian dan keindahanya," tulis Quraish Shihab dalam bukunya berjudul "Wawasan al-Quran, Tafsir Maudhu'i atas Pelbagai Persoalan Umat" (Mizan, 2007).
Allah SWT berfirman:
"Tidakkah mereka melihat ke langit yang ada di atas mereka, bagaimana Kami meninggikan dan menghiasi, dan langit itu tidak mempunyai retak-retak sedikit pun?" ( QS Qaf [50] : 6)
Setelah Al-Quran berbicara tentang aneka tumbuh-tumbuhan dinyatakannya,
"Perhatikanlah buahnya di waktu pohonnya berbuah (perhatikan pulalah) kematangannya. Sesungguhnya pada yang demikian itu, terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi orang-orang yang beriman" ( QS Al-Anam [61 : 99)
Allah SWT tidak hanya menciptakan 1angit, melainkan juga memeliharanya. Bukan hanya hifzhan, tetapi juga zinatan (hiasan yang indah). Begitu pernyataan Allah dalam surat Ash-Shaffat (37) : 6-7 dan Fushshilat (41) : 12.
Laut pun diciptakan antara lain agar dapat diperoleh darinya bukan sekadar daging segar, tetapi juga hiasan yang memperindah penampilan seseorang.
"Dan Dialah (Allah) yang menundukkan lautan (untukmu) agar kamu dapat memakan darinya (laut itu) daging yang segar (ikan), dan kamu dapat mengeluarkan darinya (lautan itu) perhiasan yang kamu pakai, serta kamu dapat melihat bahtera yang berlayar padanya..." ( QS Al-Nahl [16] : 14) .
Gunung-gunung dengan ketegarannya, bintang ketika terbenam, matahari saat naik sepenggalan, malam ketika hening dan masih banyak yang lain, semua diungkapkan oleh A1-Quran. Bahkan pemandangan ternak dinyatakannya:
"Kamu memperoleh pandangan yang indah ketika kamu membawanya kembali ke kandang dan ketika kamu melepaskannya ke tempat penggembalaan ( QS Al-Nahl [16] : 6).
Ayat terakhir ini melepaskan kendali kepada manusia yang memandangnya untuk menikmati dan melukiskan keindahan itu, sesuai dengan subjektivitas perasaannya.
"Begitu kurang lebih uraian para mufasir ketika menganalisis redaksi ayat itu," jelas Quraish Shihab.
Ini berarti bahwa seni dapat dicetuskan oleh perorangan sesuai dengan kecenderungannya, atau, oleh kelompok masyarakat sesuai dengan budayanya, tanpa diberi batasan ketat kecuali yang digariskan-Nya pada awal uraian surat Al-Nahl itu, yakni
"Mahasuci Allah dari segala kekurangan dan Mahatinggi dari apa yang mereka persekutukan."
Memang, kata Quraish, kehidupan dunia tidak akan berakhir kecuali apabila dunia ini telah sempurna keindahannya, dan manusia telah mengenakan semua hiasannya.
"Sesungguhnya perumpamaan kehidupan dunia ini adalah seperti air hujan yang Kami turunkan dari langit, lalu tumbuhlah dengan suburnya karena air itu tanaman-tanaman di bumi di antaranya ada yang dimakan manusia dan binatang ternak. Hingga apabila bumi telah sempurna keindahannya, dan memakai (pula) perhiasannya, serta pemilik-pemiliknya merasa yakin berkuasa atasnya, ketika itu serta merta datang siksa Kami di waktu malam atau siang, lalu kami jadikan tanaman-tanamannya laksana tanaman yang telah disabit, seakan-akan belum pernah tumbuh kemarin. Demikianlah Kami menjelaskan tanda-tanda kekuasaan Kami kepada orang-orang yang berpikir ( QS Yunus [10] :24).
Menurut Quraish, bumi berhias sedemikian itu sebagai buah keberhasilan manusia memperindahnya. Tentu saja hal tersebut merupakan hasil dorongan naluri manusia yang selalu mendambakan keindahan.
Dalam rangka memperkenalkan diri-Nya itulah Allah menciptakan alam raya, seperti bunyi satu ungkapan yang dinilai oleh sementara ulama sebagai hadis qudsi: "Aku tadinya sesuatu yang tidak dikenal. Aku ingin dikenal, maka Kuciptakan makhluk agar mereka mengenal-Ku."
"Untuk tujuan memperkenalkan-Nya --disamping tujuan yang lain-- kitab suci Al-Quran mengajak manusia memandang ke seluruh jagat raya, antara lain dari sisi keserasian dan keindahanya," tulis Quraish Shihab dalam bukunya berjudul "Wawasan al-Quran, Tafsir Maudhu'i atas Pelbagai Persoalan Umat" (Mizan, 2007).
Allah SWT berfirman:
"Tidakkah mereka melihat ke langit yang ada di atas mereka, bagaimana Kami meninggikan dan menghiasi, dan langit itu tidak mempunyai retak-retak sedikit pun?" ( QS Qaf [50] : 6)
Setelah Al-Quran berbicara tentang aneka tumbuh-tumbuhan dinyatakannya,
"Perhatikanlah buahnya di waktu pohonnya berbuah (perhatikan pulalah) kematangannya. Sesungguhnya pada yang demikian itu, terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi orang-orang yang beriman" ( QS Al-Anam [61 : 99)
Allah SWT tidak hanya menciptakan 1angit, melainkan juga memeliharanya. Bukan hanya hifzhan, tetapi juga zinatan (hiasan yang indah). Begitu pernyataan Allah dalam surat Ash-Shaffat (37) : 6-7 dan Fushshilat (41) : 12.
Laut pun diciptakan antara lain agar dapat diperoleh darinya bukan sekadar daging segar, tetapi juga hiasan yang memperindah penampilan seseorang.
"Dan Dialah (Allah) yang menundukkan lautan (untukmu) agar kamu dapat memakan darinya (laut itu) daging yang segar (ikan), dan kamu dapat mengeluarkan darinya (lautan itu) perhiasan yang kamu pakai, serta kamu dapat melihat bahtera yang berlayar padanya..." ( QS Al-Nahl [16] : 14) .
Gunung-gunung dengan ketegarannya, bintang ketika terbenam, matahari saat naik sepenggalan, malam ketika hening dan masih banyak yang lain, semua diungkapkan oleh A1-Quran. Bahkan pemandangan ternak dinyatakannya:
"Kamu memperoleh pandangan yang indah ketika kamu membawanya kembali ke kandang dan ketika kamu melepaskannya ke tempat penggembalaan ( QS Al-Nahl [16] : 6).
Ayat terakhir ini melepaskan kendali kepada manusia yang memandangnya untuk menikmati dan melukiskan keindahan itu, sesuai dengan subjektivitas perasaannya.
"Begitu kurang lebih uraian para mufasir ketika menganalisis redaksi ayat itu," jelas Quraish Shihab.
Ini berarti bahwa seni dapat dicetuskan oleh perorangan sesuai dengan kecenderungannya, atau, oleh kelompok masyarakat sesuai dengan budayanya, tanpa diberi batasan ketat kecuali yang digariskan-Nya pada awal uraian surat Al-Nahl itu, yakni
"Mahasuci Allah dari segala kekurangan dan Mahatinggi dari apa yang mereka persekutukan."
Memang, kata Quraish, kehidupan dunia tidak akan berakhir kecuali apabila dunia ini telah sempurna keindahannya, dan manusia telah mengenakan semua hiasannya.
"Sesungguhnya perumpamaan kehidupan dunia ini adalah seperti air hujan yang Kami turunkan dari langit, lalu tumbuhlah dengan suburnya karena air itu tanaman-tanaman di bumi di antaranya ada yang dimakan manusia dan binatang ternak. Hingga apabila bumi telah sempurna keindahannya, dan memakai (pula) perhiasannya, serta pemilik-pemiliknya merasa yakin berkuasa atasnya, ketika itu serta merta datang siksa Kami di waktu malam atau siang, lalu kami jadikan tanaman-tanamannya laksana tanaman yang telah disabit, seakan-akan belum pernah tumbuh kemarin. Demikianlah Kami menjelaskan tanda-tanda kekuasaan Kami kepada orang-orang yang berpikir ( QS Yunus [10] :24).
Menurut Quraish, bumi berhias sedemikian itu sebagai buah keberhasilan manusia memperindahnya. Tentu saja hal tersebut merupakan hasil dorongan naluri manusia yang selalu mendambakan keindahan.
(mhy)